Di sebuah kedai makanan, Seruna, Frido, Zazuna dan Suno tampak mengamati beberapa orang yang tengah bersantai di sana. Rencananya mereka akan bertanya mengenai pencuri Bidang kepada pemilik kedai setelah menikmati hidangan yang dipesan.
"Siapa yang akan bertanya?" tanya Frido.
Mereka saling melirik.
"Baiklah, biar aku saja!"Suno berjalan menuju tempat sang pemilik kedai. Pria tua berjanggut itu memasang wajah sangar. Wajah yang ia perlihatkan kepada semua orang. Sungguh tidak pantas untuk seorang pedagang makanan yang membutuhkan banyak pelanggan.
"Pak tua, aku ingin bertanya sesuatu," kata Suno mengawali.
"Tidak bisa! Aku sedang sibuk," jawabnya seraya menyusun mangkuk-mangkuk.
"Hanya sebentar."
"Tidak bisa!"
"Kau ini ... pelit sekali! Kau hanya perlu menjawabnya, pak tua!"
Pak tua itu menatap Suno tajam. Matanya melirik ikat kepala yang terpampang di dahi Suno. Ia menghela napas panjang.
"Jika aku tetap tidak mau menjawab pertanyaanmu, apakah kau akan membunuhku?"
"Apa maksudmu?"
Pria tua itu tertawa kecil.
"Seorang pendekar terkadang bertindak kasar jika apa yang dia inginkan tidak dapat diperoleh. Aku hanya memastikan.""Jangan bertele-tele, pak tua! Aku ingin tahu tentang Pencuri Bidang. Itu saja," geram Suno.
Dia nampak terkejut mendengar ucapan Suno. Detik berikutnya sang kakek melangkah menuju meja tempat Seruna, Frido dan Zazuna berada. Sementara Suno berdecih kesal.
"Hai anak muda! Apa yang akan kalian lakukan saat mengetahui informasi mengenai pencuri Bidang?"
Mereka bergeming. Seruna menggeleng. Ini tidak semudah yang ia kira.
"Kami akan pergi ke markas besar mereka dan membasmi pencuri Bidang. Memangnya kenapa?"Tawa berderai menampilkan keriput di sela-sela kerutan wajahnya. Semakin lama tawa itu semakin keras mampu menarik perhatian para pelanggan yang ada di sana. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan anak-anak kurang kerjaan seperti mereka.
"Anak muda, sebaiknya kalian pulang ke rumah! Jangan sampai orang tua kalian khawatir! Aku tahu kalian pendekar tetapi empat orang sakti tidak akan mampu melawan ratusan orang sakti. Anak-anak yang aneh!" Kakek itu melenggang.
Tak terima dengan pernyataan si pak tua, Suno melontarkan kata-kata kesalnya.
"Dasar pak tua aneh! Kau tidak lebih dari sekadar kakek tua yang lemah, jangan sombong!""Kakek tua yang lemah, ya? Hmm ... benar juga perkataanmu. Jadi, apa yang ingin kalian tahu dariku?"
Mereka kembali melihat satu sama lain terkecuali Zazuna yang setia dengan wajah datarnya. Tak bisa dipungkiri bila pria tua di hadapan mereka tipe orang yang tak bisa ditebak.
"Di manakah markas besar pencuri Bidang? Dan seberapa kuat mereka?" tanya Frido.
Pak tua mengelus janggutnya. Tersenyum lebar. Ia ikut duduk di bundaran meja yang sama dengan mereka.
"Sebelumnya, perkenalkan namaku Sugu. Orang-orang di dunia kultivasi biasa menyebutku Sugu Da Langit."Seketika wajah-wajah di meja itu pucat. Sugu Da Langit, pendekar elemen air nomor satu di antara para pengguna elemen air lainnya yang juga ayah dari kakek Frido dan Seruna. Dengan kata lain Sugu adalah kakek buyut mereka. Ia dinyatakan gugur diperang dunia ke dua. Tentu ini sebuah kenyataan yang sulit dipercaya.
"Tidak mungkin! Sugu Da Langit sudah tiada dua puluh tahun lalu. Jangan mengada-ada!" bantah Frido.
Kakek Sugu tertawa.
"Ya, berita yang beredar memang demikian. Namun, bukannya tidak mungkin jika seseorang memilih hidup sederhana menjadi kakek lemah di sebuah gubuk. Jangan kira aku tidak tahu kalian berdua siapa. Aura biru yang terpancar dari tubuh kau dan kau adalah aura keluarga kerajaan Seiring sama sepertiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heirloom
FantasySeruna mendapat kejutan tak terduga dari ayahnya yang merupakan seorang raja di negeri Seiring. Kejutan itu berupa hukuman mati sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya. Namun, Seruna berhasil kabur diselamatkan oleh kakak keduanya hingga s...