Sembilan

257 53 0
                                    

Mereka tidak jadi tidur. Felix meminta Changbin untuk ceritakan apa yang terjadi pada kaumnya. Jemari Felix bermain-main diantara jemarinya. Rambut halus Felix sampai menyentuh wajahnya. Posisinya memang sedekat itu.

"Kaumku tidak banyak jumlahnya, hanya sekitar 60-70 orang. Kami mempelajari ilmu-ilmu kesehatan dan obat-obatan."

Felix masih sibuk dengan kegiatannya memainkan jari Changbin.

"Ayahku seorang ketua suku. Aku punya adik, namanya Kim Seungmin, seumuran Jisung. Tapi kami terpisah setelah penyerangan kaum warewolf."

"Huh?" si peri menengadah. Ia menatap Changbin bingung, menuntut agar sang healer bercerita lebih banyak.

Changbin hanya tersenyum masam. Ia mengeratkan pelukannya pada tengkuk Felix. "Mereka mau mengambil tanah kami. Karena jumlah kami jauh lebih sedikit, kami kalah. Aku tersesat kesini. Dulu rumah ini milik kaum kurcaci sampai mereka pindah tempat."

"Kaum kurcaci itu lucu." sahut Felix. Ia kembali sibuk membandingan jari mana yang lebih panjang, miliknya atau milik Changbin.

"Jisung kampret mengira aku kaum kurcaci."

Felix tertawa lepas sampai tersedak ludahnya sendiri. Ia terpaksa duduk agar bisa bernafas. Changbin hanya mendengus sebal. Kaum kurcaci tiga kali lebih kecil dari tubuh Changbin. Demi Tuhan, Changbin tidak berbohong.

Tangannya menarik halus lengan Felix, membuat si peri kecil menjatuhkan diri diatas tubuh bidang Changbin. Entah suara jantung siapa yang lebih bising. Mereka bahkan kehilangan fungsi pendengaran karena degupan jantung yang terlalu menganggu rungu masing-masing.

Tangan Changbin tidak bisa diam setiap kali ia menatap wajah cantik kesukaannya itu, jadi sebelah tangannya mengusap pipi Felix lembut. Sedangkan yang diusap, hanya tersenyum malu, suka dengan sisi lembut Changbin ini.

Changbin memberi satu kecupan ringan di freckles si peri. Membuatnya memerah seperti kepiting rebus. Kemudian satu kecupan ringan di bibir ranumnya.

Kecup.
Kecup.
Hingga mereka tersesat di bibir masing-masing.

//

"Lix, kau bisa potong ini?"

Felix mengangguk mantap. Ia segera mengambil alih pekerjaan Jisung memotong lidah buaya. Sedangkan Jisung, beralih merebus daun-daunan untuk obat herbal.

"Chris sudah perjalanan kesini."

Si peri kecil tersenyum senang. "Iya, Changbin sudah memberitahu semalam. Aku rindu sekali."

Jisung masih sibuk dengan kegiatannya, tapi ia tetap menimpali Felix, "Bersabarlah."

Pipi Felix memerah, "Bagaimana reaksi Chan kalau tau bahwa aku dan Changbin saling jatuh cinta?"

Tawa Jisung lepas, "Hei, dia pasti senang. Setidaknya kau jadi lebih sehat."

TOK TOK TOK!!!!

"Itu pasti Minho. Lix, kau bisa buka pintu sebentar?"

Felix mengangguk lagi. Ia mengelap tangannya pada serbet kemudian langsung terbang ke arah pintu. Ah, sayapnya sudah terasa lebih baik, tapi belum bisa terbang tinggi.

"Jisung sedang-"

Tangan Felix mencengkram erat gagang pintu. Apa yang dilihatnya di depan pintu membuatnya mematung. Tenggorokannya terasa tercekat. Tubuhnya seperti baru saja tersambar petir.

Dia...

"Felix... Kenapa kau disini?"

Si peri masih bergeming, motoriknya sama sekali tidak berfungsi.

"Kenapa diam di depan pintu sih- OH MY GOD!" Jisung berlari dari dapur setelah menyadari siapa yang berdiri diambang pintu. Ia mendorong tubuh Felix hingga terjungkal ke belakang.

"Hwang-" sapa Jisung, nafasnya tersenggal-senggal.

Sang head alpha menatap Jisung dan Felix bergantian. "Ah, sekarang aku paham kenapa Changbin berbau seperti peri."

"Kau butuh apa? Changbin belum kembali dari kota."

Hyunjin maju selangkah. Wajahnya dan wajah Jisung hanya berjarak sekian senti. "Aku butuh obat karena Jeongin keracunan setelah makan pie labumu."

Jisung mengulum bibir. Tubuhnya gemetar luar biasa. Apakah...

Dibelakangnya, Felix tiba-tiba kesulitan bernafas. Ia memuntahkan banyak sekali kelopak bunga marigold dan bercampur darah. Dadanya seolah ditusuk beribu anak panah. Sakit. Perih. Ah, ini yang terjadi kalau Felix bertemu lagi dengan orang itu?

Tubuh Hyunjin menjauh karena seseorang menarik tubuhnya dari belakang. Kemudian laki-laki itu mendorong Jisung agar masuk rumah. "Felix."

Jisung mengerti. Ia masuk dan membawa Felix masuk ke kamar.

"Apa yang kau butuhkan, Hwang?"

"Pie labumu terkutuk. Jeongin keracunan setelah makan itu. Aku butuh obat Jisung, Seo."

Changbin bergeming. Sungguh, bukan ini yang ia rencanakan.

Hyunjin menerobos masuk, tapi tangan Changbin menahannya. "Jisung sedang tidak bisa membuat obat."

"Persetan." Hyunjin mendorong tubuh Changbin hingga menabrak tembok. Ia melangkahkan kakinya ke dapur milik Changbin. Setelah menemukan kotak obat Jisung, ia membongkar isinya.

Hyunjin ingat dulu Changbin pernah memberinya ekstrak daun jambu saat ia keracunan makanan manusia. Ia ingat betul bagaimana bentuk dan baunya. Sampai tangannya tidak sengaja menjatuhkan sebotol kecil obat.

"Hwang, berhenti. Biar aku tanya Jisung dulu."

Mata Hyunjin tertuju pada obat yang tumpah di lantai. Baunya, baunya sama persis dengan pie labu itu. Tatapan Hyunjin beralih ke Changbin, "Kau berusaha meracuniku?"

"Hwang, aku bisa jelaskan."

//

A Fairy with Hanahaki Disease - ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang