06. Sepetak Lahan dengan Harga Diri

535 71 19
                                    

"Pokoknya Warsa duduk denganku"

"Ko bilang apa? Tidak tidak, Warsa denganku!"

Semarak cahaya matahari yang menelisik masuk ke kaca dan ventilasi bus, ditambah riuhnya persengitan kecil antara Juna dan Madya mau tak mau membuat Warsa harus berdiri menengahi. Lihatlah, bahkan Arjuna sudah ancang-ancang menimpuk si kecil Madya yang terus mengoceh dengan logat Makassarnya itu dengan map karton.

Warsa sudah hampir pasrah ketika ekor matanya menangkap figur tinggi yang mendudukkan diri di kursi baris ketiga bus. Segera saja ia menyeret ransel dan beranjak menjauhi dua manusia yang masih saja betah berdebat itu.

"Eh, Sa! Mau kemana?"

"Aku mau duduk disitu saja, Kak" jawab Warsa menunjuk tempat di depan sana.

Juna dan Madya berdecak berbarengan. Raib sudah kesempatan mereka untuk duduk di dekat Warsa dan memonopoli sekantung besar emping yang dibawa pemuda tersebut dari rumah. Dengan enggan hati, Juna menarik tangan si mungil lalu mengambil tempat di pojok belakang bus.

Adapun pemuda manis yang menjadi rebutan Juna dan Madya tadi kini sudah berdiri dua meter dari si tuan. Entah mengapa Warsa merasa ragu, takut-takut jika kakak tingkatnya itu merasa risih kalau ia duduk di sampingnya tanpa diundang. Tapi sedetik kemudian senyum Warsa terkembang saat kedua netra mereka bertubrukan.

Hendra balas tersenyum manis, lantas memindahkan ranselnya hingga kursi di sebelah kiri dapat Warsa duduki.

"Tidak bakal ada gadis yang marah 'kan kalau aku duduk disini?" Gurau Warsa sambil menunjuk mahasiswi Panakardi yang masih berada di luar bus.

"Aku lebih suka gula jawa yang duduk di dekatku daripada gadis-gadis," Hendra terkekeh menimpali, melewatkan pemandangan pada pipi Warsa yang kini penuh akan rona merah.

Kedua pasang mata jernih milik Hendra kembali lekat pada buku di pangkuannya, hingga Warsa mulai berpikir tentang betapa beruntung nasib buku-buku yang selalu jadi pusat atensi pemuda jangkung itu.

Jengah merasa terabaikan, netra sipit Warsa mulai menjamah seisi bus. Ia melihat Jinan dan Hamdan yang sedang bersuap klepon di kursi paling depan seolah seisi semesta hanya milik berdua, juga Arjuna yang kini terlihat pulas di bahu pemuda mungil yang tadi ia ajak bertengkar, lalu di seberangnya ada Yasa yang berjoget layaknya hipster dengan Jordan yang merekamnya sambil tertawa lebar.

seru sekali, batin Warsa. Ia mengerucutkan bibirnya sebal.

Sekitar lima belas menit kemudian, bus besar yang menampung tiga puluh mahasiswa dan mahasiswa itu melaju meninggalkan Semarang. Sejalan dengan susunan rencana mereka di Surabaya, hari ini adalah agenda dimana Panakardi akan meninjau langsung Wawangrewu, tempat dimana masyarakat dan tentara berseteru.

Wibi, Jinan dan Hamdan selaku penanggung jawab tak tertulis Panakardi memutuskan untuk tak terlalu banyak membawa anggota, tiga puluh orang saja termasuk di dalamnya hanya ada lima perempuan. Awalnya mereka berniat berangkat terpisah seperti saat rapat besar di Surabaya, namun pertimbangan biaya dan waktu hanya memungkinkan mereka memilih bus sebagai opsi.

Saat sedang sibuk larut dalam alam pikirnya, kepala dengan surai agak ikal tiba-tiba menengok dari kursi di depan Warsa.

"Warsa, sudah pernah ke Wawangrewu sebelum ini?"

Warsa menggeleng pelan, "Tidak, Kak. Waktu tinjau lokasi minggu lalu saya tidak ikut"

Si pemuda bersurai ikal, Danu, kini berpindah posisi menghadap belakang dengan lutut sebagai tumpuan badan dan kedua tangan pada sandaran kursi, dengan maksud agar lebih mudah berbincang dengan adik tingkatnya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEWINDU (ft.hajeongwoo) DISCONTINUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang