Tiga

305 62 0
                                    

Tebakan Jisung benar. Tiga ekor srigala berukuran sedang, menghadang jalan mereka di depan sana. Changbin mendesis kemudian turun dari motornya.

Felix sudah aman tertutup selimut di gerobak belakang, sayangnya ia tidak sadarkan diri. Kata Changbin, mungkin karena hipotermia. Jisung ada disana memeluk tubuh kecil itu.

"Kami datang hanya untuk menjemput pasienku yang tersesat. Kami akan segera pulang tanpa menyentuh apa-apa." kata Changbin meyakinkan tiga srigala itu.

Sang srigala mengeram, "Kalau kau masuk ke perbatasan hutan salju, artinya kau milik kami."

Changbin menghela nafas. Tangannya ia arahkan ke belakang, memberi kode Jisung untuk melakukan sesuatu. Semoga saja anak itu tidak bodoh. "Dengar, ini sudah dekat dengan perbatasan hutan salju. Aku bersumpah tidak akan melakukan apa-apa."

"Seo Changbin?"

Satu ekor srigala melompat turun dari bukit. Tubuhnya lima kali lebih besar daripada ketiga srigala tadi. Bulu putihnya tampak sangat berwibawa. Begitu pula mata biru yang indah itu.

"Hwang? Aku tidak mengenalimu kalau wujudmu berkaki empat seperti ini."

Sang srigala tertawa renyah, "Ada perlu apa kau sampai sejauh ini?"

Changbin tampak sedikit rileks. Ia kenal dengan Head Alpha kaum warewolf. Dulu mereka sekolah disekolah yang sama sebelum Hwang Hyunjin naik menjadi head alpha dan meninggalkan kehidupan manusianya. "Pasienku tersesat. Sepertinya ia salah jalan saat mau ke rumahku."

"Aku pikir kau tidak menerima pasien dirumah."

"Yah, pasien yang ini sedikit berbeda. Ia membayar dengan tanah di selatan hutan untuk terapinya. Jadi aku menerimanya dirumah untuk berobat."

Bohong 100%. Semoga saja Hyunjin percaya. Oiya satu lagi poin penting, para warewolf adalah predator para peri. Mereka tidak segan mengoyak sayap cantik para peri.

Sang head alpha hanya mengangguk. "Biarkan mereka pulang. Aku akan berkunjung kapan-kapan, Seo."

Changbin tersenyum kaku. Ia naik ke motornya setelah menundukkan badannya sopan ke arah Hyunjin. "Kapan-kapan ayo minum teh bersama. Terima kasih, Hwang."

Sang head alpha hanya mengangguk. Ia menyingkirkan badannya, memberi jalan untuk Changbin dan temannya pergi dari sana.

Motor dan gerobak butut milik Changbin melewati tubuh Hyunjin. Ketika mereka sudah hilang ditelan gelapnya hutan, Hyunjin bergumam, "Aku tidak tau kau pintar berbohong, Seo."

//

"Oh, jadi dia Hwang Hyunjin? Temanmu yang tampan luar biasa itu?"

Changbin mendesis. "Kau terlalu berlebihan."

Jisung menopang dagunya dengan kedua tangan. "Hebat ya. Sudah tampan, tinggi, pintar dan sekarang jadi head alpha. Daripada kau, kurcaci!"

Orang ini sungguh mau mati ya? Ia lupa kalau rumah ini sepenuhnya atas nama Changbin? Lama-lama Changbin tega membuangnya di sungai dekat kota. Demi Tuhan, Changbin tidak main-main.

Sedikit info, Changbin menemui Jisung dipinggir kota. Jisung berasal dari kaum pemburu. Ia terpisah dari kaumnya karena pernyerangan warewolf pada jamannya. Waktu itu Jisung masih ingusan, tidak punya uang dan hopeless. Awalnya Changbin hanya mau menampungnya selama satu atau dua hari, tapi ternyata hidup Changbin terasa lebih baik kalau ada Jisung, setidaknya Changbin punya teman sarapan.

Yang lebih tua hanya mendengus sebagai jawabannya. Tangannya telaten membasuh sayap si peri kecil dengan air hangat, berharap salju yang menempel segera mencair. Well, ini buruk.  Felix mungkin tidak bisa terbang selama beberapa hari, pasti sayapnya akan mati rasa.

Changbin sudah mencari tau tentang penyakit yang diderita Felix. Hanahaki disease, dimana air mata akan berubah menjadi bunga ketika pengidapnya menangisi cintanya yang tidak terbalas. Semakin banyak bunga yang keluar, semakin lemah pula tubuh si pengidap. Dan bisa bayangkan apa yang akan terjadi?

Ya, kematian.

Belum ada catatan tentang solusi menyembuhkan penyakit ini. Orang yang pertama kali mengidap sudah lama sekali mati karena penyakit ini. Changbin masih tidak percaya kalau kasus ini benar adanya.

Ditatapnya wajah cantik milik si peri kecil. Frecklesnya terlihat seperti bintang jatuh dibawah matanya. Ia tertidur tapi dahinya berkerut dalam.

Sebegitu menyakitkankah ditolak oleh seseorang? Well, Changbin belum punya pengalaman tentang cinta. He's a hopeless romantic.

"Hei, Chipmunk."

"Sudah kubilang aku tidak mirip tupai!"

Netra gelap Changbin masih menatap dalam wajah Felix, seolah ia baru saja tersihir dengan wajah sendunya, "Kau kan lebih berpengalaman dengan Minho, apa ditolak sebegitu menyakitkan?"

"Huh," Jisung mendengus. "Minho tidak menolakku. Dia tsundere, kau tau?"

"Bagaimana rasanya jatuh cinta?"

Jisung memperbaiki posisi duduknya sambil kembali menumbuk jahe, "Menyenangkan, sekaligus menyakitkan. Kau hanya akan melihat keindahan setiap kali kau melihatnya."

"Yang benar?"

Yang lebih muda mengangguk mantap. "Seperti Minho yang selalu terlihat sempurna dimataku."

Minho lagi, Minho lagi.

Changbin hanya tersenyum masam. Lama-lama cringe juga melihat anak pubertas sedang mabuk cinta seperti Han Jisung.

Tapi kenapa Lee Felix terlihat sempurna, nyaris tanpa cacat?

//

//

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A Fairy with Hanahaki Disease - ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang