Musim panas, musim dimana suhu udara berada dikondisi paling tinggi, musim yang paling dinantikan oleh para pelajar di Jepang. Karena mereka bisa mendapatkan libur setelah sekian lama berkutat dengan pelajaran yang membuat pikiran sangat suntuk.
Di salah satu rumah, terlihat seseorang tengah berbaring tidak berdaya di depan pintu geser yang terbuka lebar, kipas angin yang bergerak memutar serta angin alam yang berembus seharusnya sudah cukup untuk menghilangkan kegerahan. Namun bagi pemuda senja itu tidaklah cukup, dia kembali duduk saat sang nenek datang membawakan nampan berisi semangka yang telah dipotong kecil-kecil.
"Hari ini panas sekali ya. Ini, makanlah," ucap sang nenek sambil meletakkan nampan tersebut di atas meja, si pemuda memperhatikan kemudian mengambil satu. Menyantap dengan begitu nikmat, rasa manis alami dari semangka membuat tenggorokannya menjadi sedikit lebih segar.
Ah, musim panas. Musim yang paling dia sukai walau suhu panasnya sangat tidak bersahabat, karena di waktu liburan seperti ini dia bisa pergi ke rumah sang nenek. Hidup di perkotaan yang begitu padat membuat dia sangat tidak betah, jika dia bisa memilih dia ingin pindah saja ke sini. Suasananya begitu tenang dan sepi, cocok untuk melepaskan semua beban dan rasa stress yang ada.
"Oh iya, kenapa tidak coba pergi ke sungai saja?" Sang nenek menoleh, memperhatikan cucu kesayangannya yang sedang menyantap semangka keempat. Alis si pemuda mengernyit bingung.
Dia memang tau ada sungai di sekitar sini, tapi kenapa neneknya tiba-tiba menyarankan dia pergi ke sana? Apakah karena dia sudah besar dan bisa menjaga dirinya?
Sang nenek kemudian pergi begitu saja, membuat si cucu semakin kebingungan karena tidak paham apa yang sedang terjadi. Sungguh, ada apa dengan orang tua jaman sekarang? Mau seberapa keras pun usahanya untuk memahami tetap saja dia tidak bisa.
Saat sedang asyik menyantap semangkanya yang keenam, sang nenek kembali lagi dengan ember kosong serta pancingan.
"Hari ini kakekmu sedang sibuk memanen, bisakah kau memancing beberapa ikan untuk makan malam?" Tanya sang nenek.
Memancing, ya. Jujur saja, walau dia bisa memancing tapi dia sangat malas untuk melakukan hal tersebut. Dia malas menunggu ikan-ikan yang termakan umpannya. Dia menatap ember beserta pancingan kemudian beralih ke sang nenek yang masih tersenyum tipis.
Dia menghela nafas, dia tidak tega menolak permintaan sang nenek. Dia mengangguk kemudian mengambil ember dan pancingan tersebut.
"Aku pergi dulu," ucapnya pamit sambil menutup pintu rumah.
★★★
Akses dari rumah menuju ke sungai tidaklah sulit, hanya saja dia harus melewati hutan lebat sebelum sampai ke sana. Jika dia salah jalan maka dia akan tersesat, beruntungnya dia bisa mengingat jalan menuju sungai dengan baik.
Itulah yang dikatakan oleh pikiran positifnya.
Dia meneguk ludah, memperhatikan sekitar. Hanya ada pepohonan dimana-mana, dia tepat berada di tengah hutan. Ini aneh, dia sangat yakin bahwa dia sudah melewati jalan yang benar. Dan ini juga pertama kalinya dia pergi ke sungai, dia sudah sering ke sana bersama sang kakek. Tentu dia mengingat jalannya dengan baik.
Tangannya menggenggam erat gagang pancingan, sebagai penyalur dari rasa paniknya saat sadar bahwa dia sudah tersesat. Dia mencoba menenangkan diri dengan cara mengatur nafas, disaat-saat seperti ini dia tidak boleh panik. Dia pasti akan menemukan jalannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/269763626-288-k133889.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Found You⭑Soukoku [Ongoing]
FanfictionMenjadi abadi tidak menyenangkan, kematian sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi dirinya. Namun, kehadiran surai jingga mengubah cara berpikirnya. Membuat dia rela menunggu ratusan tahun, demi mengulang kembali kisah cinta bersama insan yang pal...