Aku sungguh antusias untuk mencoba makanan dari dimensi lain. Perkiraanku adalah kuliner Meraviias penuh dengan kumbang. Aku tak tahu mengapa, itu hanya prasangkaku. Kumbang goreng memang enak, tetapi bagaimana rasanya kumbang yang masih bisa berjalan di atas kaki-kakinya? Skenario terburuk yang bisa terjadi adalah ketika kumbang itu membuang kotorannya di mulutku.
"Yey, meja!" seru Eura, terbang dengan cepat menuju sebuah meja kosong.
Wajar saja dia begitu, aku tidak menyangka restoran ini akan sangat ramai. Dengan populasi sedikit Meraviias, aku mengharapkan restoran teramai di sini untuk memiliki lebih sedikit pengunjung. Saking ramainya, restoran ini sampai mempunyai tempat khusus untuk mengantri. Aku dan Eura baru saja berhasil melewati semua antrian (dengan tertib dan adil tentu saja).
"Apakah jamur ini benar-benar aman untuk diduduki?" tanyaku, menunjuk jamur besar yang menyerupai fly agaric jika bukan karena ukurannya.
"Tidak pa-pa kok! Jamur lokomena memang kelihatan macam fly agaric. Padahal lokomena adalah jamur paling umum yang bisa ditemukan di Meraviias. Biasanya lokomena digunakan sebagai bahan perabotan karena teksturnya yang kuat," jelas Eura.
"Apakah jamur ini bisa dikonsumsi?"
"Tentu tidak. Teksturnya keras dan pahit rasanya, kayak memakan kayu. Kau tidak mau 'kan, memakan kayu?"
"Tetapi apakah pemakannya tidak memiliki efek samping apapun?" tanyaku. Mataku mengamati sekeliling restoran.
Berkat lokasinya yang sedikit jauh dari Butik Stoffe, pedangang yang berjualan di area ini pun sedikit. Selain karena makanannya, kata Eura, alasan lain mengapa restoran ini sangat ramai adalah tempatnya. Karena ini adalah restoran luar ruangan, maka pohon tinggi dengan daun yang menyebar dan jamur payung raksasa lah yang menjadi pengganti atap. Di dekat setiap peneduh itu, pasti terdapat sebuah patung
"Tidak, jamur lokomena juga tidak akan mengenyangkanmu jika kau memakannya."
Aku duduk di atas jamur lokomena. "Apakah kalian tidak menggunakan kayu saja? Bukankah itu lebih praktis?"
Eura menggeleng dengan imut. "Oh, Myarru menggutuk semua warga Meraviias."
"Mengutuk?" seruku.
"Mungkin 'mengutuk' adalah kata yang terlalu kuat. Yah, Myarru membuat larangan mengenai menebang pohon," kata Eura.
"Apakah itu tidak terlalu berlebihan? Maksudnya kayu adalah bahan pokok dalam pembangunan."
"Sunny, jadi kau ingin memesan apa?" tanya Eura. Matanya fokus membaca menu.
"Err." Aku menengok menu yang terukir di meja batu di depanku.
Tentu saja menunya ditulis dalam bahasa lain, tentu saja! Eura memang mentransferkan sebagian memorinya mengenai bahasa Meraviias, tetapi kebanyakan masakan ini tidak berarti apa-apa dalam bahasa Indonesia. Hanya tulisan macam 'sup', 'roti', 'dingin', 'panas', 'goreng', 'rebus', 'panggang', 'bakar', dan 'setengah matang' lah yang kupahami.
"Apa kau tidak suka dengan menunya?" tanya Eura, melihatku yang memandang menu dengan tatapan ragu.
"Oh, tidak, aku hanya merasa tidak nyaman karena..."
Tunggu dulu, mengapa ini terasa sangat familiar?
Dalam sekejap mata, cuplikan ingatanku diputar di otakku. Dunia di sekitarku perlahan menghilang tergantikan dengan sebuah kafe bercat biru dan putih.
Aku duduk di sebuah meja bundar kecil. Di sampingku adalah kaca dengan pemandangan jalan raya, di depanku nampak seorang wanita cantik berambut ikal. Tangaku sedang mengamati kertas menu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forest of Camavé (DISCONTINUED)
Fantasy[DALAM PROSES PENULISAN ULANG] ⚠️W͟a͟r͟n͟i͟n͟g͟: Cᴇʀɪᴛᴀ ɪɴɪ sᴀʏᴀ ᴛᴜʟɪs sᴀᴀᴛ sᴀʏᴀ ᴍᴀsɪʜ ʙᴏᴄɪʟ. Kᴇᴄᴜᴀʟɪ ᴋᴀᴍᴜ ɢᴀᴋ ᴋᴇʙᴇʀᴀᴛᴀɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇsᴀʟᴀʜᴀɴ-ᴋᴇsᴀʟᴀʜᴀɴ ʏᴀɴɢ ᴅɪʙᴜᴀᴛ ᴏʟᴇʜ Fʀᴇʏᴀ Gᴀʏᴀᴛʀɪ ᴅɪ ᴍᴀsᴀ sᴍᴘ, sɪʟᴀʜᴋᴀɴ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ ɪɴɪ.⚠️ Patah hati, Sunny berniat...