Speed boat yang membawa tim Dante menuju selatan laut Flores melaju konstan di bawah kendali professional helper.
Dante duduk di sebelah Johan -rekan di tim IT, dan mengawasi laptop yang menyerupai koper kecil itu. Di layarnya, menampilkan titik kecil yang terus bergerak ke arah selatan. Titik itu adalah mereka. Bergerak menuju titik koordinat tempat mereka akan melakukan ekspedisi.
Pakaian menyelam yang dikenakan Dante hanya melapisi bagian kakinya. Sementara lelaki itu masih membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka. Maklum, pakaian menyelam itu membuat lembab dan panas. Apalagi yang dikenakan arkeolog maritim seperti Dante merupakan jenis khusus dengan alasan keamanan.
Dante menatap Lula sekilas, melihat rekan kerjanya yang biasa selengean itu sedikit cemas.
Semakin mendekati titik koordinat, Lula semakin gusar.
"La, are you okay?"
"I'm okay." Lula membalas percaya diri.
Dante mengangguk, menatap laut selatan yang berwarna biru gelap. Menandakan betapa dalamnya laut di bawah mereka. Terbayang dalam benak Dante, suasana di bawah laut yang tenang, gelap, dan menyimpan banyak misteri. Tapi itulah yang disukai Dante. "Kita ngga akan melewati batas palung."
Palung...
Bagian yabg ditakuti Lula. Laut selatan terkenal dengan palungnya yang ganas. Patahannya aktif, dan apapun bisa terjadi sewaktu-waktu. Tapi mereka sudah memperhitungkan banyak hal, termasuk rapat dengan BMKG setempat.
Tiba di titik koordinat, speed boat berhenti. Dante menaikkan pakaian selamnya, kemudian memasang tabung oksigen di punggung dan sekali lagi memastikan selangnya berfungsi dengan baik. "Inget, jangan jauh-jauh dari gue! Kita nyelam berdekatan. Kalau ada tanda bahaya, jangan langsung panik. Kirim tanda ke gue."
Yang lain mengangguk.
Jauh dari rumah...
Dibawa ombak yang mengamuk...
Saat langit berduka...
Ayah yang merindukan putri kecilnya...
Merindukan putri laut kami..."Dan?" Abram menepuk bahunya keras saat mendapati Dante terdiam. "Dante?!"
"Hm?" Dante mengerjap, sesaat menyadari bahwa ia baru saja terdiam secara tiba-tiba seperti yang beberapa kali terjadi padanya. Nge-bug. Tapi ia tidak nge-bug. Lelaki itu sedang berusaha mendengarkan nyanyian lirh yang didengarnya kemarin waktu tiba di hotel.
Hanya saja, nyanyiannya jadi lebih jelas ketika ia berada di tengah laut.
Tersadar dari kekhawatiran teman-temannya, Dante kemudian duduk di tepi, memasang selang di mulutnya, sebelum menghempaskan punggungnya ke laut. Disusul Abram, Haris, Yanu, kemudian Lula.
Suasana yang cerah dan menyenangkan di atas laut, bersama suara angin dan suara burung, seketika berganti hening bawah laut yang mencekam.
Di bawah mereka, dasar laut ratusan meter jauhnya. Gelap dan sunyi.
Dante mengumpulkan timnya, menatap tajam mereka satu persatu, kemudian memberi isyarat dengan tangannya. Dan mereka mulai melakukan ekspedisi.
🍃🍃🍃
"Gue masih ngga percaya makhluk mitologi itu ada," ucap Cio, tampak yakin dengan pemikirannya yang mempercayai hal logis sementara Jeje tampak sudah menyerah meyakinkan sahabatnya bahwa bisa jadi makhluk itu ada.
Sayangnya, Cio tidak bisa diyakinkan hanya dari pemikiran bisa jadi.
"Berapa abad mitos ini ada? Udah berabad-abad lalu. Tapi berapa banyak fakta yang bisa ngebuktiin? Cuma bisa dihitung jari, Je. Itu pun kalau bukti yang ada bukan hasil rekayasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun Ketiga
Fanfiction"Kita bisa ikut kamu. Asal kamu jangan ninggalin saya sama anak-anak. Embun, kita semua butuh kamu." Masih tentang harapan untuk menetap. Dante yang tau kalau ia telah mengawali segalanya dari kesalahan.