Chapter 2

927 127 5
                                    


℘ıŋơŋųą
⋆┈┈ mageía ┈┈⋆
©lilial_

℘ıŋơŋųą⋆┈┈ mageía ┈┈⋆©lilial_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----

Bunyi sendok dan garpu beradu di ruang makan. Calestine sedang sarapan bersama kedua keluarganya.

Tuan Duke membuka mulut, memasukkan potongan daging ke mulutnya. Seraya mengunyah, pandangannya tertuju ke arah sang putri. Sedangkan Calestine sendiri merasa tidak nyaman dengan sorot mata tajam Duke.

K- Kenapa? Apakah di wajahku ada sesuatu? Batin Calestine.

"Kapan debutante mu?" Tuan Duke bertanya sambil melanjutkan sarapannya.

"M- Mungkin bulan depan?"

Kenapa pria ini menanyai ku? Akhhhhh, canggung sekali. Batin Aria merasa tidak nyaman

"Kalau begitu akan ku siapkan pesta yang meriah"

Ada apa ini? Tuan duke perhatian pada kak Calestine? Batin Aria.

Calestine tidak menjawab, ruangan dipenuhi suara alat makan yang saling berbenturan.

Aku ingin lenyap saja dari ruangan ini sekarang! Teriak Aria dalam hati.

Tiba-tiba, kepala pelayan menghampiri Duke dan membisikkan sesuatu di telinganya.

Setelah mendengar apa yang disampaikan kepala pelayan, Ayah Calestine segera pergi dari ruang makan diikuti putranya.

Di ruangan makan, tersisa Calestine dan makanan penutup yang manis.

"Hmm~ enak! Selama di dunia nyata, aku tidak pernah merasakannya!~"

⋆┈┈。゚❃ུ۪ ❁ུ۪ ❃ུ۪ ゚。┈┈⋆


Calestine merenung di atas tempat tidur, merasakan kebosanan memenuhi dirinya. Tubuhnya bangkit. Melangkah ke balkon kamar dan merasakan udara segar.

Sebuah ide terlintas dipikirannya, ia segera mengganti pakaian dan melangkah menuju kereta kuda diiringi pelayannya.

Tiba di pasar, Calestine segera menuju toko kue yang terkenal di ibu kota. Sepanjang jalan menuju toko, banyak bangsawan yang menggosip tentang Calestine.

"Bukankah itu putri Duke Rowene?"

"Sedang apa dia?"

"Si wanita jahat!"

"Apa-apaan Lady itu? Bukankah baru saja siuman setelah diberi racun?"

"Hebat juga wanita itu"

Calestine tak menggubris, toh itu bukan urusannya. Ia mempercepat langkah kaki nya menuju toko.

PINONUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang