⚠️20 VOTE BARU LANJUT⚠️
.
.Sandara menyusuri isi mansion seorang diri setelah membuatkan makan siang untuk Kwon Jiyong. Dengan sedikit menyeret kedua kakinya, ia harus tetap memperhatikan punggungnya untuk tetap terlihat tegap, karena itu adalah salah satu dari banyak nya aturan di dalam keluarga Kwon.
Dalam perjalanan nya yang bak siput itu, Sandara tanpa sengaja mendengar keributan di salah satu ruangan yang tidak tertutup rapat.
"Sampai kapan kau akan menjadi sampah seperti ini!?" Sandara melihat sosok ibu mertuanya di dalam sana yang tengah melemparkan beberapa lembar kertas kehadapan pemuda yang tidak lain adalah Kwon Mino.
"Eomma, aku sudah berusaha semampu ku. Walau bukan dengan nilai yang sempurna, aku tetap menjadi siswa dengan nilai tertinggi di sekolah." Terang Mino. Nilai 98 pada hasil ujiannya hanya ada pada mata pelajaran matematika, selebihnya pemuda itu mendapatkan nilai yang sempurna, 100!
"Semampu mu? Apa hanya segini kemampuan mu Kwon Mino??!"
Mino memungut kertas-kertas yang telah berserakan di lantai itu dan kembali diam. Dia tidak lagi berani menjawab kemarahan sang ibu.
"Maaf."
Mendengar kata singkat dari putra bungsu nya itu, Yejin semakin tersulut amarah dan mengeluarkan sebuah amplop putih. Ia kembali melemparkan nya, kali ini tepat mengenai wajah Kwon Mino dengan keras. Surat teguran dari BK.
"Kakak mu tidak pernah sekalipun mempermalukan ku seperti ini. Ia selalu mendapatkan nilai yang sempurna, selalu menjadi yang tertinggi dan tanpa cela! Lalu dirimu? Bagaimana dengan dirimu Kwon Mino? Kau selalu saja salah dalam menjawab satu soal dan bahkan sekarang mendapat panggilan dari BK karena berkelahi! SEBENARNYA ADA APA DENGAN MU!?"
"Maaf." Mino menunduk. Lagi-lagi hanya kata itu yang bisa keluar.
"Tidak ada yang salah saat aku melahirkan Jiyong. Lalu kenapa putra bungsu ku harus jadi sampah seperti ini? Tidak cukup satu kesalahan dan kini kau menambahnya dengan perkelahian! Kau ingin menjadi berandal, Kwon Mino? Apa kau tidak ingin membantu kakak mu menangani perusahaan kita di masa depan Huh!?"
Mino tetap diam. Sejak awal ia memang tidak pernah tertarik pada dunia bisnis. Yang ia inginkan hanyalah menjalani hidup bebas seperti seorang seniman. Tidak ada yang tau keinginan besarnya itu karena keluarga Kwon tentu tidak akan pernah sudi.
"Belajar lagi! Aku benar-benar akan mengurung mu seumur hidup jika nilai ujian akhir mu nanti tidak mendapat angka sempurna!"
Sandara dengan cepat berpura-pura tidak mendengar begitu Yejin keluar dari kamar Mino. Dia bersembunyi di balik guci besar demi menghindari kontak mata dengan sang ibu mertua.
Setelah Kwon Yejin benar-benar pergi, Sandara kembali mendekati pintu kamar Mino yang kini telah terbuka lebar. Ia merasa kasihan pada sosok remaja di hadapan nya itu. Entah kenapa keluarga ini begitu mempermasalah kan hal yang sangat sepele. Bahkan saat sekolah dulu Sandara tidak pernah sekalipun mendapatkan nilai 100 di buku raport nya.
"Kau menguping?" Tanya Mino kesal saat menyadari kehadiran Sandara di ambang pintu.
"Aku tidak sengaja. Maaf." Tidak peduli pada tatapan benci yang Mino layangkan padanya, Sandara tetap berjalan mendekati pemuda itu.
"Keluar dari kamar ku!" Bentak Mino.
Sandara. "Kau baik-baik saja?"
"Apa aku terlihat sekarat? Kau buta?!"
Sandara menggeleng. "Kau tidak terlihat baik-baik saja. Kau boleh menangis jika ingin."
Sandara meraih tangan Kwon Mino dan menariknya untuk duduk di tepi ranjang.