3. SENDIRI

123 104 54
                                    

Anes terlihat menjinjing tas ransel biru tua nya, sambil menggigit ikat rambut yang akan dirinya pakai. Melihat Anes berjalan menghampiri meja makan dengan gaya seperti itu, membuat Yesa yang sudah melihat Anes terlebih dulu membayangkan seorang Anes adalah tikus yang tengah memakan mangsa nya. Sesadis itu-kah, kapten!

"Selamat pagi..." sapa Anes hangat sambil menggeser kursi meja makan

Yesa merekahkan senyum nya. "Anes..."

"Kok sepi, Ma? Nggak kayak biasanya," Anes celingak-celinguk ke sekitar ruangan

"Zio, sakit."

Satu kotak roti tawar yang ada di tangan Anes mendadak terjatuh ke bawah mangkuk.
"Serius?" nada bicara Anes meninggi

"Iya, Mama biarin aja. Biar tahu rasa," lalu Yesa membuka toples yang berisi selai kacang dengan santai

Anes nampak terkejut, sejenak tatapan nya terfokus pada Yesa yang memang terlihat tak memperdulikan kakak nya, Zio.

"Mama..." rintih Anes pelan, menatap Yesa sendu

"Hm,"

"Jangan galak-galak sama Bang Zio, kasihan..."

Yesa menatap Anes yang tengah menatap nya, dengan raut wajah yang sedih. Yesa menarik nafas sebentar. "Nggak gitu, Anes... Mama ngelakuin ini, biar mereka mikir, kan nggak baik buang-buang air kayak gitu. Apalagi kemarin siang, halaman rumah sampai berantakan, terus becek, yang aneh nya lagi Zio bilang, Papa yang rencanain itu semua,"

"Mama jangan salahin Papa juga, kasihan mereka. Mama meningan salahin Anes aja, serius..." jawab Anes lemah dengan wajah polos nya

"Apa kata Mama kamu, bener Anes... Papa yang salah," kekeh Ardi berjalan mendekat kearah Yesa dan Anes di meja makan

"Papa juga ikutan sakit?" selang Anes meng-khawatirkan keadaan Ardi

"Jelas, dari semalam, Papa nggak berhenti sedot-sedot ingus, orang Mama aja risih dengernya," jawab Yesa cepat

"Hehehe... kok Papa bisa nggak sadar ya?" Ardi terlihat genit menatap Yesa, sedangkan Yesa hanya mendelik kesal menatap suami nya itu

"Masih bisa ketawa ya, Nes... kayak gini-gini, nih, yang bikin orang kesel beneran," sindir Yesa menggelengkan kepala nya, tak mengerti lagi dengan alur jalan pikiran Ardi

"Bikin kesel, apa bikin kagum..." jawab Ardi semakin gencar menggoda Yesa

Anes yang sedari tadi hanya menyimak, dan berusaha untuk menjadi pesimak yang baik kini mengeluarkan suara nya. "Gitu ya, gaya pacaran nya, Mama sama Papa?"

"Anes!"

"Ish... Maaf, Ibu Negara. Anes cuman becanda," Anes nyengir menatap Yesa yang tengah membulatkan kedua mata kearah nya

"Papa, ke kantor kan, sekarang?" tanya Anes menoleh kearah sang Papa

"Iya, kita berangkat sekarang, keburu macet. Papa yang anterin,"

Anes tak menyangka dengan apa yang baru saja Ardi katakan, karena Anes yang biasa pergi ke sekolah bersama Zio. Kini terlihat senang, akhirnya bisa merasakan kembali diantar sekolah oleh Ayah nya sendiri. Karena setiap bulan, Ardi pasti selalu pergi ke luar kota untuk menyelesaikan pekerjaan nya, bahkan pernah sampai dua kali dalam satu bulan.

Tidak menunggu lama, Anes segera mengangguk cepat, menggendong ransel nya dan menyalami Yesa yang terlihat ikut bahagia, apalagi jika ada Zio di sana pasti suasana kekeluargaan mereka semakin terasa indah nya

"Kalo ada apa-apa, Anes telpon Mama atau Papa, ya." pesan Yesa cemas akan Anes

"Iya, Ma..." angguk Anes semangat

DETIKKU MENGENAL DUNIA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang