5. Haidarel Viano Saggara Adisatya

34 5 0
                                    

Haidarel viano saggara atau sering dipanggil sagga. Pria itu sedang mengisap batang rokoknya di pojok cafe sambil melihat ke atas. Tampak memikirkan sesuatu.

"Sag, lu denger gua ga?" Jendral membuyarkan lamunan pria berkulit hitam manis itu.

"Lu bilang apa tadi?" Tanya sagga.

"Gaada. Gapenting."

"Lu mikirin apa sag?" Lanjut jendral.

sagga menyadari jendral yang menatapnya serius. Jendral pasti sadar lawan bicaranya itu sedari tadi memang tak mendengarkannya bicara. 

"Gaada," kilah sagga. Ia mengisap lagi rokok di selipan jarinya. Lalu menghembuskan asap lewat mulutnya.

"Kita udah lama kenal. Masih mikir gua belum kenal lu? Lu ada masalah. Gausah sok mendem sendiri," tegas Jendral. Auranya yang konyol menguap begitu saja hari ini.

Pertahanan sagga runtuh begitu saja. Dia memang butuh teman bicara hari ini. Lagian Jendral bukan orang yang bodoh melihat situasi.

"Suasana rumah berubah."

"Berubah?" Jendral memang merasakan hal janggal akhir akhir ini di keluarga Adisatya.

"Ayah Bunda udah ga pulang 2 bulan. Gua sebagai sulung harus ngurus semuanya. Kantor, rumah, adik adik."

"Terus?"

"Kantor ada masalah akhir akhir ini. Gue juga harus mikirin jia yang masuk bk. Jihan juga keliatannya makin pendiam. Harusnya kean sama rangga bisa bantu gue. Tapi kean sibuk ngurus kelulusan sama osisnya. Belum rangga yang emosinya gampang naik,"

"suasana rumah jadi ga nyaman."

Jendral mengganguk. Mengerti dengan permasalahan yang sagga hadapi.

Sagga akhirnya mematikan rokoknya. Menatap jendral sayu, "gue harus gimana jen?"

Jendral mengambil waktu sejenak untuk berpikir. Bukan baru sebulan dua bulan dia mengenal sagga dan keluarganya. Bahkan mereka sudah seperti keluarga jendral sendiri.

"Udah ngomongin masalah ini sama bunda lu?"

"Gue kangen bunda," ucap sagga tanpa menjawab pertanyaan dari sang lawan bicara.

Biasanya bundanya yang selalu menenangkannya ketika dia merasa pundaknya terlalu berat.

"Bunda Laurent sama om belum pulang? Kemaren katanya mau pulang?" Jendral tau sudah 2 bulan sejak wanita paruh baya yang ia panggil 'bunda' itu meminta tolong padanya untuk menemani anak anaknya.

"Belum, diundur lagi kemaren. Kemungkinan pulang seminggu lagi." Sagga menyesap kopi hitamnya. Pikirannya terlalu ruwet memikirkan semua.

"Trus apalagi yang ganggu pikiran lu?"

"Gaada. Masalah yang itu aja belum selesai. Masa mau nambah?"

Jendral berganti menyesap kopinya. Memikirkan sesuatu.

"Perlu bantuan buat nyelesaiin semua?' tawar Jendral.

Sagga menatap Jendral tidak mengerti, "caranya?"

"Lo selesaiin urusan kantor lu. Si kembar gue yang urus. Nanti kita sama sama ngomong ke kean sama rangga biar ngomongin jalan keluar gimana baiknya kerja sama buat ngurus keluarga. Gimana?" Jelas Jendral. Sagga berpikir sebentar lalu mengangguk.

"Boleh," jawab sagga, "makasih ya jen."

"Iya santai. Kalo ada masalah lain, kasihtau gua. Jangan dipendem sendiri."

What If Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang