Teettt... teeet... teeet...
Bel sekolah berbunyi tiga kali, menandakan waktu istirahat sudah tiba. Guru mengemaskan peralatan mengajarnya dan meninggalkan ruangan kelas.
Siswa siswi bergegas keluar kelas, bercakap-cakap dan masing-masing pergi ke segala tempat. Kantin, perpus, kelas sebelah, dan kemana saja yang mereka inginkan.
Seketika ruangan yang tadinya riuh penuh, sekarang hanya terdengar beberapa obrolan-obrolan siswa yang memilih tetap di kelas.
Kupandangi sekeliling kelas, terlihat siswa dipojok sedang membaca buku, satu siswa lainnya memainkan handphone.
Bersama ketiga temanku, kami asyik menikmati bekal makanan yang disiapkan Ibu kami. Tradisi lama memang, tapi sekarang sudah jarang dilakukan.
Kebanyakan siswa merasa malu kalau membawa bekal ke sekolah. Seolah-seolah itu hanya dilakukan oleh anak Sekolah Dasar. Padahal, dengan makanan rumah seperti ini jauh lebih sehat dan nikmat kalau gengsi itu bisa dikalahkan.
Setelah sisa makanan dikemas dan dirapikan, aku mengambil handphone membuka dan membalas satu per satun pesan masuk.
Hingga pada satu pesan yang membuat tubuhku tiba-tiba terasa dingin. Pesan Ibuku yang membuatku ingin segera pulang.
"Obet, dari pagi lemas, diberi makan tetap saja lesu, tidak seperti biasanya."
Degg... Membaca pesan itu, jantungku tersentak, pikiranku bergerilya kemana-mana. Mengingat kejadian yang sudah-sudah membuatku sedikit patah hati.
🍌🍌🍌
(Flashback singkat)
Aku merupakan tipe orang yang mudah mencintai namun sulit melupakan. Aku begitu mudah menyayangi hewan, bahkan mengganggapnya sebagai adik sendiri.
2 tahun lalu, aku pernah kemalangan. Aku memiliki kelinci. Berbulu putih bersih. Matanya merah. Bulunya lembut sekali.
Aku memeliharanya sejak bayi. Namun saat ia berumur 2 bulan, ia gigit dan dibawa lari oleh kucing jantan. Butuh waktu 2 tahun aku melupakan kesedihan kala itu.
Tak hanya itu. Pada tahun sebelum dan berikutnya aku pernah memelihara beberapa hewan peliharaan. Beberapa diantaranya meninggal karena tertabrak dijalanah seperti biasanya.
🍌🍌🍌
Setelah pelajaran selesai, aku bergegas keluar kelas, meninggalkan segala isinya termasuk tidak bersalaman dengan guru karena aku ingin melihat keadaan Obet.
Dipikiranku saat menuju rumah hanyalah Obet, Obet, bagaimana ini. Aku khawatir bukan main seolah mengkhawatirkan adiknya yang sedang sakit.
Tapi kalau dia sakit bagaimana? Dimana aku akan membawanya berobat? Rumah Sakit? Ah tidak mungkin, bukan tempatnya. Dokter hewan? Jangan ditanya. apalagi diusulkan tempat itu, disini tak ada dokter hewan.
Lesu, tak lagi lincah seperti biasanya. Matanya sulit terbuka, kudapati jasad yang tak berdaya didepan mata. Sakitkah? Tanyaku kepada diriku sendiri, atau aku tidak memberikan makanan yang baik untuk dia? Aku hanya duduk diam dan pasrah.
Kemana tingkah laku yang lincah? Mana suaramu yang lucu itu? Kandang ini, biasanya dipenuhi bulu-bulu halus akibat gerakmu yang aktif itu.
Ku angkat tubuh itu. Seperti lilin yang sedang meleleh. Aku semakin khawatir. Kenapa ini tanyaku?
Dia sedang tidak berdaya. Aku, Paman, dan Ibu khawatir. Kami tidak tau harus bagaimana? Apa yang harus kami lakukan? Apakah hanya menunggu? Aku tidak bisa berkata apa-apa. Dia sedang tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Benci Pisang🍌 [I Hate Banana]
Novela JuvenilCerpen✓ Bukan karena rasanya, bukan pula karena bentuknya, tapi apa ya sebabnya? Selamat membaca📒