"Jay."
Betul-betul aneh... rasanya ada yang salah...
"Park Jay."
Kira-kira apa ya? Apa matanya... apa bunganya—
"PARK JAY!"
Jay tersentak dari lamunannya. Tahu-tahu dia sudah kembali di dapur dengan adonan roti setengah jadi di genggamannya. Heeseung sedang menatapnya sambil manyun.
"Diajak ngomong dari tadi..."
"Maaf, hyung," Jay meneruskan menguleni adonan roti, mengerjap-ngerjap cepat. "Kenapa? Hyung tadi bilang apa?"
"Gak jadi. Sudah nggak mood."
Jay mengangguk-angguk sok paham. "Kei-hyung mau pulang?"
Secuil adonan roti mendarat di jidat Jay. Heeseung mengaduk adonannya sekuat tenaga, wajahnya merona merah dari telinga sampai hidung.
"Jangan," seru Heeseung, "sebut-sebut Kei di sini!"
Heeseung membanting adonan rotinya ke loyang, meratakannya, lalu setengah melempar loyang itu ke dalam oven. Jay mundur selangkah. Padahal maksudnya bercanda, ternyata Heeseung sensi betulan. Sejak Kei pamit bekerja di seberang laut, Heeseung jadi sensitif tiap namanya disebut-sebut. Padahal cowok yang katanya kekasihnya itu masih setia mengirim surat sebulan sekali.
Jay menyelesaikan menguleni adonannya. Baskom berisi adonan itu ditutupi dengan serbet, lalu Jay beranjak untuk membuat adonan roti manis. Takut-takut ia melirik Heeseung yang masih diam di depan oven.
"Jay, kamu tadi melamun apa?"
Jay terkesiap. "Bukan apa-apa, hyung. Cuma klienku yang kemarin... dia agak aneh."
"Oh pantesan galau," tukas Heeseung. "Sadar nggak kalau adonanmu yang tadi belum dikasih gula?"
Rahang Jay jatuh. Mampus—Jay baru sadar ia tadi tidak memasukkan gula. Ia menyambar baskom adonannya, terpana. Sudah terlambat.
"Mampus."
"Adonanmu yang itu, kamu pakai tepung apa?"
"Terigu!" seru Jay kalut.
"Yah, menurutku enggak."
Heeseung menunjuk kaleng tepung yang tadi Jay buka. Tertulis besar-besar di badan kalengnya: TEPUNG KETAN. Jay menepuk jidatnya keras-keras.
"Maaf, hyungnim."
Heeseung mengangguk ringan. "Sudahlah. Biar aku yang buat lagi adonannya. Jay, kalau kamu segitu galaunya, mendingan kamu pergi sana daripada merusak adonan."
"Yang bener, hyung."
"Serius."
"Tapi masih banyak yang harus dibuat," ujar Jay ragu. Heeseung menggeleng, melambaikan serbet di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
bloom [jaywon]
Fiksi Penggemara thief, and a boy who was desperate to fly. "kamu segitu pinginnya terbang. apa kamu dulu mati tenggelam?"