1.

431 52 11
                                    

Pertengahan tahun, Seoul di bulan Juni dilingkupi musim kemarau. Biasanya berlangsung hingga Agustus. Udara akan terasa sangat panas dan lembab. Dapat dipastikan penggunaan AC dan kipas angin meningkat. Jangan lupakan juga tempat wisata seperti pantai akan mengalami kenaikan pengunjung yang drastis. 

Sebagai sambutan sinar mentari menyorot terang, menembus kaca jendela yang tirainya terbuka lebar. Memanaskan kulit pipi seseorang yang masih terbuai bunga tidur di permukaan ranjang. Hal itu cukup mengganggu, bergerak gelisah mencari bagian kasur yang lebih dingin. Matanya sedikit menyipit menerima terjangan cahaya. Detik selanjutnya memilih untuk bangun. Terduduk dengan wajah masih terkantuk-kantuk. 

Seperti yang dilakukan manusia pada umumnya jika baru saja terbangun dari tidur, pasti menggeliat—meregangkan tulang-tulang yang terasa kaku. Menguap lebar sembari mengumpulkan kesadarannya secara perlahan. 

Yoongi mencondongkan tubuh ke arah nakas. Memicing pada jam weker berwarna hitam metalik. Mendelik ketika menyadari jarum pendek berhenti di angka delapan. 

Turun dari kasur untuk membuka kaca jendela. Udara hangat terasa menyapu wajahnya.  Yoongi memutar tubuh, menyebarkan pandangan kesepenjuru ruangan. Ini bukan kamarnya. Yoongi merapat pada tembok—berusaha mencerna apa yang terjadi. Ada yang aneh.  Hal itu diperkuat saat pintu kamar mandi terbuka. Seseorang keluar dari sana hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggul. Tatapan keduanya bertemu. Yoongi mendapatkan senyuman dan cukup untuk membuatnya berjingkat.

"AAAA!!"

"Hei, kenapa? Ada yang sakit—"

"Diam di situ atau kulempar pakai ini?!"

Yoongi bergerak cepat. Mengambil vas berbahan keramik tebal yang diisi bunga tulip imitasi. Mengambil ancang-ancang guna melemparkan benda di tangannya tepat ke kepala pria yang berdiri dua meter di hadapannya. 

"Oke, tenang. Aku, Park Jimin. Kau—tidak ingat?" Pria yang katanya bernama Jimin itu diam di atas pijakannya. Memilih tidak mendekat. Sesekali membenarkan handuknya yang hampir melorot.

Tentu saja dibalas gelengan dan sorot waspada oleh Yoongi. Ia masih menggenggam vas bunga. Menebak-nebak pria itu pasti berbahaya dan dirinya harus menjaga pertahan. 

Helaan napas berat Jimin keluarkan. Memaksakan satu senyuman yang kelewat palsu. "Boleh aku pakai baju dulu?"

"Jelaskan dulu kau siapa." Yoongi masih pada pendiriannya. Mengacungkan senjata yang dipegang ke lawannya. 

"Kau mau aku jelaskan dengan begini?" 

Benar juga. Ini masih pagi dan Yoongi sudah mendapati perut dengan enam atau delapan kotak terpampang nyata di bola matanya. Juga lekukan berbentuk huruf V menyembul di sisi handuk. Telinganya memerah. 

"Cepat pakai bajumu. Ingat, aku masih mengawasi."

Jimin memiringkan kepala. "Yasudah, awasi saja." Melepas kaitan dan membiarkan handuk jatuh di lantai. 

Sontak Yoongi terbelalak, menahan pekikan yang hampir terlontar dari ceruknya. Mengalihkan pandangan ke mana pun dan tetap dalam posisi siaga. Gila. Pria itu pasti sudah gila. Bisa-bisanya mempertontonkan kelamin ke hadapan orang asing. Yoongi menggeleng, mencoba menghilangkan bayangan tentang benda layu yang baru saja dilihatnya. 

Melirik sekilas pria itu tengah mengenakan kaos putih polos dan ia tidak perlu terkejut lagi sebab Jimin sudah menutupi bagian bawah dengan training panjang. 

"Kau ingat dirimu siapa?" 

Pertanyaan Jimin membuatnya mengerjap. Yoongi menjawab lantang. Percaya diri.  "Tentu saja. Aku Min Yoongi. Umur 22 tahun. Mahasiswa SNU." 

Jimin menyugar rambutnya yang basah. Menampilkan senyuman lagi seraya duduk di atas kasur. Masih dengan senyuman di bibir dan itu membuat Yoongi mengernyit tidak suka. 

"Berhenti tersenyum. Sekarang jelaskan kau siapa sebelum kuhantam wajahmu dengan ini." Memperlihat pada Jimin kalau ia memegang senjata yang bisa membuat lebam di kulit. 

Ada helaan napas lagi sebelum Jimin membalas. "Begini, sebelum aku menjelaskan siapa diriku. Kupikir kau harus mengetahui ini lebih dulu." Lidahnya mendadak berat dengan ekspresi melompong. Getir merangkak naik ke permukaan.

"Kau memang Min Yoongi. Umurmu 22 tahun. Dan kau juga mahasiswa di SNU. Tapi sayangnya," 

Jimin menjeda. Senyuman kali ini terlihat berbeda. Hangat. Begitu tulus. Namun, tidak menampik sekelumit sendu ada di raut wajah—luka menganga kembali dikorek paksa. Juga kalimat Jimin selanjutnya membuat Yoongi hampir menjatuhkan vas. Tengkuk merinding sepenuhnya.

" ... itu 5 tahun yang lalu."

I.S.W.Y [MINYOON]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang