3. Nandanu Jarevan Keano Adisatya

57 5 1
                                    

"bella, ayo ketemu. kita bertemu di cafe biasa," ajak Kean pada gadis kesayangannya di sebrang telefon. memikirkan akan pergi berdua dengan gadisnya saja sudah membuatnya tersenyum.

"Eh? Maaf jae. Hari ini bella mau kerkom," balas gadis itu dari seberang. senyuman manis pria itu seketika hilang. raut wajahnya langsung berubah. tapi nada suaranya masih sama, agar pacarnya tak menyadari perubahan suasana hatinya.

"yasudah tidak apa apa. semangat ya cantik," ucap Kean lagi. Matanya bertemu dengan mata seseorang yang tengah menatapnya. orang itu berjalan kearahnya santai. sambil membawa dua tas di tangannya.

"okey. makasih jae. kamu udah pulang?"

"iya ini kelas sudah sepi." Kean memandang seluruh kelas yang sudah hampir kosong. yang masih tinggal hanya dia dan orang yang dihadapannya.

"hari ini gimana harinya? bella, aku kangen kamu." Kean melihat ke orang didepannya. dia masih setia menunggu kean yang bertelefon.

"iya bella juga kangen. jae, bella pergi dulu ya. ini mau otw kerumah temen."

wajah Kean makin menyusut, "iya hati hati kamu."

Raut wajah lelaki itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika sambungan panggilan terputus. ekspresi wajahnya datar. dia menatap gadis didepannya.

"mau ke cafe bareng gue?" tawar gadis itu. situasinya terlalu hening membuat gadis itu sedikit canggung. mengingat kean yang nampaknya dihiraukan pacarnya.

"ayo." tanpa babibu lagi, Kean mengambil tasnya yang berada dalam genggaman gadis itu.

Gadis itu memakai tas nya dipunggung, dan mengikat rambutnya menjadi satu. Namanya Naresha. dipanggil nana oleh Kean. teman sekelas Kean dan juga merambat sebagai sahabat kean sejak kelas 10.

"tas lo berat. lo bawa baju emak lo juga kesekolah?" tanya Naresh santai. mereka berjalan dilorong sekolah yang sudah sepi. Naresh dan Kean pulang terakhir karena merekalah bagian piket hari ini.

Kean hanya tersenyum tipis. bisa habis tenaganya kalau meladeni Naresha ini.

naresh tau temannya ini sedang tidak enak hati. karena itu dia mengajak pergi bersama.

"apa alasan cewe lo? kerkom? temenin mama belanja? temennya sakit?"

"kerkom." Kean mengambil satu lagi helm dijok kereta untuk dipakai naresh. Naresh mengambil helm itu, dan memakainya.

"Pfft." Naresh tertawa remeh mendengar ucapan lelaki itu. sudah naresh duga. naresh bahkan tak terkejut nanti jika bella itu ketahuan mendua. "Jangan ketawa atau gue tinggalin lo disini."

"Kejam anjir."

***
Naresh menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia tau temannya ini butuh teman cerita. Tapi daritadi lelaki itu tak membuka obrolan. pesanan mereka bahkan sudah datang sejak tadi. Naresh bingung harus memulai darimana dia menanyakan keadaan kean. karena itu dia menunggu lelaki itu duluan bicara.

Kean menyesap kopi extra pahitnya. Naresh ngilu membayangkan betapa kerasnya lambung pria itu bekerja.

"Kenapa lo murung?" naresh akhirnya menyerah menunggu. Naresh hanya ingin pulang cepat hari ini. Kalau ditunggu terus, bisa sampai sore pria ini membuka mulutnya.

"Bella berubah." Dua kata itu mampu menjelaskan alasan kenapa lelaki itu galau.

"Berubah nya gimana?" Naresh bertanya lagi. Dia menyesap cappucino kesukaannya. Gestur tubuhnya santai, tapi seluruh indranya fokus ke Kean.

"Susah dihubungi. Kalo gue ajak ketemu selalu ada rencana duluan." Kean menghela nafasnya. Dia terlalu galau memikirkan pacarnya.

"Lo udah coba ngobrol sama Bella soal ini?"

"Belum. Orangnya aja susah dihubungi. Gimana mau ngomong?" Kean mengacak acak rambutnya, kemudian menyisirnya kebelakang asal dengan jari jarinya.

"Lo temuin ke kelasnya kan bisa." Kean mengangguk-anggukkan kepalanya. "Gue kemaren udah pergi kesana, tapi bellanya gaada. gue lagi sibuk ngurus osis. susah nyari waktu. tapi tar gue coba lagi."

Kean menghela nafasnya lagi. Wajahnya kusut bak baju belum disetrika. Naresh memegang bahu Kean dan menepuknya pelan. "Udahlah van, lo ga sadar bella ngejauh dari lo? bisa aja dia udah nyari yang baru."

Kean terlihat tidak terima. "Enak aja lo nuduh pacar gue." Kean melotot ke Naresh.

"Ya kan cuma 'kalau'. gue cuma ngomong kemungkinan realistisnya. semua orang bisa bosan,"

"lagian harusnya lo juga perhatiin adek adek lo na. Lo ga sadar jia sama jihan mukanya ga kalah kusut?" Naresh bersandar lagi di bahu sofa.

Kean mengerutkan dahi. Dia menatap Naresh dengan bingung. "Emang kenapa si kembar?"

Naresh berganti menghela nafas. "Tuhkan makanya yang dipikirin tuh jangan pacar mulu."

"Kasian jihan. Kayanya dia ada masalah. Murung terus soalnya,"

"Jia sekarang susah ngendaliin emosinya. Trus kayanya si jia juga ngerasa kesepian," pungkas Naresh

Dahi Kean berkerut, "kenapa jadi lo yang lebih tau soal si kembar?"

Naresh meminum lagi minuman miliknya. "Lo lupa gue suka perhatiin sifat orang orang?"

"Kenapa gue ga becus jagain adek adek gue? Harusnya gue lebih teliti jaga mereka." Kean nampak lebih frustasi dibanding tadi.

"Yang penting sekarang lo tau harus ngapain." Kean mengangguk tampak mengerti dengan apa yang dimaksud teman dekatnya itu.

"gue juga lagi capek ngurus osis. terlalu sibuk. sampe gapunya waktu buat diri sendiri. giliran gue ada waktu kaya hari ini, malah bella yang gapunya waktu." lelaki itu mengusap wajahnya kasar. memang kelihatan sekali dia lelah. naresh kasihan.

"gue juga bodoh banget jadi abang. sampe gatau adek adek gue ada masalah. na, pengen nyerah," lanjut Kean. Naresh otomatis panik. tubuhnya kembali duduk tegak.

"heh, gaboleh," larang naresh dengan cepat. "enak aja bilang mau nyerah. kan ada gue. ga semudah itu lo nyerah van."

mata Kean sayu. Naresh menawarkan kopi kean untuk diminum, "minum dulu biar otak lo seger." ya gimana mau seger kalo kopinya sepahit itu naresha :)

"lo udah sejauh ini van. kalo lo nyerah sekarang, semua perjuangan lo buat sampe dititik ini sia sia dong. gaboleh ngomong gitu." nada bicara Naresh sedikit memohon. Naresh tau betapa sibuknya sahabatnya ini karena mengurus semuanya. Naresh juga tau betapa lelahnya hal itu.

kean hanya diam. kepalanya menunduk.

"van, gaboleh nyerah ya?" tanya naresh sesaat kemudian.

kean masih diam. tetap pada posisinya.

naresh menghela nafas pelan, lalu kembali menatap pria berseragam sma dihadapannya, "van, ada gue. gue bakal nemenin lo. gue bakal bantuin selesaiin tugas tugas lo. gue bakal terus disamping lo sekarang dan seterusnya. jadi jangan nyerah ya?"

kean ikut menghela nafas pelan. dia menutup matanya sebentar, seakan ikut meyakinkan diri sendiri.

Dia membuka matanya dan menatap naresh dengan pandangan berbeda. tidak lesu dan sayu seperti tadi.

"oke, gue coba."

What If Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang