"aku marah sama matahari," haruto memasang wajah kesal nya sambil menatap matahari melalu jendela kaca uks.
"jangan marah-marah, nanti cepet tua," balas jeongwoo yang sedang terbaring lemas tatkala beberapa menit lalu dirinya mimisan dan pingsan.
"kaya gini memang muka tua," haruto beranjak dari tempat nya kemudian menghampiri jeongwoo. dirinya duduk di tepi ranjang dan menipiskan jarak antara wajah nya dan jeongwoo.
jeongwoo memerah kita wajah itu kian mendekat. membuat deru napas kedua nya bertabrakan serta detakk jantung yang sangat gak karuan.
pada akhir nya jeongwoo menjadi yang paling pertama membentang jarak. ia menoleh ke arah samping guna menghindari tatapan teduh haruto yang memabukkan.
"jangan marah sama matahari, huga," katanya lemas.
"kenapa?"
"kalau gak ada matahari nanti dunia jadi gelap."
haruto mengangguk sok paham, "oooh gituuu. padahal kamu sama matahari lebih terang kamu."
"hahahaha ngaco!"
si tampan dengan tinggi semampai itu tersenyum lega melihat kesayangan nya bisa tertawa bahagia. walaupun bibir pucat nya gak bisa abaikan, tapi haruto tetap bersyukur jeongwoo terlihat baikan.
"hahahaha. ya udah aku gak jadi marah sama matahari. tapi aku marah sama darah."
"kenapa gitu?"
"keluar seenak nya sampai bikin jinggaku lemes," haruto menatap sendu pada tetesan air berwarna merah yang kembali menetes kebawah.
dengan cekatan ia mengambil tisu untuk menyumbat darah tersebut. kemudian ia membimbing jeongwoo agar duduk dengan posisi condong kedepan. sesuai instruksi kakak uks kepada haruto tadi.
"kamu pusing?" tanya haruto ketika dirasa darah nakal itu sudah berhenti keluar.
jeongwoo mengangguk. rasanya pusing sekali. tapi ia tetap tersenyum untuk mengakali rasa sakit nya. sekaligus agar terlihat bahagia.
"aku sedih kamu sakit," tutur haruto yang sedang urung berbahagia.
"aku sedih kamu sedih," tukas jeongwoo dengan bibir nya yang tertekuk kebawah.
"tapi kalau ini sama ini di tarik ke atas, nanti pusingku hilang," lanjut nya sambil menarik kedua sudut bibir kekasih nya ke atas. jeongwoo tersenyum puas ketika ia berhasil membuat haruto tersenyum juga.
"ini udah senyum. jadi kamu harus cepat-cepat sembuh ya," haruto tersenyum lebar sekali. berharap jeongwoo cepat sembuh dan sakit nya pergi gak datang lagi.
"iyaaa. ini kalau aku di peluk sambil sandaran di dada kamu kayanya bakalan cepet sembuh," kata jeongwoo dengan pose berpikir.
kode itu tentu saja gak di sia-siakan oleh si tampan. lantas raga sosok di depan nya ini segera ia rengkuh. memberi tahu segala rasa khawatir, takut, bahagia, cinta, dan kasih sayang lewat usapan lembut pada punggung jeongwoo serta kecupan kecil di ujung kepala.
"kamu sehat-sehat terus ya, jingga. nanti ratusan milyar orang sedih karena alam semestanya gak bisa ceria."
itu pesan huga pada jingga, penyakit nya, dan Tuhan di atas sana.
"huga, kalau aku minta berhenti. kamu bakalan gimana?"
siang itu entah atas dasar apa, jeongwoo bertanya. sebuah pertanyaan yang gak pernah jeongwoo duga akan terbesit di otak nya. sampai membuat haruto terdiam dari acara makan nya.
namun yang lebih tua memilih tersenyum. mengelus kepala jeongwoo pelan.
"aku biarin."
jeongwoo tahu kalau jawaban haruto gak akan tertebak. tapi dibalik itu ia tahu kalau haruto punya alasan tak terduga pula.
"kenapa gitu? harus nya kalau beneran sayang bukan nya di tahan?" alis jeongwoo berkerut bingung. raut wajah nya ikut menyaratkan ketidaksetujuan.
haruto terkekeh, "kan cara orang buat menyayangi itu beda-beda, jingga," kini tangan jeongwoo di genggam. takut kalau si manis pergi menghilang.
"aku biarin kamu pergi biar kamu bahagia, kan tugas aku itu."
"tapi aku kalau gak sama kamu gak bahagia," ujar jeongwoo.
rekahan suam haruto kini makin lebar dan hangat. membuat pipi jeongwoo memerah dan sensasi aneh yang menyengat.
"nah itu. kalau semisal kamu mau berhenti sama aku, tanda nya aku udah gak bisa bikin kamu bahagia. jadi aku harus biarin kamu cari kebahagiaan kamu yang semestinya. paham, jingga?"
jeongwoo mengangguk. lantas ia mendaratkan kepalanya di bahu haruto.
"aku takut."
"ada aku yang besar sama kuat. gak usah takut," balas haruto setengah bercanda. syukur nya itu membuat jeongwoo tertawa.
"hahaha iya beneeeerr. aku kan juga besar sama kuat," jeongwoo beralih menegakkan badan nya dan menghadap ke arah haruto. berpose layak nya orang yang sedang memamerkan otot, ditambah dengan matanya yang melotot.
mencoba menjadi garang tapi sayang ini jingga.
kalau kata huga, "jingga, kamu garang kalau aku berhenti mencintai kamu. alias gak akan pernah hahahaha."
"sering-sering ketawa ya, jingga," pinta haruto pada jeongwoo.
"artinya kamu harus sering-sering dekat aku," kini kepala jeongwoo kembali bersandar nyaman pada bahu haruto.
"hahaha iya. tapi kalau aku gak ada, tetap harus bahagia loh."
bibir jeongwoo melengkung turun. dia gak suka kalau konteks gak ada yang di maksud pacar nya adalah gak ada yang berkurun waktu selamanya.
tapi ia memilih abai dan pura-pura gak tahu. jeongwoo gak mau membahas topik seperti ini karena yang ia mau adalah membahas hal yang senang-senang dengan haruto. jeongwoo mau nya itu!
"itu masih lama. kita jadi kakek-kakek masih puluhan tau besok."
haruto mengangguk paham. dirinya memilih tersenyum sambil memeluk erat jeongwoo dan meninggalkan topik pertanyaan yang membuat jeongwoo menjadi lebih diam.
aku lagi sedih, lagi gaalau. jadi kebelet nulis yang sedih sedih dan cocok nya buat huga jingga. betul apa betul.
tapi ini ga sedih sedih banget sih. mengingat aku ga bisa nulis yang sedih sedih. tapi semoga kalian suka yaaa teman temaan!! <33
AH IYA mau bilaaang. kalau kalian ada hal yang kurang sreg sama cerita cerita ku, bisa ketum dm ku, coment, atau yang temenan sama aku di burung biru bisa sampein krisar nya disanaaa.
makasii udah mau mampir dan sukaa!! ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
nabastala
Fanfiction"jingga maaf, aku belum bisa bikin kisah telenovela kita semanis punya dilan dan milea." ⋆ bxb, jangan salpak! ⋆ hajeongwoo in ur areaa!!