[22] Ares dan Kesepakatan 5 Hari

5.3K 611 226
                                    

Ares tak sempat meminum obatnya di kantin karena berurusan dengan Jean. Karenanya, ia kembali ke UKS untuk menelan butiran pahit itu di sana sembari menunggu bel istirahat kedua. Kebetulan, di UKS sedang tidak ada siswa lain. Jadi, Ares bisa leluasa menghabiskan waktu untuk berbincang dengan Dokter Asya. Keduanya larut dalam pembicaraan dengan berbagai topik hingga tak sadar jika bel istirahat telah berbunyi.

"Siang, Dok."

Asya dan Ares kompak menoleh ke ambang pintu, menatap ke arah sumber suara.

"Siang." Asya menjawab seraya tersenyum singkat.

Axel melangkahkan tungkainya mendekat, lalu berdiri di samping Ares yang duduk di depan dokter Asya. "Heh, Malih! Udah makan sama minum obat belum?"

"Udah," jawab Ares.

Axel menajamkan pandangannya, menatap Ares penuh rasa curiga. "Ngibul ngga lo?"

"Ngga woy, beneran udah," ucap Ares tak terima, lantas menoleh ke sang dokter guna meminta pembelaan. "Ya 'kan, Dok?"

Mulanya Asya ingin mengangguk, namun sebuah ide jahil terlintas di kepalanya, bak sebuah bohlam pijar jika digambarkan dalam bentuk animasi. Ia kemudian menggeleng memasang tampang bingungnya. "Dokter belum liat Ares minum obatnya, Xel."

Jawaban Asya kontan membuat sekembar netra elang Ares membulat sempurna, benar-benar tak menyangka sang dokter akan berbohong seperti itu.

Ares menoleh patah-patah, menatap Axel yang sudah menghadiahinya delikan tajam.

"Emang minta diketekin ya, si Malih." Axel menarik lengan baju sebelah kanannya hingga sebatas bahu, kemudian mengapit kepala Ares diantara ketiaknya dan menjitak pelan kepala sang sahabat berulang kali.

"Lepasin, Xel! Sumpah! Gue udah minum obat!" Axel berusaha melepaskan apitan Axel di kepalanya. "Dokter Asya tuh yang ngibul."

"Malah nyalahin Dokter Asya lagi! Emang perlu nyium semerbak bau ketek gue ya lo," kata Axel.

Tawa Asya menyembur renyah kala menyaksikan pergelutan dua anak laki-laki di hadapannya. Hal itu sukses menghentikan jitakan Axel untuk sesaat, ia tidak tau dimana letak lucunya hingga Asya tertawa seperti itu.

Perlahan Asya mulai menghentikan tawanya. "Udah, Xel. Udah. Ares beneran udah minum obat kok," katanya.

"Dokter pasti cuma mau belain Ares nih, iya 'kan?" balas Axel tak percaya.

Asya menggeleng sembari tersenyum puas. "Tadi tuh cuma mau ngetes aja, mau liat gimana reaksi kamu kalo Ares belum minum obat."

Ares langsung melepas kasar apitan Axel penuh rasa dongkol.

"Udah dibilang juga! Ngga percaya banget lo sama gue!" Ares mencebik sambil membenahi helai rambutnya yang berantakan akibat ulah Axel.

"Ya 'kan lo biasanya suka pura-pura amnesia kalo ngga diingetin minum obat."

"Ya 'kan itu dulu," sanggah Ares cepat. "Sekarang gue beneran mau idup. Ngga bakal lupa minum obat lagi kok."

Axel tercekat untuk sesaat. Napasnya tertahan sesaat kala mendengar penuturan sang sahabat.

'Gue beneran mau idup.'

Entah kenapa, kalimat sesederhana itu mampu menggetarkan hatinya.

Lebih dari setengah umurnya Axel habiskan bergaul dengan Ares. Axel tau benar, sekeras apa Ares berjuang untuk tetap hidup selama ini. Dan kata mudah, tak pernah ada di kamusnya.

Ares diam. Axel diam. Sama halnya dengan Asya.

Hening beriring canggung itu datang tanpa undangan untuk beberapa sekon.

HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang