Dio dan Tiga bersaudara

4 1 0
                                    

Daniar tak percaya apa yang telah ia perbuat sehari setelahnya. Malam hari setelah kata-kata ajaib keluar dari mulutnya, sungguh ia tak bisa tidur. Selain karena suasana dingin sedangkan ia hanya memakai selimut tipis, kecemasan melandanya. Bukanlah salahnya telah meluapkan emosi sementara mereka memulainya. Tapi trauma tetap trauma, Daniar tak berhenti memikirkan apa yang akan mereka lakukan padanya di kemudian hari. Dulu Daniar serupa penurut dan diam saja ketika beberapa orang berbicara begitu padanya. Harusnya sekarang ia senang karena perlahan tak menyebabkan lukanya semakin memburuk. Daniar juga harus ingat kalau ia sangat berbeda dari yang dulu, Daniar sekarang memiliki teman.

'Tak ada yang perlu ditakuti, lawanlah mereka. Jika masih takut, ingatlah kalau ada seseorang yang akan membantumu.'

Sebuah bisikan seperti itu yang akhirnya membuat ia akhirnya bisa tidur terlelap. Ya, mereka, Fathur dan Dio adalah teman-temannya selama hampir satu tahun ini. Mereka sungguh baik.

***

Selepas mengumpulkan bola kasti karena pelajaran olahraga baru saja berakhir, Fathur dan Dio menghampirinya. Selain mereka bertiga, anak-anak di kelas sedang antusias membicarakan tentang pesta ulang tahun Berryl, salah satu anak konglomerat yang juga memiliki paras cantik. Sungguh beruntung orang yang berteman dengannya dan mendapat undangan untuk datang ke pestanya, begitu pembicaraan orang-orang yang Daniar tangkap.

"Aku diajak Fred, kuancam dia kalau aku tak mau jadi pacarnya sebelum aku bisa datang ke pesta itu."

"Karena aku dekat dengan salah satu pengurus Osis di kelas Berryl, akhirnya dia mau mengajakku. Hari ini aku mau membeli gaun sepulang sekolah nanti."

"Si bodoh Reza tak mau mengajakku karena si centil dari kelas sebelah sudah memintanya duluan."

"Andai kita ditempatkan di kelas yang sama dengan Berryl ya, malangnya kita dapat kelas yang tak menarik sama sekali."

Daniar kemudian bertanya pada Fathur dan Dio apakah mereka mengenal Berryl, mereka kompak mengangkat bahu. Syukurlah, ia kira hanya dirinya seorang yang tak mengenal Berryl meski hampir satu tahun bersekolah di SMA.

"Kalau ada orang yang mengajak kalian, mau datang?"

"Untuk apa datang ke pesta ulang tahun yang bahkan kita tidak mengenalnya, Niar?" jawab Fathur

"Kukira, kenapa yang lain berebut ingin pergi ya?"

"Berryl semacam teman yang memiliki segalanya, anak pengusaha terkenal, paras cantik, intinya menguntungkan jika punya teman macam dia, kurasa."

"Katanya tidak kenal, bagaimana sih, Dio."

"Memang kita tidak saling mengenal, aku hanya tahu sosoknya saja karena sering berseliweran di setiap obrolan group waktu SMP."

"Kamu satu sekolah dengannya?"

Dio mengangguk singkat seolah tak ingin lagi berbicara banyak tentangnya ataupun sekolahnya dulu. Dio pernah bilang kalau ia tak mau berurusan dengan orang lain saat ia SMP, sungguh bodoh saat ia mengingatnya kembali. Dio yang dulu adalah sosok pemberontak hingga membuatnya disegani beberapa orang. Tak banyak kira-kira yang mau berteman dengannya tapi surat cinta selalu mengalir deras, kebanyakan mengagumi tubuhnya yang tinggi juga atletis. Tapi Dio pernah bilang lagi kalau usaha membuat badannya tampak atletis hanyalah sia-sia kala keluarganya tak menyetujui ia menggeluti bidang keolahragaan. Itulah alasannya ia menjadi anak pemberontak, selama kurang lebih dua tahun. Untuk sekarang Dio lebih terkendali, ia banyak senyum dan berbicara. Kalau dirinya sewaktu-waktu memberontak lagi, Fathur dan Daniar dimintanya untuk menenangkannya.

"Kemarin-kemarin aku diajak teman SMP datang ke ulang tahun Berryl tapi aku menolaknya."

"Teman SMP-mu yang tak punya akhlak itu? Bagus kamu menolak mereka."

Summer Triangle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang