2 of 5

56 8 0
                                    

“Lalu kenapa kau masih di sana?”

Kaleng colla diletakkannya sedikit kasar di meja depanmu. Kau menatap orang itu seraya mengeratkan selimut yang dia berikan saat kau tiba-tiba datang basah kuyup ke restorannya.

Benar, hujan datang seolah tahu sedihmu butuh teman. Langit menumpahkan derai itu agar air matamu tak dilihat orang. Dengan konsekuensi tubuhmu mengigil dan pria yang saat ini bersamamu akan mengomel.

“Jangan bilang kau masih mencintainya?” katanya memastikan.

“Aku sudah katakan padamu. Jung Kook tidak akan berubah. Dia akan tetap seperti itu.” imbuhnya tanpa menutup-nutupi kekesalan. Dan lagi-lagi menyadarkanmu siapa sosok pria yang kau gilai sampai jadi seperti ini. Tapi alih-alih mendengarkan, kau hanya memandang rintik air di luar restoran ini dalam keterdiaman yang panjang.

Hujan diluar sana masih belum reda, dan yang bisa kau ajak bicara hanya dia, Kim Tae Hyung. Sahabatmu. Kau tidak punya tempat mengadu selain Tae. Orangtua yang sudah tiada, sahabatmu Jia yang justru menikammu, teman kuliah yang selalu berkata sibuk jika kau  mengajak pergi bersama, nyaris tidak ada orang yang bisa kau sebut dengan dekat. Pilihan satu-satunya hanya Tae.

“Aku harus bagaimana?” tanyamu putus asa memecah hening panjang. Sejujurnya, kau sangat ingin meninggalkan Jung Kook, tapi sesekali kenangan manis bersama Jung Kook yang terlintas di kepalamu membuatmu ragu. Sementara dari sudut matamu, Tae  tampak membuka tutup minuman kaleng di meja tadi, memberikannya padamu kemudian.

“Kau sudah tahu, apa yang harus kau lakukan.” katanya singkat.

Kau menunduk, menyimpan air matamu agar tak terjatuh. Kau tidak boleh menangis. Jika tidak Tae pasti akan memarahimu habis-habisan.

“Saat kau memutuskan menjadi selingkuhannya empat tahun lalu, bukan berarti kau akan menjadi yang terakhir untuknya.”

Tepat menusuk jantung. Ucapan itu justru membuatmu bersalah alih-alih marah dengan perselingkuhan yang dilakukan Jung Kook padamu.

“Saat kau mendapatkannya dengan cara yang salah, kau juga harus siap untuk kehilangannya dengan cara yang serupa.”

Wajahmu terangkat, Tae masih menatapmu. Seperti hari-hari sebelumnya pria itu bersedia meluangkan waktunya duduk seperti sekarang hanya untukmu. Segala bentuk resah dan sedihmu, pria itu ada diurutan pertama yang akan bersedia mendengarkan apapun yang ingin kau luapkan. Layaknya tong sampah, dia tidak pernah mengeluh menampung ceritamu.

Saat kalian saling bertukar tatap, kau lihat dengan jelas garis rahang Tae yang mencoba disembunyikan. Pria itu jelas marah dan sangat kesal. Dari awal Tae sudah memperingati. Jung Kook bukan lelaki baik. Tapi bukannya mengikuti saran Tae, kau justru memacari Jung Kook. Dulu, kalian bahkan sempat tak bertegur sapa seminggu karena keputusanmu iu. Dan sekarang baru kau menyesal.

“Aku tak bisa melepasnya.” ucapmu parau. Kabur dari tatapan matanya. Colla di atas meja itu lebih aman kau pandangi daripada harus menerima tatapan sahabatmu itu. Entah kenapa ingatan tentang Jung Kook yang memperlakukanmu manis selalu membuatmu goyah. Kau mulai berpikir bagaimana hari-harimu yang sudah terbiasa ada Jung Kook, lalu tiba-tiba hilang. Kau mulai takut jika akan terasa lebih sepi dari sebelum kau bertemu pria itu.

“Terus, untuk apa kau datang ke sini sambil menangis? Kalau kau sendiri tak mau putus.”

Kau diam membiarkan Tae marah. 

“Anna, aku hanya ingin mengatakan ini untuk sahabatku. Aku tidak ingin kau terluka lebih dalam lagi. Putuskan Jung Kook.” tegasnya. Seolah perkara itu akan selesai dengan satu keputusan tersebut.

“Tae.”

“Hari ini tidur dirumahku saja. Adikku dirumah. Aku beres-beres dulu, lalu kita pulang.”

Setelah mengucapkan semua itu, Tae bangkit. Berjalan menjauhimu dan tampak sibuk dengan pekerjaannya. Sementara kau hanya duduk memperhatikan, kau beruntung masih memiliki sahabat sebaik Tae sementara Jia menusukmu. Dan kali ini, kau buang jauh-jauh ragumu tadi, apapun caranya kau harus meninggalkan Jung Kook.

Drtt.

Tekadmu masih kuat, sebelum  getar ponsel di atas meja mengintruksikan matamu untuk menangkap nama di balik layar benda persegi itu.

Drtt.

Sudah dua pesan masuk, dan kau memutuskan untuk membukanya. Sebuah kalimat pembuka berhasil membuat darahmu berdesir ke kepala. Sekonyong-konyong dadamu sesak dipenuhi udara yang entah kenapa bisa masuk kedalam sana.

 Sekonyong-konyong dadamu sesak dipenuhi udara yang entah kenapa bisa masuk kedalam sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kalimat berakhir, dan kau tersadar dari pesan yang sempat menghanyutkan perasaanmu. Tae  sudah berdiri di hadapanmu. Lekas merebut ponsel itu.

Lelaki itu membaca pesan Jung Kook. Tapi detik berikutnya dia mengembalikan ponsel itu padamu lagi. Wajahnya tak berubah, masih tetap tenang seperti biasanya. Hanya saja napas yang baru saja dia embuskan terdengar melelahkan.

“Jadi kau mau pulang kerumahku atau kembali menjadi bodoh untuknya?”



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tbc

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tbc

We Don't Talk Anymore ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang