175 28 4
                                    

Cr fanart : soulsticea on twitter

"Kalau begitu, Chuuya penting bagiku," jawab Shuuji dengan wajah yang begitu polos. Chuuya terdiam kemudian menatap Shuuji dengan aneh.

"Hah? Apa maksudmu?"

Shuuji semakin bingung dan masih menatap Chuuya dengan tatapan polosnya. "Apa aku salah?"

"Maksudku, kenapa?"

Shuuji mengangkat kepalanya, menatap lembaran biru yang menghiasi langit. Dengan sedikit ornamen awan putih yang menambah kecantikan, tidak dengan cuacanya yang terasa begitu membakar.

Roh rubah itu hanya diam, sepertinya sedang memikirkan jawaban yang tepat dan tidak membingungkan manusia yang kini sedang bersamanya.

"Habisnya, hanya Chuuya yang memperlakukanku dengan baik," ucapnya sembari menyelesaikan mahkota bunga di tangannya.

"Dengan baik?"

Shuuji hanya mengangguk, tatapan matanya seketika berubah menjadi sendu. "Setiap manusia yang bisa melihatku, mereka langsung melemparkan batu dan pergi begitu saja, padahal sekalipun aku tidak pernah berbuat jahat kepada manusia."

Chuuya memperhatikan gerak-gerik Shuuji, dan dia sadar bahwa sebenarnya roh tersebut hanya merasa kesepian. Dia tidak memiliki siapapun untuk diajak berbicara atau bersenda gurau, karena itu Shuuji menganggap dirinya penting.

"Selesai!"

Chuuya tersentak dari lamunannya dan melihat Shuuji mengangkat hasil rangkaian bunganya sendiri dengan tinggi-tinggi. Seolah terlihat begitu bangga, bahkan ekornya terlihat berkibas senang. Chuuya tidak bisa menahan senyumnya.

"Ini untukmu, pakailah," ucap Shuuji sambil memakaikan mahkota bunga tersebut ke kepala Chuuya. Pemuda bersurai sinoper terdiam kemudian mengucapkan terima kasih kepada roh tersebut.

Aneh, meskipun dia tidak bersama dengan manusia. Entah kenapa menghabiskan waktu dengan Shuuji rasanya jauh lebih menyenangkan ketimbang dia menghabiskan waktu dengan teman-temannya.

Ada perasaan yang tidak dia kenal namun tidak begitu asing masuk ke dalam hatinya.

"Chuuya, sebenarnya daritadi aku penasaran. Buah apa yang kau makan?" tanya Shuuji sambil memiringkan kepalanya.

"Oh, ini." Chuuya langsung mengambil nampan tersebut dan meletakkannya di atas pangkuan. "Kau tidak tau? Ini namanya semangka, rasanya manis dan menyegarkan, cocok disaat musim panas seperti ini," jelas Chuuya sambil memberikan salah satunya kepada Shuuji.

Shuuji menatap lama dan akhirnya mengambil semangka tersebut dari tangan Chuuya. Membuka mulut dan mulai mencicipi rasa buah yang menurutnya masih asing tersebut.

Matanya kemudian berbinar, reaksi yang tidak diduga sama sekali oleh Chuuya. "Chuuya, buah ini lebih enak dari buah persik," jawab Shuuji dengan semangat. Layaknya anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru.

"Tentu saja, kau harus merasakan buah yang lain. Apa kau tidak bosan memakannya terus-terusan?"

"Tidak, selama aku menyukainya aku tidak pernah merasa bosan."

Percakapan terus bersambung, banyak hal yang mereka bicarakan. Chuuya banyak mengajarkan hal-hal baru kepada Shuuji, meskipun dia bukan tipe orang yang pandai menjelaskan. Entah kenapa rasanya dia sangat ingin menunjukkan banyak hal baru tentang manusia kepada Shuuji.

Malam pun telah tiba, Chuuya sudah pulang dari hutan dan tentu saja diantar oleh Shuuji. Kini dirinya baru saja selesai mandi, dengan handuk yang masih bertengger di kepala. Dia sedang memperhatikan satu persatu foto yang dia ambil bersama Shuuji.

Sebenarnya roh rubah itu tidak terlihat dalam kamera, namun berkat kekuatan aneh yang Shuuji miliki. Dia bisa membuat dirinya bisa terlihat dalam kamera, dan itu hanya Chuuya yang bisa melihatnya. Orang lain akan beranggapan bahwa Chuuya hanya foto sendirian.

Chuuya menghela nafas, meletakkan kembali kameranya lalu memejamkan mata. Dia mendongakkan kepala lalu menatap langit-langit kamar.

"Tapi lusa aku sudah harus pulang...."

★★★

"

Eh? Besok kau sudah pulang ke tempat asalmu?" Shuuji sedikit kaget mendengar kabar tersebut dari bibir Chuuya. Entah kenapa Chuuya tidak ingin meninggalkan Shuuji sendirian, dia masih ingin menghabiskan musim panas dengan Shuuji. Namun sayangnya waktu telah berkata lain.

"Begitulah, maafkan aku," jawab Chuuya sambil menundukkan kepalanya, tidak mau menatap Shuuji untuk saat ini.

"Tidak masalah, kita masih bisa bertemu."

Mendengarkan adanya kemungkinan baru membuat Chuuya langsung mengangkat kepalanya dan menatap Shuuji dengan penasaran.

Shuuji terlihat saling menggenggam kedua tangannya, tidak lama kemudian cahaya terlihat terpancar dari dalam. Begitu dia membuka genggaman, ada sebuah bel berukuran sedang muncul entah darimana.

"Itu?"

Shuuji memberikan bel tersebut kepada Chuuya. "Kau bisa memanggilku dengan menggunakan ini, sejauh apapun jaraknya. Aku akan tetap datang," ucap Shuuji dengan sebuah senyuman.

Chuuya terdiam kemudian menatap bel tersebut lama lalu kembali menatap Shuuji, seolah tidak percaya apa yang dikatakan oleh rubah tersebut.

"Benarkah?"

Shuuji mengangguk, Chuuya menggenggam bel itu erat-erat dan senyum sumringah menggantikan suram di wajahnya.

"Baiklah! Akan ku simpan baik-baik."

Keesokan harinya, sesuai dengan perkataan Chuuya. Hari ini pemuda tersebut balik ke kota asalnya, Shuuji mengantar sampai stasiun walaupun Chuuya sudah melarangnya untuk tidak mengantar.

"Aku hanya ingin melihat kepergianmu, tidak kah kau seharusnya terharu?" Ah, rubah yang sangat menyebalkan. Chuuya mengabaikannya dan masuk ke dalam kereta.

Shuuji memperhatikan hingga kereta itu menjauh. Tatapan matanya yang dari ramah seketika berubah menjadi dingin. "Di kota, ya. Pasti dia ada disana, aku harus mencarinya terlebih dahulu dan mencegahnya agar tidak bisa bertemu dengan Chuuya."

★★★

Perjalanan itu membutuhkan waktu sekitaran empat jam menggunakan kereta, begitu Chuuya sampai di stasiun. Dapat dia lihat sang kakak telah menunggunya.

Ah, bukan kakak kandung. Hanya kakak sepupu tapi dia menganggapnya seperti kakak kandung karena Chuuya anak tunggal.

"Lama sekali, aku tadinya berpikir akan meninggalkanmu sendirian disini." Chuuya memasang raut wajah kesal dan berjalan duluan lalu diikuti oleh sang kakak.

Nama pria itu adalah Verlaine, Paul Verlaine. Anak dari adik ayah Chuuya, memiliki usia yang berjarak 5 tahun dari dirinya. Verlaine digambarkan sebagai sosok yang sangat suka menjahilinya dengan berbagai macam cara.

Dia memiliki tubuh tinggi seperti pria pada umumnya, rambut pirang sebahu dengan salah satu sisi dikepang hingga ke belakang telinga. Dalam kesehariannya, dia pasti akan selalu mengikat rambut miliknya tersebut.

Dia datang dari prancis, tinggal di jepang karena menempuh pendidikan. Alasan kenapa dia memilih kuliah di jepang karena dia menyukai suasana yang ada disini, lebih menenangkan ketimbang prancis. Selain itu, dia pernah mengatakan dia tidak perlu repot untuk mencari tempat tinggal baru.

Setelah mereka sampai di rumah, Chuuya langsung naik ke kamarnya dan meninggalkan Verlaine sendirian. Pria itu menghela nafas, sudah biasa dengan sikap tidak sopan milik sang adik sepupu.

Chuuya langsung merebahkan diri dan meletakkan semua tasnya secara sembarangan. Dia terlalu malas untuk membereskan, mungkin besok saja dia akan membereskannya.

Matanya sudah mulai mengantuk dan dia ingin tidur sebentar. Setidaknya sampai waktu makan malam tiba.

Tbc.

Found You⭑Soukoku [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang