Begitu mendengar teriakan Kijang Merah, para prajurit wanita itu segera bergerak hendak meringkus Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaat...!"
"Dengarkan! Aku tidak bermaksud jahat kepada kalian. Tidak usah pakai kekerasan," cegah Pendekar Rajawali Sakti sambil menghindar dari serangan dua orang prajurit.
"Jangan dengarkan ocehannya! Bunuh dia!" teriak wanita bertubuh tegap yang bernama Kijang Merah kembali.
Maka saat itu juga dua orang gadis berwajah manis kembali menyerangnya dengan ganas. Wajah mereka tampak mengeras, menggambarkan jiwa seorang prajurit yang patuh pada atasan.
"Hmmm...!" Rangga hanya bergumam tak jelas sambil menggelengkan kepala ketika serangan-serangan meluncur ke arahnya. Ruangan ini agak sempit. Tapi bukan berarti dia tidak mampu melumpuhkan kedua lawannya. Semula dia tidak ingin main keras. Tapi karena mereka memulainya, maka tidak ada jalan lain lagi.
Pendekar Rajawali Sakti melenting ringan menghindar tebasan senjata gadis-gadis cantik itu. Dan dengan berpijak pada langit-langit gua tubuhnya meluncur deras menyambar dengan gerakan tak terduga. Kedua tangannya cepat bergerak. Dan...
Tuk! Tuk!
"Ohhh...!" Kedua gadis itu kontan jatuh lemas, begitu Rangga berhasil mendaratkan totokan di tubuh mereka.
"Heaaat...!"
Baru saja Rangga mendarat, Kijang Merah sudah melompat menyerang. Goloknya yang terhunus langsung disabetkan ke leher Rangga.
Wuuut!
Namun Rangga yang langsung mengerahkan jurus-jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' cepat menghindar dengan melempar tubuhnya kesamping. Sehingga serangan itu luput. Sementara Kijang Merah tidak berhenti sampai di situ saja. Goloknya kembali berkelebat mengancam dada.
"Hih!"
"Uts!" Pendekar Rajawali Sakti mundur selangkah.
Dan begitu serangan itu hanya menebas angin, cepat dilepaskannya satu tendangan keras ke pinggang. Namun rupanya Kijang Merah cepat tanggap. Secepat itu pula kibasan goloknya berbalik.
Cepat-cepat Rangga menarik pulang kakinya, karena tendangan itu hanya berupa tipuan. Dan tepat ketika sambaran golok itu meluncur, kakinya yang satu lagi kembali bergerak. Dan....
Plak!
"Heh?" Betapa terkejutnya Kijang Merah, melihat goloknya terpental terkena tendangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan belum sempat dia berbuat apa-apa, satu luncuran tangan Rangga telah datang. Dan....
Tuk! Tuk!
"Ohhh...!"
Dua kali Pendekar Rajawali Sakti melepaskan dua totokan kedada Kijang Merah. Saat itu juga perempuan perkasa ini merasakan tubuhnya lemas, lalu melorot ambruk di tanah.
"Siapa lagi yang akan menantangku?" tanya Pendekar Rajawali Sakti, tanpa mempedulikan yang melotot garang ke arahnya. Rangga kini malah menatap Kembang Taji.
Sementara Kembang Taji yang duduk diatas batu itu tidak menjawab. Diperhatikannya pemuda itu untuk sejurus lamanya.
"Siapa kau...?" tanya Kembang Taji.
"Namaku Rangga."
"Aku Kembang Taji, Ratu Kerajaan Tulang Emas. Kulihat kau cukup hebat. Apakah kau bersedia mengabdi padaku?"
"Maaf, Ratu. Aku bukan abdimu. Tapi kalau kau menginginkan bantuan, tentu saja dengan senang hati aku akan membantumu," sahut Rangga disertai senyum manis.
"Kau sungguh aneh. Tapi semua perbuatanmu kuampuni. Tak seorang pun yang boleh membantah perintahku. Apalagi hal itu dilakukan oleh laki-laki."
"Kembang Taji! Kuhormati kau sebagai seorang ratu. Namun aku tidak bisa menerima bila kau merendahkan martabat laki-laki. Itu hanya ada dalam duniamu. Sebab di banyak tempat, justru laki-laki yang berkuasa. Maka, hilangkanlah hal-hal yang merendahkan laki-laki. Dan aku akan senang hati membantumu," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
Wanita itu terdiam sejurus lamanya. Dipandanginya pemuda itu, lalu berpaling pada orang-orangnya.
"Jumlah prajuritku sedikit. Dan di ruang lain beberapa orang lagi tengah dirawat. Sedang jumlah mereka cukup besar. Bagaimana mungkin kita dapat mengalahkannya...?" tanya Kembang Taji bernada putus asa.
"Dalam perjuangan yang diperlukan adalah semangat. Bila tidak ada semangat, maka tidak perlu berperang. Lagi pula jumlahmu tidak sekecil ini? Bukankah masih banyak prajuritmu yang berada di sana? Mereka ditawan orang-orang itu...."
"Dari mana kau tahu?"
"Aku berhasil meringkus tiga orang dari mereka. Dan salah seorang telah menceritakan padaku," jelas Rangga.
"Oh, begitu...!" kata Kembang Taji, sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bagaimana keputusanmu sekarang?" tanya Rangga.
"Kapan kita adakan serangan terhadap mereka?" Kembang Taji malah balik bertanya.
"Setelah segala sesuatu berjalan lancar."
"Apa maksudmu?" tanya Kembang Taji dengan dahi berkerut.
"Kita harus merencanakan segalanya untuk penyerangan itu. Setelah aku mendapatkan keterangan, maka dari kalian pun aku harus mendapatkan keterangan pula," jelas Rangga.
"Keterangan apa yang kau perlukan dari kami?"
"Mengenai seluk-beluk pekerjaanmu. Lalu wilayah pulau itu serta jumlah kekuatan prajuritmu."
"Menurut Kijang Merah banyak prajuritku yang tewas. Mereka berjuang gagah berani, rela mengorbankan diri demi ratu dan kerajaannya. Mungkin jumlah mereka saat ini hanya setengahnya saja," sahut Kembang Taji, masygul.
"Tidak apa. Kita harus membebaskan mereka. Dan kalau benar mereka setia, tentu mau berjuang lagi membelamu setelah dibebaskan."
"Mengenai yang lain, kau bisa tanyakan pada panglimaku," ujar Ratu Kembang Taji. "Tapi mereka tengah tidak berdaya karena ulahmu."
"Aku tidak bermaksud melukai mereka," desah Rangga sambil tersenyum manis.
Pendekar Rajawali Sakti segera melangkah menghampiri Kijang Merah dan dua prajurit wanita yang tadi ditotoknya. Dengan gerakan yang cepat luar biasa, semua orang yang tertotok sudah terbebas. Ini untuk membuktikan, kalau dia tidak bermaksud jahat.
"Kijang Merah! Kau telah dengar percakapan kami tadi, bukan? Berilah keterangan pada pemuda ini!" ujar Kembang Taji, ketika Kijang Merah bangkit berdiri.
"Ampun, Tuanku! Kenapa kita harus bekerja sama dengannya? Dia cuma laki-laki asing yang tidak kita kenal. Kenapa mesti percaya padanya? Siapa tahu dia mata-mata untuk mengetahui persembunyian kita. Sebaiknya kita bunuh saja sekarang!" sahut Kijang Merah, penuh dendam karena dengan mudah berhasil dijatuhkan.
"Kau tadi telah mencobanya. Dan ternyata tidak mampu. Lalu dengan cara bagaimana kita bisa membunuhnya?" tanya Kembang Taji memancing.
"Kalau Tuanku ijinkan, hamba rela mengorbankan nyawa sekalipun. Demikian pula yang lainnya!" tandas Kijang Merah.
"Tidak, Kijang Merah! Telah banyak yang berkorban untukku dan kerajaan ini. Sekarang, giliran kita untuk berkorban demi mereka. Kita harus berbuat sesuatu. Dan kalau pun pemuda ini memang mata-mata musuh, maka biarlah hal itu akan kutanggung sendiri. Tapi kalau memang kalian masih menganggapku sebagai ratu, maka ikutlah padaku! Aku percaya kalau dia jujur. Maka, hendaknya kalian pun percaya padanya!"
"Kalau memang demikian kehendak Tuanku, maka kami mematuhinya!" sahut Kijang Merah.
Wanita berperawakan tegap itu kemudian berlutut dihadapan Pendekar Rajawali Sakti, diikuti para prajuritnya.
"Tuan! Karena Ratu kami mempercayaimu, maka kami pun mempercayaimu! Katakanlah, apa yang bisa kami bantu?" tanya Kijang Merah, tetap berkerut.
"Bangunlah. Pertama, aku ingin agar kalian tidak merendahkan martabat laki-laki. Yang harus dipandang rendah adalah mereka yang berbuat kejahatan. Tidak peduli laki-laki atau wanita!" ujar Pendekar Rajawali Sakti.
"Baiklah, jika memang begitu kehendak Tuan!"
"Kemudian, kalian tidak usah khawatir dengan ratumu. Dia dalam pengawasanku. Maka kujamin keselamatannya dengan nyawa sebagai taruhannya!" tambah Rangga mantap.
"Kami senang mendengarnya."
"Nah! Sekarang, ceritakan padaku tentang seluk-beluk istana, serta daerah-daerah dipulau itu secara terperinci. Juga, perhitungkan kekuatan musuh. Jangan lupa, perkirakan kekuatan kita sendiri jika para prajuritmu dibebaskan!"
Kijang Merah segera menerangkan apa yang diinginkan Pendekar Rajawali Sakti dengan panjang lebar.
"Sekarang dua orang harap menjaga dan merawat kawan-kawan kalian yang terluka...!" ujar Pendekar Rajawali Sakti setelah mendengar cerita Kijang Merah.
"Apakah kita akan menyerang mereka sekarang?" tanya Kijang Merah.
"Ya!" sahut Rangga mantap.
"Mereka pasti tahu!"
Rangga tersenyum.
"Betul! Tapi ada hal yang kuperhitungkan. Yaitu, sebagian dari mereka saat ini akan bertolak ke tempatnya untuk melaporkan hasil kerja kepada pimpinan mereka. Oleh sebab itu, kekuatan mereka berkurang," jelas Rangga.
"Tapi tetap saja amat berbahaya...?!" keluh Kijang Merah dengan sikap ragu.
"Bukankah kalian bangsa pelaut? Kalian tentu hebat di lautan, bukan? Jalankan perahu. Dan jangan ditambatkan diantai. Buanglah jangkar agak jauh dari pantai. Kemudian, berenanglah ke pantai di tempat yang tersembunyi. Aku akan mengagetkan mereka. Sehingga bila perhatian mereka telah tertuju padaku, disaat itulah kalian bebaskan para tawanan," lanjut Rangga membeberkan rencananya.
"Apakah tidak berbahaya?" tanya Kembang Taji.
"Kita hanya punya kesempatan sekali ini saja. Mereka hanya mengetahui, kalau jumlah prajurit yang dibawa sang Ratu hanya sedikit. Sehingga tidak mungkin mampu melawan mereka. Oleh sebab itu, yang bertolak saat ini jumlahnya cukup banyak untuk melaporkan kerja mereka pada si Hiu Perak."
"Hiu Perak? Itukah pemimpin mereka?" tanya Kembang Taji.
"Begitulah menurut apa yang kudengar."
"Baiklah. Kita bergerak sekarang!"
"Kenapa Ratu tidak tinggal disini saja. Biar kami yang berperang melawan mereka?" tukas Kijang Merah.
"Tidak! Aku ingin rakyat juga melihat bahwa ratu mereka pantas menjadi panutan dengan ikut berjuang!"
Kijang Merah tidak bisa berkata apa-apa lagi mendengar jawaban itu.***
Gagas Kelana tengah berpesta-pora menyambut kemenangan kali ini. Laki-laki itu sengaja membawa anak buahnya masuk ke dalam istana ditemani gadis-gadis cantik penghuni istana yang kini menjadi tawanan.
"Hehehe...! Ayo, mari kita berpesta! Tidak usah malu-malu! Kita berada di surga. Dan segalanya ada di sini! Mau wanita tinggal pilih. Mau harta, tinggal ambil! Huahaha...!"
Suara tawa Gagas Kelana menggelegar. Sesekali dia menenggak anggur merah. Dua orang gadis dalam dekapannya, menuangkan anggur ke dalam cangkir. Tampaknya mereka enggan melakukannya. Namun, tidak punya pilihan lain. Keduanya sesekali melengos, ketika Gagas Kelana hendak mencumbu.
"Hehhh! Kalian kira bisa selamat dengan berontak begitu? Negeri ini ada dalam telapak kakiku. Tidak usah bermimpi kalau kalian bisa berbuat macam-macam!" desis laki-laki itu geram.
"Aaah...!" Kedua gadis itu mengeluh tertahan, ketika Gagas Kelana merenggut rambut mereka. Sehingga wajah keduanya mendongak ke atas.
Pada saat itu juga beberapa anak buahnya keluar dari beberapa kamar sambil mesem-mesem dan membetulkan letak celananya.
"Ada apa?" tanya salah seorang.
"Hehehe...! Agaknya kau belum juga mau mencicipi mereka!" seru yang lain.
"Diam kalian!" bentak Gagas Kelana geram.
Laki-laki itu tampak tersinggung, meski anak buahnya tidak bermaksud demikian. Tak seorang pun yang tahu kalau sebenarnya dia tidak mampu mengumbar nafsu kelaki-lakiannya pada wanita seperti yang dilakukan anak buahnya. Gagas Kelana hanya bisa gigit jari, dan hanya mampu mencumbu serta membelai-belai gadis-gadis dalam dekapannya. Dan ketika anak buahnya selesai melampiaskan nafsu kelelakiannya, lalu berkata seperti tadi, maka seketika kemarahannya bangkit.
"Maaf, Kang. Kami tidak bermaksud menyinggung perasaanmu," sahut seorang anak buahnya dengan sikap bersalah.
"Iya, Kang? Maafkan kami. Kami tidak tahu kalau hal itu membuatmu tersinggung," timpal yang lain.
"Sudahlah! Kalian boleh teruskan pekerjaan lain."
"Baik, Kang."
"Eit, tunggu dulu!" sentak Gagas Kelana sebelum mereka meninggalkan ruangan ini.
"Ada apa, Kang?" sahut salah seorang, mewakili kawan-kawannya.
"Bagaimana pekerjaan kalian? Sudah beres?"
"Beres, Kang!" sahut orang itu dengan wajah gembira.
Tapi tiba-tiba wajah kedua orang itu berubah murung. Dan perlahan-lahan didekatinya Gagas Kelana yang menjadi pemimpin di sini.
"Ada apa?" tanya Gagas Kelana curiga.
"Anu, Kang. Sindu dan Setiaji belum kembali."
"Maksudmu?!" tanya Gagas Kelana dengan wajah tampak mulai murka.
"Mereka belum kembali. Anak buah Ki Muwangkoro pun belum kembali juga...."
"Goblok! Kenapa kalian tidak bertindak cepat?! Anak buah Muwangkoro bisa kembali dan melaporkan kejadian ini padanya!"
"Eh! Akan kami cari mereka sekarang ini juga, Kang...!"
"Cepaaat...!"
"Ba... baik, Kang!" Setelah menjura hormat dengan tubuh gemetar ketakutan, mereka segera berlalu dari ruangan ini.
Sementara Gagas Kelana masih bersungut-sungut kesal mendengar berita dari anak buahnya itu. Sehingga pikirannya tidak lagi terpaku pada kedua gadis yang berada di dekatnya.
"Ke sini kau!" teriak laki-laki yang masih berusia muda ini memanggil seorang anak buahnya.
"Ada apa, Kang?" sahut orang itu buru-buru menghampiri.
"Di mana si Muwangkoro sekarang?"
"Ada di tempatnya, Kang."
"Pergi ke sana, dan awasi semua anak buahnya! Bawa beberapa orang kawanmu!"
"Baik, Kang!"
"Cepaaat...!"
"Ba... baik, Kang!" sahut orang itu tergagap dan segera meninggalkan ruangan.
"Kau! Ke sini...!" bentak Gagas Kelana pada seorang lagi.
Orang itu buru-buru menghampiri, dan nyaris terpeleset di lantai ruangan yang agak licin.
"Panggil Garlika ke sini!"
"Baik, Kang...!" sahut orang itu cepat. Dengan sigap, dia segera melompat meninggalkan ruangan, sebelum Gagas Kelana membentaknya seperti yang lain.
"Huh!" Baru saja Gagas Kelana menghempaskan napas beberapa kali, salah satu anak buahnya masuk ke dalam.
"Mau apa kau?!" sentak pemuda ini.
"Eh! Ki Muwangkoro akan menghadap, Kang," sahut orang itu ketakutan.
"Hm, suruh dia masuk!"
"Baik, Kang."
Gagas Kelana segera bangkit berdiri menyambut sekutunya. Wajahnya dibuat semanis mungkin, ketika mempersilakan tangan kanan Ki Seta itu duduk.
"Ada apa gerangan, Ki Muwangkoro...?"
"Langsung saja. Gagas Kelana. Aku tidak biasa berbasa-basi," kata laki-laki yang ternyata Ki Muwangkoro.
"O, ya! Katakanlah, ada apa?"
"Beberapa anak buahku kau sertakan dalam pencarian ratu mereka. Anak buahku kembali. Tapi mereka mengatakan kalau habis diserang musuh. Aku tidak mengerti, bagaimana hal ini bisa terjadi? Apa barangkali anak buahmu berdiam diri saja melihat anak buahku berhadapan dengan musuh? Atau, mereka memang sengaja menjerumuskannya?" tanya Ki Muwangkoro sinis.***
KAMU SEDANG MEMBACA
164. Pendekar Rajawali Sakti : Istana Tulang Emas
AcciónSerial ke 164. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.