2.

270 51 5
                                    

Sang surya tetap bergerak di porosnya. Di bagian bumi lainnya di jam sepuluh lebih lima belas menit yang mana sudah menjelang siang hari, disoroti sinar terang dari langit tanpa terhalang awan. Cerah nan panas. Seharusnya cuaca seperti ini bisa dinikmati bersama es krim berperisa buah atau segelas jus yang baru saja diambil dari lemari pendingin. 

Seharusnya seperti itu, bukan menumpuk bongkahan tanda tanya di kepala yang terasa ingin pecah saat ini juga. Benar-benar tidak ada jawaban dalam memori otaknya. Buntu. Pening perlahan terasa menghampiri, Yoongi menyandarkan punggung di sofa. Matanya terpejam. 

"Jangan terlalu dipikirkan." 

"Bagaimana tidak bisa dipikirkan?" Suara Yoongi agak meninggi. Menegakkan punggung untuk menatap pria di seberang yang menduduki sofa tunggal. Dipangkuannya terdapat manusia berusia lima belas bulan tengah mengenyam dot bayi dan melihatnya dengan manik penuh antusias. 

Tidak jauh dari sana seorang wanita berusia dua puluh awal. Sudah mengenalkan diri—lagi—sebagai baby sitter yang telah bekerja lebih dari satu tahun di rumahnya. Yoongi juga melihat dua orang wanita lagi—memakai apron—di dekat pintu dapur tengah menatapnya sembari terseyuman ramah. Seolah mengetahui yang terjadi, seolah memberikan semangat pada dirinya yang tidak tahu apapun. 

Yoongi memijat pelipisnya. "Bangun pagiku diberi fakta kalau umurku 27 tahun. Tidak lagi sebagai mahasiswa dan aku sudah menikah?" Melirik pada Jimin dan dibalas anggukan tenang. 

Beralih pada sosok yang mungkin sama sepertinya—tidak mengetahui kenapa dunia bisa berputar sangat cepat. Sedikit beruntung ia tidak sendirian. 

"Jadi, makhluk berliur itu anakku?" 

"Jangan sebut makhluk berliur. Ini anakmu. Anak kita. Lahir dari rahimmu sendiri." 

Refleks Yoongi meraba perutnya. Rahimnya sudah membuahkan hasil, mengandung sembilan bulan dan melahirkan satu manusia. Rasa bungah di dada terasa, ia mengukir senyuman samar. Hal yang selalu diinginkan suatu saat nanti nyatanya sudah terwujud. 

"Lalu kenapa aku tidak ingat apapun?" 

Pertanyaannya membuat semua orang di sana merubah ekspresi. Sedih, bingung, takut, sekilas emosi bercampur menjadi satu. Yoongi mendadak tidak ingin mendengar jawabannya. 

"Alzheimer." Jimin merasa kerongkongan kering. Tercekat perih. "Kondisi di mana otak mengalami penurunan daya ingat, kemampuan berpikir dan berbicara, juga perubahan perilaku secara bertahap. Gejala utamanya berupa hilang ingatan dan kebingungan."

Yoongi mencerna dalam diam. Berapa banyak yang sudah ia lewatkan. Memandang Jimin lalu buah hati mereka bergantian. Bermain di pikirannya sendiri sekian detik tetap tidak memberikan hasil yang ada kepalanya semakin penuh tanda tanya. 

Hening beberapa saat di mana Yoongi mencoba menetralkan lagi dirinya yang kalut luar biasa. Perlahan netranya kembali tenang. Jimin mengukir senyum tipis lalu beranjak untuk duduk di sebelahnya, mengusap lembut puncak kepala Yoongi bersama gumaman menenangkan 'Tidak apa-apa. Tidak apa-apa.'

"Sudah berapa lama?" 

"Terhitung sudah 8 bulan." 

Setengah tahun lebih dan itu cukup lama. Yoongi bungkam. Ia semakin tidak menyukai apapun jawaban yang terlintas mengenai dirinya. Lucu sekali, otaknya rusak. Ingatannya kini berhenti disaat umurnya dua puluh dua tahun.

"Boleh aku memegangnya?" lirih Yoongi menatap si cilik. Tangannya menggapai di udara. 

Dengan perlahan diletakan di atas pangkuannya. Lengan-lengannya merengkuh erat, melindungi. Bocah kecil itu masih menatapnya. Binar pada mata sedikit menghipnotis seolah ada galaksi tersendiri dimana ia ingin masuk ke dalam sana. Ditilik lebih dekat nyatanya di bagian wajah terdapat campuran dirinya dan Jimin yang terlihat jelas. Yoongi terenyuh pilu. Terlebih saat menangkap cengiran tanpa gigi. Gusi merah muda yang nampak ketika dot terlepas dari mulutnya. Yoongi melepaskan senyuman seraya bergumam dalam hati. 

Cantik. Cantik sekali. 

"Siapa namanya?" tanya Yoongi ditujukan untuk Jimin meski ia tidak menoleh. Asik menjawil dua bongkahan pipi tebal anaknya. 

"Park Jungkook." 

"Seperti nama pria?" 

"Dia memang pria." 

Reaksi terkejut Yoongi membuat Jimin tergelak tawa. Ia menjentik jari ke hidung Yoongi lalu menekuk sebelah kaki untuk memiringkan badan dan melingkarkan lengan di pinggang sedikitnya menjangkau Jungkook juga. Berbisik dengan dagu di bahu. "Kau punya dua pria sekarang. Terkadang kami bertengkar merebutkan perhatianmu." 

Stagnan di tempat. Entah karena ucapan Jimin atau mungkin perlakuan pria itu. Hembusan nafas terasa di leher kanan dan rengkuhan erat yang diterima merupakan hal yang asing. Dalam ingatannya Yoongi tidak pernah melakukan kontak fisik sedekat ini. Terlalu asing.

I.S.W.Y [MINYOON]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang