Dua

363 67 1
                                    

Matanya sakit karena sinar matahari yang menyusup lewat jendela. Rumah ini tampak asing. Dan baunya, ugh, bau obat-obatan. Felix mengusap matanya kemudian duduk. Oke, ini bukan kasurnya.

Ketika ia menoleh ke samping, pemandangan yang ia dapat adalah seorang laki-laki berusia dua puluhan, agak mirip tupai, pipi besar dan iler kesana kemari. Siapa dia? Yang jelas dia manusia.

"Permisi," tangan kecil Felix menyentuh lengan si laki-laki.

"/&$:):$&/:&&/@/:$$:)/$/." gumamnya, masih sambil terlelap.

"Halo?" kali ini Felix mengguncang pelan tubuh si manusia tupai. Lama-lama semakin kencang, sampai si manusia tupai terjatuh dari kasur. Daritadi posisinya agak tricky sih, tolong jangan salahkan Felix.

"Ugh, sialan!"

Oke, bagus, sepertinya ia terbangun.

Si manusia tupai baru akan merangkak naik ke kasur ketika sayap si peri bergerak halus. Membuat semilir angin lembut menerpa wajahnya.

"Oh, hai, Fairy! Kau sudah bangun rupanya."

Felix tersenyum manis. "Kau siapa?"

"Aku Han Jisung," sahutnya dengan riang. Ia melompat untuk berdiri disamping kasur. "Kau Felix Lee, adik dari Christopher Chan. Apa aku benar?"

"Ya. kau benar, Jisung." sahut Felix sambil mengusap lembut sayapnya yang masih basah, "Apa yang terjadi?"

"Akan aku jelaskan sambil kita sarapan. Kau bisa jalan?"

"Aku bisa terbang."

//

Ini sup jagung sederhana. Para peri memang sudah biasa makan makanan sejenis ini. Tapi masakan kakaknya, jauh lebih enak daripada ini. Sup ini sangat hambar. Tapi ia tidak enak hati untuk sekedar meminta tambahan garam.

Jisung sudah menjelaskan apa yang terjadi semalam dan kemana perginya sang kakak. Ia juga sudah menjelaskan teman serumahnya yang kelewat menyebalkan. Katanya, si healer sedang bekerja di kota dan akan kembali sore nanti.

Jisung sendiri adalah seorang farmasist, ia bertugas membuat obat-obatan herbal yang nantinya dijual ke kota ataupun digunakan Changbin untuk mengobati pasiennya.

"Apakah menjadi peri itu menyenangkan?" tanya Jisung sambil menatap sayap Felix yang perlahan-lahan mulai bersinar.

"Ya. Sangat menyenangkan!" sahut Felix semangat. "Setiap peri punya tugasnya masing-masing."

"Dan tugasmu adalah?"

"Mengecat kelopak bunga dan daun. Aku akan dibantu oleh kawanan kepik dan kupu-kupu. Kalau kakakku, dia bertugas untuk membuat lantunan lagu yang nantinya akan terdengar sebagai suara hutan."

Mata Jisung berbinar. Ia memang ingin tau bagaimana kehidupan peri di dalam hutan. Rasanya, dari cerita yang tersebar tidak cukup membuat rasa penasarannya hilang. Tapi peri tidak suka manusia, mereka agak kurang ramah.

Kecuali Felix Lee.

"Apakah bunga-bunga dari matamu itu kau yang mengecat juga?"

Kali ini Felix menunduk. Bibirnya berkerut lucu. Warna sayapnya berubah menjadi kelabu dan melemas. "Tidak. Ini karena ... Aku mencintai orang yang salah."

Jisung tidak berkomentar lebih jauh. Ia tidak tau penyakit apa yang diderita Felix karena Changbin belum menjelaskan lebih jauh.

"Omong-omong, rumahmu ini dekat dengan pemukiman kaum warewolf?"

"Tidak juga. Masih agak jauh karena harus melewati hutan salju. Kenapa?"

//

"Hei, anak malas. Bangun!"

Jisung mengusap matanya sambil cemberut. Demi kawanan kepik, ia baru tidur sejam yang lalu. Lagipula matahari masih menampakkan dirinya, kenapa orang ini sudah dirumah?

"Mana si peri itu?"

"Hng, dia tadi tidur di kasurku."

Changbin menghela nafas. "Dia tidak ada. Aku sudah mencarinya."

Jisung langsung terduduk. Dan benar, si peri kecil tidak ada di kasurnya. "Kau yakin dia tidak ada? Di kamar mandi? Atau di halaman belakang?"

"Sepatunya bahkan tidak ada."

Oh, sialan.

Jadilah mereka menyusuri hutan dengan sepeda motor butut milik Changbin yang sudah lama pensiun. Untungnya masih bisa menyala. Langit sudah gelap dan agak mendung.

Kalau saja Jisung tidak ketiduran, Felix pasti masih ada disini. Mana tadi Jisung lupa kunci pintu. Lengkap sudah kebodohan Jisung.

Changbin terus-terusan marah dan mengeluarkan kata-kata kotor. Tipikal Seo Changbin, kalau ia sudah kesal jangan harap mulutnya akan diam barang sedetik saja.

"Itu bunga yang sama lagi!"

Changbin kembali menarik gas, mengikuti jejak bunga marigold yang berjatuhan di tanah. Jalan ini mengarah ke pemukiman para warewolf. Hutan sedikit gersang karena tidak tersentuh oleh para peri dan tertutup salju.

Changbin yakin bunga-bunga ini berasal dari Felix. Siapa lagi yang identik dengan bunga-bunga selain si peri pengecat kelopak bunga.

Auman para warewolf mulai terdengar. Suara berisik dari dalam hutan mulai menyapa rungu masing-masing. Jisung meyakini mereka sudah terlalu jauh. Ingatkah kalian bahwa kaum warewolf adalah kaum yang paling kejam?

"Itu Felix! Ya Tuhan, dia terluka!"

//

Marigold Flower
(n). a flower that symbolize despair and grief over the loss of love.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A Fairy with Hanahaki Disease - ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang