Te Encontré

264 21 1
                                    

Written by:Yuniie23K_

🎁🎁🎁

Sosok kecil itu masih terisak pelan. Ia berusaha menghapus sisa-sisa air mata dengan punggung tangannya. Luka pada lututnya masih terasa perih dan darah segar terus mengucur dari luka itu. Nie Huaisang kecil meniupnya perlahan, berusaha meredam rasa sakit di kaki mungilnya. Ia memiringkan kepalanya, memperhatikan luka lecet berukuran sedang pada lututnya. Andai tadi ia tidak berlari terlalu tergesa-gesa mungkin ia tak akan terjatuh di lapangan sehingga lututnya terluka. Ada butiran-butiran tanah yang menempel dan mengotori lukanya. Huaisang kecil mengusap perlahan butiran tanah yang menempel di lututnya hingga lukanya terlihat lebih jelas.

Hembusan angin pelan bertiup hingga rambut hitamnya melambai. Anak itu mengangkat wajahnya, ia menyipitkan mata kecilnya dan mengangkat telapak tangan kanannya sejajar dengan alisnya, melindungi matanya dari semburat sinar matahari yang menyilaukan. Mentari senja kala itu sudah berubah merah keemasan dan seperempat bulatannya tersembunyi dibalik pegunungan. Ia menghela napas, lalu menundukkan kepalanya murung.

" Kau baik-baik saja?"

Terdengar suara anak laki-laki yang asing di telinganya. Nie Huaisang kecil mendongak, sosok anak laki-laki asing itu bertanya padanya dan dia memandang ke arah bawah, tepatnya ke arah lututnya yang terluka. Sinar mentari yang sedang terbenam sore itu menyilaukan sosoknya. Nie Huaisang memandang anak itu tanpa menjawab pertanyaannya. Netra abu-abunya masih menatap dirinya penasaran. Kemudian sosok itu duduk di depannya, Nie Huaisang dapat melihat dengan jelas rupa anak itu. Wajahnya yang tampak rupawan juga cantik di saat bersamaan. Satu hal yang identik dengan anak itu, rambutnya yang dibiarkan memanjang diikat tinggi dengan pita merah mengelilinginya.

"Lututmu kenapa?" tanya sosok asing itu sambil melihat lutut Nie Huaisang kecil.

Nie Huaisang kecil terhenyak. Segera ia menunduk, menyembunyikan pipi gembilnya yang memerah. Lalu ia menggeleng malu sambil berusaha menutupi lukanya dengan tas merah miliknya.

"Apa sangat sakit?"

Nie Huaisang kecil menggeleng lagi. Sosok anak kecil itu tersenyum meski tak dibalas satupun pertanyaannya. Kemudian ia merogoh keranjang kecilnya, menyerahkan beberapa ikat polong biji teratai padanya.

"Untukmu, makanlah aku membawa banyak. Polong teratai ini sangat manis. Aku dan A Cheng sering berebut untuk mendapatkannya, tapi kali ini aku berbaik hati memberikannya untukmu," ujarnya ceria. Ia mengambil polong teratai yang lain dari keranjang tadi. Sosok berpita merah itu melihat Nie Huaisang kecil menggeleng untuk kesekian kalinya.

"Ayo ambillah. Tak usah malu. Seharusnya aku memberikanmu plester luka, tapi aku tak punya. Aku hanya punya ini. Jadi makanlah, Semoga lukamu cepat sembuh." Sosok asing itu tersenyum lebar, ia meraih tangan Nie Huaisang kecil menyerahkan polong biji teratai itu padanya. Dengan ragu Nie Huaisang kecil menerimanya, ia mendongak kembali menatap sosok asing itu.

"Aku akan mengupaskannya untukmu"

Anak lelaki asing itu meraih polong biji teratai lain yang ada di tangannya, ia mengupasnya hingga biji bulat sewarna putih itu berhasil didapatkannya. Dia memberikannya kepada Nie Huaisang kecil. Langsung menyuapinya dengan tangannya.

Huaisang kecil membuka mulutnya membiarkan anak asing itu memasukan polong biji teratai yang telah di kupas ke dalam mulutnya.

"Bagaimana enak?"

Nie Huaisang kecil mengangguk sambil tersenyum.

"Terima kasih" ucapnya pelan.

Anak kecil itu tersenyum lebar, ia mengangguk mengiyakan.

Kumpulan Oneshoot Ulang Tahun Nie HuaisangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang