(∩ ͡ ° ʖ ͡ °) ⊃-(===>

466 9 0
                                    


Yasie pov

“Ya! aku masih baik-baik saja. Lagi pula Aku rasa kau akan segera melupakanku jika aku mati nanti”

Ia bangun dari posisi duduknya dan berdiri menatapku tajam.  “Apa kau pernah berfikir bagaimana rasanya ditinggal mati? Apa Kau tahu? Lebih sulit untuk melupakan orang yang sudah mati dari pada mereka yang masih hidup”

Aku terkejut mendengarkan penuturannya yang lebih terdengar seperti teriakan. Ia berlalu meninggalkanku yang masih melongo tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Apa kalimatku keterlaluan?

****

Haruto sudah tertidur saat aku keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambutku. Aku merasa bersalah dengan apa yang aku katakan padanya tadi. Aku merebahkan tubuhku di sebelah Haruto menatap punggunnya yang berada di hadapanku.

“Mianhae… aku tidak tahu jika kalimatku keterlaluan” Aku mendesah pelan benar-benar menyesal kemudian mencoba untuk tidur sampai aku merasakan pergerakan di sebelahku. Haruto kini tengah berbaring berhadapan denganku menatapku tajam dan aku tak berani melihatnya.

“Aku juga tidak pernah tahu jika kematian benar-benar menyakitkan bagi orang yang ditinggalkan, sampai akhirnya hal itu terjadi pada eommaku. Aku tidak tahu jika rasanya bisa sesakit ini” Matanya meneduh dan aku bisa melihat rasa sakit pada raut wajahnya.

“Oemma meninggal saat melahirkan adikku yang juga tidak bisa di selamatkan. Oemma hamil di usia yang terlalu tua, dokter sudah menyarankan untuk menggugurkannya tapi beliau bersikeras untuk mempertahankan bayi itu. Saat proses melahirkan, mereka berdua tidak bisa di selamatkan. Aku benar-benar tak percaya jika oemma meninggalkanku begitu saja, rasa seperti langit runtuh di kepalaku. Aku benar-benar hancur dan ingin marah, tapi tidak ada yang bisa mengembalikan oemma padaku. Sejak saat itu aku benci terlalu dekat dengan orang lain, aku benci jika saja nanti orang itu tiba-tiba pergi, aku benci merasa kehilangan”

Aku terdiam, aku tak percaya seorang Haruto jadi begitu rapuh. Benar-benar diluar dugaanku. Ia diam, dan aku bisa merasakan alasan dari sikap kerasnya selama ini. Aku menyentuh wajahnya, mengusap pelan wajah porselen itu, hah… sangat menawan bahkan di saat seperti ini.

Tanganku turun menyentuh dadanya yang bergemuruh, meskipun debarannya sangat cepat tapi sesuatu yang kosong membuat debaran itu seperti suara hampa yang menemaninya selama ini.

“It must be hard…” Ia tak menatapku, mengalihkan pandangannya dariku. Untuk pertama kalinya, seorang Wantanabe Haruto jatuh dari posisi superiornya. Aku menariknya ke dalam dekapanku, merasakan kesediahannya meresap dalam setiap detakan jantungnya yang kudengar.

“Yasieya…”

“hmmmm?” Aku melepaskannya dari pelukanku, menatap matanya yang sayu.

“Jangan pergi…” Aku terpana mendengarkan permintaannya yang sangat mengejutkan. Aku kira selama ini ia hanya menjadikanku pelampiasan dari hasratnya atau seseorang yang bisa ia ganggu disaat ia bosan.

Mungkin aku berarti lebih untuknya…

“Panggil aku noona dulu”

“Mwo?!”

“YA! Aku lebih tua darimu dan kau bahkan tidak pernah memanggilku noona sekalipun. Yoshi saja yang hanya satu tahun lebih muda dariku masih memanggilku noona” Wajahnya berubah kesal dan itulah yang aku inginkan, aku tak mau ia berlarut-larut dalam perasaan sedihnya.

“Shiroo!” Wajah termenyebalkannya kembali muncul tapi kali ini aku benar-benar menyukai ekspresi itu.

“Yasudah. Besok aku akan pulang ke rumahku”

Married to Watanabe Haruto NC21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang