03. Seputar Air Tahu

624 134 87
                                    


Warsa rasa dia telah menemukan hal baru untuk ditambahkan ke daftar 'sesuatu seperti asu' setelah sempak bang Wira yang dibiarkan terendam dua minggu dan Puwa kalau-kalau mogoknya kambuh, sesuatu yang tengah ia rutuki setengah mati sekarang;

Berdiri di bawah terik matahari siang pukul dua lewat sepuluh menit di terminal Taruboyo. Sendirian.

Bukan apanya, Warsa disini sudah satu jam lebih macam anak hilang, dan kakak tingkat yang ia tunggu belum juga kelihatan batang hidungnya. Tahu begini mending dia berangkat dengan Jinan, Hamdan, Jordan, Juna dan Madya saja kemarin malam.

"Ck Kak Hendra kampret! Bajingan tengik! Sialan bau bensin!"

"cangkemu itu loh, dek. Istigfar dulu ayo"

"astagfir—CK, SAYA KAN KRISTEN?! Lah? Kak Hendra?"

Hendra sontak saja terbahak. Demi apapun Warsa yang menggerutu dengan bibir mengerucut serta pipi yang memerah akibat terbakar matahari itu adalah hal paling lucu sekaligus menggemaskan yang Hendra lihat selama seminggu belakangan.

Tangannya terangkat mengusap surai si adik tingkat yang juga sedikit panas, sementara tangan yang satu merogoh ke samping tas punggungnya, mengeluarkan botol berisi air tahu dingin lalu ia tempelkan di pipi kanan anak manis di depannya.

"Saya ada keperluan mendadak tadi, maaf ya membuatmu menunggu"

Yang diajak bicara mendengus pelan, menyingkirkan tangan Hendra yang memberatkan kepalanya.

Ingatkan Warsa bahwa Mahendra adalah seniornya, kalau tidak pasti sudah sedari tadi ia mendaratkan tonjokan manis di rahang putih sang kakak tingkat.

Melihat respon Warsa, Hendra menghela nafas kecil. Sedikit merasa bersalah.

"Yasamin, Danu, dan Yogas baru bisa menyusul sebentar malam, katanya ada cekcok dulu dengan ibuk mereka, biasalah"

Ah, tak heran juga, mengingat ketiga saudara sepupu itu jika berpergian berbarengan pasti diakhiri dengan baku hantam, jelas saja bude mereka enggan mengizinkan. Apalagi kalau tahu tujuan mereka ke Surabaya itu untuk merencanakan aksi terkait sengekta lahan dengan tentara di pesisir Wawangrewu.

Bisa habis mereka bertiga digebuk dengan centong sayur.

Tak berapa lama kemudian Hendra menggamit lengan kemeja kotak-kotak Warsa, dan membawanya masuk ke dalam terminal yang sesak dengan lautan manusia. Di sepanjang lorong terminal mereka melihat banyak pedagang asongan, camilan, rokok, bahkan tukang obat pun ada.

Warsa yang lengannya dibawa Hendra tergelak mendengar logat lucu tukang obat yang mendendangkan slogan jenaka, Membuat pemuda jangkung di sampingnya tersenyum kecil. Gemas.

"Jadi kita berangkat berdua saja, Kak?" Tanya Warsa yang akhirnya mau buka suara.

"Iya, atau kau mau menunggu Yasa hingga malam tiba?"

"Ih nda lah, berangkat sekarang saja biar bisa lebih cepat bantu-bantu Kak Wibi dan yang lain."

Setelah membeli tiket di loket, dua anak manusia itu mengistirahatkan diri di salah satu bangku besi panjang dekat pilar penyangga atap terminal. Akibat keterlambatan Hendra yang kepalang lama itu, mereka berdua terpaksa memilih bus yang berangkat baru pukul 3 sore nanti, padahal awalnya mereka berencana berangkat pukul setengah satu.

"Air tahunya tadi masih ada nda?"
Tanya Warsa seraya mengelap peluh yang menetes dari dahi coklatnya.

"Sudah kuminum, kau tadi kutawarkan malah sok-sok menolak"

Warsa mendengus samar.

"Eh tapi masih ada setengah sih ini—"
Hendra mengeluarkan susu tahu itu dari ranselnya, dan langsung diambil Warsa untuk dibuka tutupnya.

SEWINDU (ft.hajeongwoo) DISCONTINUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang