Lembah Hijau adalah bukti keberadaan energi alam. Setiap seseorang melakukan latihan dan bertapa di sana, mereka akan segera merasakan tubuh semakin kuat. Meski begitu, energi alam yang berwarna hijau tidak boleh bercampur dengan energi alam berwarna merah yang biasanya terdapat pada suatu benda hasil cipta manusia. Karena ketika keduanya bercampur, sesuatu yang ada di sekitarnya akan hancur tanpa diketahui sang pengendali energi.
Begitulah isi dari sebuah buku sejarah yang ada di perpustakaan istana. Putri Seruna mengatupkan bibir berusaha memahami. Energi alam berwarna hijau sudah sering ia dapati saat latihan di istana tetapi energi alam berwarna merah belum pernah ia mendengarnya.
"Aku harus melanjutkan bacaannya."
Energi alam hijau menarik kebaikan dari alam sekitaran sedangkan merah menarik keburukan dari benda yang berada pada tubuh sang pengendali. Keduanya sama-sama kuat, namun semakin besar rasa benci yang terdapat di hati seorang pengendali semakin kuat pula energi merah yang dihasilkan.
Suara ketukan selepah memasuki perpustakaan. Putri Seruna segera menutup buku itu dan menyembunyikannya. Buku berjudul Tujuh Burosat memang berada di rak terlarang yang artinya tidak setiap orang bisa membacanya termasuk Putri kerajaan sendiri.
"Seruna, mengapa kau masih di sini? Sudah waktunya makan malam, cepat ke ruang makan sekarang!" suruh Pangeran Frido seraya menyedekapkan dua tangannya di dada.
"I-iya, kak. Tapi apa putri menyebalkan itu juga ikut makan malam bersama?" tanya Putri Seruna mengubah raut wajahnya kesal.
"Maksudmu Putri Arira?"
"Siapa lagi kalau bukan dia?"
"Kau tidak boleh terlalu membencinya, Seruna. Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar sang pangeran.
"ADIK TIRI!"
Pangeran Frido menghela napas panjang. Sejujurnya ia pun masih belum menerima kehadiran ibu baru sekaligus ratu baru mereka. Setelah kepergian permaisuri Serita, raja memutuskan untuk menikah dengan seorang perempuan cantik bernama Falila. Ia mempunyai anak bernama Arira. Seorang gadis yang menurut Seruna, senang mencari perhatian.
"Aku akan menyusul," kata Putri Seruna.
"Baiklah."
Setelah memastikan pangeran Frido dilahap jarak, Putri Seruna mengambil buku Tujuh Burosat kembali dan membawanya ke paviliun miliknya secara sembunyi-sembunyi.
Sesampainya di kamar ia meletakkan buku itu di dalam lemari pakaian.
🔥
Di ruang makan istana, Raja Serkan, Ratu Falila, Putri Seruna, Pangeran Frido dan Putri Arira tengah asyik mendentingkan sendok dengan piring. Wajah angkuh Ratu Falila membuat Putri Seruna muak. Ia meletakkan sendoknya lantas minum dan berpamitan untuk kembali ke arena latihan.
"Wajahnya itu sangat memuakkan! Aku sangat membencinya," gumam Putri Seruna seraya memakai sepatu kulit yang biasa ia pakai latihan berpedang.
Ia segera bergabung dengan seorang panglima. Banyak juga prajurit yang sedang berlatih di sana. Gero, panglima perang tertinggi menjadi guru bela diri Putri Seruna sejak setahun lalu. Namun, sang putri sama sekali tidak nyaman dengan gurunya itu.
"Haish, wajahmu sangat garang! Aku tidak menyukainya. Setidaknya senyumlah sedikit saja, Gero," protes Putri Seruna sengit.
"Pegang ini!" Gero memberikan sebuah pedang yang kemudian diterima Seruna.
"Aku menunggu skill pedang baru dari kemarin. Kau masih saja mengajarkanku ilmu pedang yang sama setelah setahun berlatih."
Gero tak menjawab. Dia mengeluarkan sebilah pedang yang sama dengan Seruna. Wajah datar dan tak berperasaannya itu mampu membuat Seruna jengah setiap hari dan tak bersemangat untuk latihan. Namun, di kerajaan ini, seorang putri bangsawan harus belajar bela diri bertujuan mewanti-wanti kejadian yang tidak diinginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heirloom
FantasySeruna mendapat kejutan tak terduga dari ayahnya yang merupakan seorang raja di negeri Seiring. Kejutan itu berupa hukuman mati sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya. Namun, Seruna berhasil kabur diselamatkan oleh kakak keduanya hingga s...