Sepuluh

348 58 1
                                    

Kepalan tangan Hyunjin mengeras. Giginya menggeretak. Ia melempar kotak obat Jisung ke arah Changbin.

Changbin? Ia hanya bisa melindungi kepalanya dengan kedua tangannya.

"Harusnya aku tidak percaya manusia." sang head alpha maju selangkah. "Kalian licik, menjijikan."

"Hwang, sungguh, dengarkan aku-"

"APA YANG AKAN KAU JELASKAN LAGI, SEO? KAU MERACUNI JEONGINKU." Teriak Hyunjin. Matanya membiru sepenuhnya. Kuku-kuku tajam mulai keluar di sela-sela jarinya.

Changbin mundur. Oke, ini buruk. Hyunjin bisa memutuskan kepalanya kalau ia berubah menjadi srigala. Tangannya berusaha mengenggam apapun yang bisa ia raih, walaupun ia tau, melawan sang head alpha hanya akan membuatnya tambah marah.

Tubuh Hyunjin berubah sepenuhnya menjadi srigala besar. Ia mengeram dan cukup membuat bulu kuduk Changbin meremang.

Tangannya berhasil meraih sebatang kayu bakar. Ketika Hyunjin akan melakukan penyerangan, Changbin memukul kepalanya dengan kayu. Lumayan juga.

Changbin meninggalkan dapur. Ia melihat pintu kamar Jisung yang belum tertutup rapat. Saat ini posisi Changbin berada diujung anak panah. Kalau ia berlari ke kamar Jisung, Felix dan Jisung akan terancam. Tapi kalau ia keluar, sama saja.

"Ah, apakah lebih baik kalau aku mengoyak daging Felix? Kau tau kan kalau peri itu manis?"

Changbin membalik badannya, membelakangi pintu kamar Jisung. Tubuh besar Hyunjin memblokir pintu keluar. Sungguh, Changbin kehilangan akal.

"Hwang, aku minta maaf. Aku akan minta Jisung untuk membuatkanmu obat. Tolong-"

Sang head alpha mendesis, "Ku bunuh dulu kau, lalu si peri itu, baru aku meminta obat Jisung lalu membunuhnya juga."

Oke, ia benar-benar marah.

Changbin hanya bisa menelan salivanya kasar ketika Hyunjin mengambil ancang-ancang untuk menerkamnya. Sampai-

Sesuatu melompat dari dalam kamar. Ia menjadi tameng untuk Changbin dan tergigit oleh sang srigala. Kemudian terlempar ke teras.

"FELIX!!!"

Changbin berlari. Dipangkunya tubuh kecil yang sudah mengeluarkan banyak darah. Sayapnya terkoyak habis. Mulutnya mengeluarkan darah yang bercampur dengan kelopak bunga marigold.

"Sakit..." rintihnya.

"Bertahanlah, Lix." sahut Changbin panik. Ia merobek jaketnya untuk membalut luka bekas gigitan sang srigala.

Jisung keluar dari rumah dengan wajah penuh air mata dan ingus.

"Ambil P3K." membuahkan satu perintah dari Changbin, dan Jisung kembali lari ke dalam rumah.

"Sayapku... rusak?"

"Mereka masih terlihat cantik. Bertahanlah."

Si peri mengulas senyum tipis. Tubuhnya sudah mati rasa. Sayapnya perih luar biasa. Bahkan untuk bernafas saja, rasanya ia sudah tidak mampu. Ia menahan tangan Changbin yang sibuk membelit lukanya.

"Bisakah... kau peluk aku?"

Sang healer bingung. Tapi ia menuruti. Ia mengangkat tubuh itu kemudian memeluknya erat. Membiarkan kepala Felix beristirahat dilengannya. Tangisnya pecah. Sungguh, bukan ini yang ia mau.

"Don't leave me, Lix."

"I won't." sahutnya pelan. Dengan sisa tenaganya, ia mengelus kepala sang healer. "Lilly..."

Pelukannya mengerat. Tubuhnya gemetar. "Lilly, iya, kau sama cantiknya dengan lilly."

Si peri kembali mengulas senyum. Sorot matanya jatuh pada Sam —dengan wujud srigalanya— yang mematung di depan pintu. Dibibirnya masih ada bekas darah Felix.

"Lilly, aku akan ada disetiap kelopak bunga lilly. Aku mencintaimu."

Tangannya melemas, kemudian jatuh. Tangisan Changbin menjadi-jadi. Ia berteriak seolah ingin membuat pita suaranya putus. Persetan dengan pita suara, Changbin merasa separuh jiwanya baru saja tertarik keluar.

Jisung menangis di belakang sana. P3k sialan, disaat genting begini ia malah tidak bisa ditemukan.

"Aku mencintaimu juga, Lix."

Changbin mengelus sayap rapuh yang sudah tidak mengeluarkan cahaya itu. Si peri kecil, sudah tidak bersinar lagi.

//

Hyunjin membiarkan tubuhnya didorong oleh Changbin, kemudian Jisung, lalu Jisung lagi karena ia pergi ke dapur untuk mencari P3K.

Ia melangkah gontai keluar. Apa yang telah ia lakukan?

Hyunjin mengakui ia terlalu marah tadi. Dipikirannya hanya ada Jeongin. Ia sedang mengandung dan keracunan. Sungguh, ia kehilangan akal sehat.

Melihat sayap Felix yang perlahan-lahan kehilangan cahayanya, membuat Hyunjin ingin mencabik dirinya sendiri. Mau bagaimanapun, ia pernah punya rasa dengan Felix.

Tangisan mereka menusuk gendang telinganya, seolah menyayat jiwanya dan meninggalkan luka yang teramat perih. Felix, bersatu dengan gelap tanpa pengampunan,

karenanya.

Dan ia adalah orang yang membuat Felix menderita.

//

A Fairy with Hanahaki Disease - ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang