Jungwon menggiring Jay ke pinggir hutan tanpa melepaskan belati di leher Jay. Entah kenapa Jay sama sekali tidak merasa takut. Mungkin karena Jungwon begitu mungil sampai harus berjinjit sedikit untuk meraih lehernya.
"Hei," bisik Jay pelan, "aku tidak tahu apa masalahmu, tapi tolong jangan biarkan bukunya berserakan, itu punya perpustakaan,"
Jungwon tidak menjawab. Ia menekan belatinya sedikit lebih dalam—Jay meringis ngeri.
"Kamu mencariku," desis Jungwon pelan. "Apa urusanmu?"
"Pertanyaan bagus," sahut Jay. "Sebelum itu aku juga mau bertanya..."
Jungwon membuka mulut untuk memprotes, tapi sebelum ia sempat bersuara, tangannya dicekal kuat, Jay entah bagaimana lepas dari kungkungannya—tahu-tahu tangannya dipelintir hingga ujung belati itu menempel di punggungnya sendiri. Jungwon gemetaran. Ia tak bisa bergerak.
"Bocah kecil sepertimu seharusnya tidak main pisau, Jungwon-ssi. Sudah hampir malam, seharusnya kamu pulang, cuci kaki terus tidur." Jay menyeringai.
"Darimana—kenapa tahu namaku—"
"Ah, iya. Kemarin aku pakai topeng, ya? Tapi masa sudah lupa suaraku?" Jay menekan pisau itu sedikit, Jungwon memekik lirih. "Jangan pura-pura lupa."
"Kamu—Pencuri Hitam?" Jungwon tergagap. "Kenapa ada di sini? Urusan kita sudah selesai!"
"Memang. Tapi aku punya beberapa pertanyaan." Jay melepaskan genggamannya di tangan Jungwon. Belatinya jatuh berkelontangan di tanah. Jungwon terduduk lemas, napasnya memburu. Keringat dingin mengalir deras di dahinya. Mata Jay menyipit, ia antara kasihan dan ingin tertawa melihat bocah yang tadi mengancam mau memotong lehernya sekarang meringkuk seperti kelinci tersesat. "Kalau kamu tadi tidak agresif, tidak perlu sampai begini."
Jungwon merona merah dan tertunduk. Bunga-bunga pansy di kulitnya mengkerut. "Apa maumu?"
Giliran Jay yang tergagap. Sebetulnya ia juga tidak begitu yakin kenapa ia sebegitu penasaran soal identitas Jungwon, dan setelah dipikir lagi, rasanya tidak sopan tiba-tiba menanyakan hal seperti itu. Jay mungkin pencuri, tapi pencuri juga punya tata krama.
Tapi karena sudah telanjur sampai sini, sayang juga kalau kesempatan ini terlewatkan. Akhirnya Jay menyemburkan hal pertama yang muncul di kepalanya—
"Mau aku traktir udon nggak?
-
Jungwon menyeruput udonnya sambil menatap aneh ke arah Jay. Jay sendiri pura-pura tak tahu, menghabiskan isi mangkoknya tanpa bicara apapun. Selama mereka ada di situ, tidak sedikit yang menatap mereka keheranan, karena jujur saja, mereka memang terlihat tidak wajar. Jay Park, adik sepupu Heeseung, makan udon berdua dengan sosok bertudung tak dikenal, jelas bukan sesuatu yang bisa dilihat setiap hari.
"Hyung, kita dilihatin orang-orang tuh.""Lihatin balik."
Jungwon merengut. Ia merapatkan tudung dan jubahnya sebelum melanjutkan makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
bloom [jaywon]
Fanfictiona thief, and a boy who was desperate to fly. "kamu segitu pinginnya terbang. apa kamu dulu mati tenggelam?"