Ayahnya merindukan putri kecilnya...
Ingin melihatnya di tempat seharusnya dia berada...
Putri laut kami...
Kembalikan pada kami...Kali ini Dante menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha mengusir nyanyian lirih yang anehnya tidak bisa didengar orang lain.
"Dan, lo oke?" Abram bertanya pelan saat yang lain bersiap hendak menyelam. Bukannya Abram tidak memperhatikan, tapi sudah 2 minggu terakhir sejak mereka tiba di Flores dan beberapa kali ia mendapati Dante bersikap aneh.
Seperti sedang terganggu oleh sesuatu.
Kalau mereka sedang di kantor, Abram tidak terlalu ambil pusing. Tapi saat ini mereka sedang tugas lapangan. Mereka ada di laut lepas. Di samudra yang entah ada apa disana.
"Lo sakit?" Abram bertanya lagi saat Dante tidak menjawab. Malah sudah bersiap menyelam bersama tim susulan dari Jakarta. Selain tim mereka, kantor juga mendatangkan pelatih dan pengawas dari Australia untuk mendampingi para arkeolog maritim itu. "Mungkin lo harus ke rumah sakit, Dan-"
"I'm actually fine, okay? Gue cuma butuh fokus."
Tidak ada yang memperhatikan percakapan mereka di sudut karena yang lain sedang mendapat briefing tambahan dari Douglas Smith.
Abram menatap Dante sangsi, tampak berpikir sejenak sebelum menyuarakan isi pikirannya yang bahkan tidak disangka masih diingatnya. "Lo - denger suara itu lagi, Dan?"
"Mending lo siap-siap, cek semua peralatan lo."
Abram mendengus. "Gue kenal lo dari jaman kuliah, hapal mati sama semua gelagat lo. Apalagi tahun lalu-" Abram terdiam sebentar, menatap sekitar untuk memastikan tidak ada yang tertarik pada apa yang mereka bicarakan, dan agak mendekat pada Dante, "-tahun lalu, di Sulawesi, lo juga denger sesuatu yang ngga bisa kita denger kan?"
"Mungkin gue ada bakat indigo." Jawaban paling absurd yang bisa diberikan seorang Dante Amadeo.
"Aneh. Orang indigo ngga akan sukarela ngaku kalo dirinya indigo," sarkas Abram. Kemudian dengan agak keras, ia menepuk bahu Dante yang tampaknya bersikeras untuk ikut penyelaman lagi. Mau bagaimana pun, dia ketua tim. "Tahun lalu, lo makin keliatan terganggu sebelum-... sebelum lo diserang hiu. Jadi sekarang mending lo ke rumah sakit sebelum makin parah."
Dante menghela napas. "Abram Satria, ini bukan penyakit dan apa yang lo harapkan -ketua tim yang ngga ikut nyelam dan malah ke rumah sakit, tanpa terdiagnosa apapun? Come on, dude! Lo lebih pinter dari ini!"
🍃🍃🍃
Ada lagi hal yang tidak Dante beritahukan soal apa yang terjadi sebelum lelaki itu diserang hiu koboi di perairan Sulawesi, tahun lalu.
Persis seperti yang terjadi padanya selama di Flores, Dante kerapkali mendengar nyanyian lirih yang sebenarnya tidak terlalu jelas itu. Hanya saja, Dante sudah mendengarnya berkali-kali setiap ia ada di pantai atau laut, sampai serebrumnya membuat kesimpulan kalimat dari lirik yang dipahaminya sepenggal demi sepenggal. Hal itu kadang membuatnya muak berada di laut meski pada saat yang bersamaan laut adalah tempat favoritnya.
Kali pertama Dante mendengar suara itu, adalah ketika Dante dan Embun bulan madu di Australia, 16 tahun lalu. Dante sedang mengejar ombak untuk surfing dan Embun ada di pantai -menatap suaminya dengan kagum, saat Dante mendengar nyanyian lirih itu untuk kali pertama.
Saking lirihnya, terkesan seperti orang yang bersenandung dengan deheman. Dante pikir itu adalah kebisingan orang sekitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun Ketiga
Fanfic"Kita bisa ikut kamu. Asal kamu jangan ninggalin saya sama anak-anak. Embun, kita semua butuh kamu." Masih tentang harapan untuk menetap. Dante yang tau kalau ia telah mengawali segalanya dari kesalahan.