Sosok bayangan putih yang pertama muncul tak lain dari Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan yang berdiri di sampingnya, Daryasena.
"Aku pernah mendengar nama seorang pendeta berhati busuk dengan isi kepala penuh niat-niat buruk. Kurasa saat ini telah bertemu dengannya!" sindir Rangga.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kau telah terkepung di tempatku! Menyerahlah!" bentak Karyasena, garang.
Rangga melirik dan tersenyum.
"Inikah murid durhaka itu?"
Disindir demikian bukan main geramnya Karyasena. Sejak semula mendengar nama Pendekar Rajawali Sakti dan mengetahui kalau tokoh satu ini akan menjadi batu sandungan baginya, dia sudah begitu membencinya. Dan niatnya untuk membunuh Pendekar Rajawali Sakti tidak pernah padam. Apalagi saat ini, ketika tokoh itu telah berdiri didepannya.
"Tangkap dia...!" perintah Karyasena, dengan suara menggelegar.
"Heaaa...!"
Tujuh orang yang tadi dikerahkan untuk menangkap Ki Jembrana, kini mencoba meringkus Pendekar Rajawali Sakti. Karyasena agaknya mau menyamakannya dengan Ki Jembrana. Bila orang tua itu berhasil diringkusnya, maka Pendekar Rajawali Sakti pun pasti bisa pula.
"Daryasena! Tidak usah ikut membantuku! Bantulah kakekmu lebih dulu!" teriak Rangga ketika melihat pengemis muda itu hendak bersiap membantunya.
"Tapi kau sendiri...?" kata Daryasena, ragu-ragu.
"Sudah, jangan pikirkan aku!" tukas Pendekar Rajawali Sakti. Suara Pendekar Rajawali Sakti terdengar lantang, seolah-olah sengaja agar didengar lawan-lawannya.
"Baiklah...," ujar Daryasena. Pemuda itu bermaksud membebaskan kakeknya. Tapi hal itu agaknya tidak mudah, sebab anak buah Karyasena langsung menghalangi dan menyerang gencar.
"Heaaa...!" Maka terpaksa Daryasena lebih dulu harus menghadapi mereka.
Sementara hal yang sama tengah dialami Pendekar Rajawali Sakti. Ketujuh anggota partai pengemis yang diketuai Karyasena begitu bernafsu hendak menghajar dan menghabisinya dalam waktu singkat. Sehingga tidak mengherankan kalau gerakan mereka terlihat cepat. Masing-masing mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki. Terutama dalam permainan tongkatnya.
"Hiyaaat...!"
Sring!
Dan seperti hendak membuktikan kata-katanya, si Pendekar Rajawali Sakti tidak mau bertindak setengah-setengah. Tubuhnya mencelat ke atas sambil berputaran beberapa kali. Begitu tubuhnya menukik tajam, pedangnya sudah tercabut. Selarik cahaya biru yang terpancar dari batang pedang Pendekar Rajawali Sakti berkelebat memapas senjata lawan-lawannya.
Trasss!
Orang-orang itu terkesiap. Dan sebelum mereka sempat sadar, ujung pedang si Pendekar Rajawali Sakti telah mendapat korban.
Bret! Cras!
"Aaa...!" Dua orang roboh setelah memekik kesakitan.
"Heaaa...!"
Pada saat yang sama tiga orang lawan termasuk Wiku Timbal, mencelat ke atas mengejar. Kembali tubuh Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke atas, lalu menukik tajam mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Begitu cepat gerakannya sehingga....
Desss! Digkh!
"Aaa...! Aaakh...!"
Dua orang kontan terjungkal roboh dengan dada ringsek ke dalam begitu hantaman tangan Pendekar Rajawali Sakti mendarat telak pada sasaran. Sementara Wiku Timbal berhasil menghindari dengan menjatuhkan diri ke tanah, langsung bergulingan.
Kembali Pendekar Rajawali Sakti mencelat menyerang lawan-lawannya. Empat lawan yang tersisa ditambah Karyasena agaknya tidak cukup menahan amukan pemuda berbaju rompi putih itu. Sehingga perlu menambahkan beberapa orang anak buahnya yang lain.
"Hup!" Rangga terus berkelebat dengan pedangnya menyambar-nyambar mencari korban.
Cras! Cras!
"Aaa...!"
"Aaakh...!" Kembali dua orang menjadi korban. Sementara Pendekar Rajawali Sakti terus mencelat. Dan kali ini, gerakannya terarah pada Karyasena.
"Keparat busuk!" bentak Wiku Timbal. Pendeta itu segera memberi isyarat agar beberapa anak buahnya menyiapkan perangkap seperti yang tadi dilakukan terhadap Ki Jembrana.
"Hup!"
Set!
Beberapa orang melompat sambil menebar jala. Rangga tersenyum dingin. Dan tubuhnya langsung mencelat ke samping. Namun, lawan-lawannya yang lain telah menunggu dan bermaksud memojokkannya. Dan seketika mereka langsung menebar jala.
"Heaaat...!" Namun, begitu pedang pemuda itu bergerak...
Tras!
Jala-jala yang dilempar itu kontan koyak, tak dapat digunakan lagi tersambar pedang Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan ketika Rangga berkelebat dengan jurus mengibas, tak ada seorang pun yang mampu mencegahnya.
Bret!
"Aaakh...!"
Kembali jatuh korban. Dua orang memekik, lalu roboh bermandikan darah saat pedang Rangga mendapatkan sasaran. Bahkan sang wiku sendiri kalau tidak cepat mengelak, lehernya nyaris putus.
"Heaaa...!"
Kali ini Karyasena meluruk, memberikan perlawanan hebat. Tapi amarah dan dendam telah menguasai hatinya, sehingga serangannya jadi kurang hati-hati. Dan ketika pedang Pendekar Rajawali Sakti berkelebat ke arahnya, tanpa pikir panjang lagi tongkatnya langsung menangkis.
Tras!
"Heh?!" Betapa terkejutnya Karyasena ketika tongkatnya putus menjadi tiga bagian. Sementara pedang Pendekar Rajawali Sakti terus menyambar tenggorokannya. Dengan terburu-buru, Karyasena mencelat ke belakang. Rangga bermaksud mengejar, namun tiga lawan lainnya menyerang dari belakang.
"Hiaaa...!"
Cepat bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke atas. Setelah berputaran beberapa kali, tubuhnya menukik tajam mengejar Karyasena. Sedangkan tiga orang yang menyerang dari belakang hanya terbengong melihat serangannya luput. Karyasena mencoba menghalau serangan dengan melepaskan pukulan jarak jauhnya.
"Hih!"
"Uts!" Namun Pendekar Rajawali Sakti cepat membuang tubuhnya, sehingga serangan itu luput.
Bletar!
"Aaakh...!"
Pukulan yang terus meluncur itu menghajar beberapa orang anak buah Karyasena. Mereka terlempar ke belakang dan roboh bermandikan darah. Nyawa mereka melayang saat itu juga.
"Heh?!" Karyasena terkesiap melihat keadaan itu. Tapi dia tidak punya banyak waktu, karena begitu tegak berdiri, tubuh Rangga kembali meluruk deras. Kali ini gerakan Pendekar Rajawali Sakti lebih cepat dari semula.
Kilauan cahaya biru yang terpancar dari pedang Pendekar Rajawali Sakti menyilaukan pandangan. Dengan sejadi-jadinya, Karyasena berusaha melompat ke samping menghindari pedang pusaka milik Pendekar Rajawali Sakti. Namun di luar dugaan. Rangga tahu-tahu memutar tubuhnya sambil mengibaskan tangannya. Belum sempat Karyasena berbuat apa-apa tahu-tahu....
Tuk! Tuk!
"Uhhh...!" Karyasena kontan melorot ambruk di tanah, begitu dua totokan Pendekar Rajawali Sakti yang cepat bagai kilat mendarat di rusuknya. Tubuhnya seketika lemas tak bertenaga lagi.
Belum sempat yang lain berbuat sesuatu. Pendekar Rajawali Sakti telah menyandera Karyasena. Pedangnya persis berada di muka pemuda yang memimpin pengemis ini.
"Kalau kalian masih menganggapnya pemimpin, menyerahlah! Aku tidak segan-segan menggorok lehernya!" bentak Pendekar Rajawali Sakti mengancam.
Yang lainnya terkesiap, tidak berani berbuat apa-apa. Namun Wiku Timbal yang masih sakit hati, sudah langsung menyerang Pendekar Rajawali Sakti lewat senjata-senjata rahasianya yang berbentuk bintang emas.
"Huh!" Rangga mendengus. Cepat bagai kilat pedangnya berkelebat menangkis senjata-senjata rahasia yang dilepaskan Wiku Timbal.
Tring! Tring!
Begitu bintang-bintang emas itu berjatuhan di tanah. Pendekar Rajawali Sakti langsung berkelebat sambil menyabetkan pedangnya. Gerakannya yang tak terduga, membuat Wiku Timbal terkesiap kaget. Dan....
Cras!
"Aaakh...!"
Semua orang yang berada di situ baru menyadari ketika terdengar pekikan halus. Dan ternyata tubuh Wiku Timbal ambruk bermandikan darah dengan leher nyaris putus! Sebentar dia menggelepar, lalu diam tak berkutik lagi.
"Bila ada yang mencoba lagi, dia akan mengalami nasib yang sama dengan wiku celaka ini!" desis Pendekar Rajawali Sakti.
Tidak ada satu pun yang berani macam-macam lagi. Perlahan-lahan mereka melempar senjata sebagai isyarat menyerah.
Trek!
Rangga menyarungkan pedangnya. Seketika sinar biru yang memancar dari pedangnya lenyap. Kemudian Pendekar Rajawali Sakti menoleh ketika Daryasena yang saat itu membopong kakek angkatnya menghampiri.
"Rangga, aku dan kakekku amat berterima kasih atas pertolongan yang kau berikan...," ucap Daryasena.
Rangga tersenyum seraya melirik Karyasena.
"Jangan pikirkan soal itu. Nah! Karyasena dan anak buahnya kuserahkan pada kalian. Kepentinganku disini sudah tak ada lagi."
"Hehehe...! Apakah kau tidak ingin bertandang ke gubukku, Bocah?" ujar Ki Jembrana sambil tertawa kecil. Orang tua itu memang kelihatan tabah sekali. Meski menahan luka yang cukup hebat, namun masih sempat tertawa-tawa.
"Apakah ini berarti kau mengundangku, Orang Tua?" tanya Rangga.
"Apalagi namanya?"
Rangga tersenyum.
"Lukamu cukup parah. Dalam keadaan begini, kau bukan tuan rumah yang baik untuk menyambut tamu. Setelah kelak kau sembuh, mudah-mudahan aku akan menyempatkan diri. Nah, Orang Tua, aku pamit dulu!" ujar Rangga tenang.
Belum sempat cucu dan kakek itu berkata-kata, Pendekar Rajawali Sakti telah berkelebat pergi dari tempat ini. Begitu cepat gerakannya, sehingga sebentar saja sudah terlihat jauh. Jelas ilmu meringankan tubuh Pendekar Rajawali Sakti sudah sangat tinggi.
"Aku heran...!" gumam Daryasena.
"Apa yang kau herankan, Cucuku?" tanya Ki Jembrana.
"Dia katakan, akan menghancurkan Karyasena melalui rencana yang bagus. Tapi yang kulihat tadi bukan rencana atau siasat bagus seperti yang dikatakannya...," papar Daryasena.
"Kalau saja bukan dia yang muncul, mungkin hanya bunuh diri saja. Perbuatannya sama seperti yang kulakukan. Nekat, dan tanpa perhitungan!" tambah Ki Jembrana.
"Kakek katakan Pendekar Rajawali Sakti cerdik. Tapi ternyata sama sekali tidak terbukti. Bahkan siasat yang dikatakannya padaku, tidak dijadikannya," ujar Daryasena dengan kening berkerut.
"Mungkin saja mulanya begitu. Tapi ketika aku datang ke sini, rencananya jadi rusak. Dan yang terpikir dalam benaknya hanya satu. Yaitu, ingin menyelamatkanku! Jadi bukan berarti dia tidak cerdik atau tidak punya siasat," jelas Ki Jembrana, bijaksana.
"Tapi kenapa dia mesti bersiasat segala? Padahal, dia mampu melabrak mereka?"
"Kadang-kadang orang sepertinya membutuhkan sentuhan manis untuk mengalahkan musuh...."
"Sentuhan manis bagaimana, Kek?!" Daryasena semakin tidak mengerti.
"Kemenangan yang diperoleh dari siasat, sehingga lawan terjebak atau tak berdaya sebelum bertarung. Itu lebih bagus ketimbang kalah dalam bertarung," papar orang tua ini.
Daryasena mengangguk-angguk. Dia ingin bertanya lebih lanjut, tapi Ki Jembrana yang sejak tadi memang malas-malasan menjawabnya, sudah beranjak meninggalkannya. Dan dia kini sibuk mengurusi Karyasena yang tertotok.***
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
167. Pendekar Rajawali Sakti : Pengemis Bintang Perak
ActionSerial ke 167. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.