BAGIAN 8

137 10 0
                                    

"Boleh jadi begitu. Tapi pukulan 'Tapak Bayangan'ku tidak peduli dengan segala racun-racunmu!" hal ini si Tapak Bayangan yang menyahuti. Bersamaan dengan itu kedua telapak tangan laki-laki berwajah mirip tengkorak disorongkan ke depan.
Wesss!
Seketika seberkas cahaya berwarna keperakan bergerak cepat laksana gemuruh angin topan, mengancam keselamatan Tabib Siluman.
"Heaaa...!"
"Heh...?!" Bukan main terkejutnya Tapak Bayangan ketika melihat pukulan jarak jauhnya menembus tubuh Tabib Siluman dan terus menghantam sebuah pohon besar yang ada di belakang.
Brakkk!
Pohon besar itu kontan roboh ambruk, menimbulkan suara gemuruh dahsyat.
"Hik hik hik...! Ayo, kerahkan semua tenaga dalammu. Dan pilih bagian tubuhku yang empuk!" tantang Tabib Siluman, merendahkan.
"Hiaaah...!"
Tapak Bayangan mencoba sekali lagi. Kedua telapak tangannya kembali menghentak.
Wesss...!
"Hik hik hik...!"
Kembali Tapak Bayangan harus menahan kekecewaan ketika sinar keperakan yang meluncur dari telapak tangannya, hasilnya tetap seperti tadi. Pada saat yang sama Ular Setan ikut membantu. Pedangnya cepat dibabatkan.
Wuttt!
"Heh?!" Kali ini Ular Setan yang kecewa bercampur kaget, ketika pedangnya hanya menebas tempat kosong belaka. Padahal jelas senjata itu memapas pinggang Tabib Siluman. Dan belum lagi mereka menyerang kembali, mendadak tubuh Tabib Siluman bergerak bagai tiupan angin. Lalu....
Begkh! Des!
"Aakh...!"
Kedua orang itu terkesiap dan sama sekali tidak mampu mengelak. Mereka menjerit kesakitan dan terjungkal ke belakang, begitu hantaman Tabib Siluman mendarat di perut dan dada masing-masing.
"Heaaa...!"
Belum lagi mereka berbuat apa-apa, tubuh Tabib Siluman telah bergerak cepat. Kali ini yang jadi sasaran Ular Setan.
Desss!
"Hugkh...!" Ular Setan menjerit tertahan ketika perutnya diinjak Tabib Siluman. Tubuhnya sampai terangkat beberapa jengkal ke atas tanah. Dari mulutnya seketika menyembur darah segar. Namun Tabib Siluman tidak berhenti sampai di situ.
"Kau akan mampus lebih dulu. Dan setelah itu, si muka tengkorak akan segera menyusul!"
"Wanita iblis, mampuslah kau...!"
Tapak Bayangan mencoba membantu dengan menyerang Tabib Siluman dari belakang.
Pias! Pias!
"Heh...?!" Kembali Tapak Bayangan tersentak kaget. Usahanya ternyata sia-sia, sebab pukulan dan tendangannya hanya mengenai tempat kosong.
"Percuma sama kau menyerangku, Muka Tengkorak! Lebih baik simpan tenagamu untuk menjemput ajalmu nanti," desis Tabib Siluman.
Pada saat itu Ular Setan berusaha mempertahankan diri mati-matian dari injakan Tabib Siluman yang disertai tenaga dalam tinggi. Tidak ada lagi kesempatan baginya untuk berontak, sebab tenaga dalamnya sendiri hanya mampu untuk menahan. Sementara pedangnya sudah sejak tadi terpental. Sedangkan ular-ular beracunnya sama sekali tidak berguna lagi.
Tabib Siluman saat ini memang sudah mengerahkan aji 'Halimunan' pada tingkat pertengahan. Pada tingkat seperti ini, tubuhnya masih terlihat jelas, namun hanya berupa bayangan semu saja. Sehingga bila sebuah pukulan menghantam, hanya seperti menyambar angin saja.
Sementara itu. Tapak Bayangan sama sekali tidak merasa jemu dan mencoba segala cara untuk mencari titik kelemahan Tabib Siluman dengan menyerang gencar. Meski tidak mampu melukainya, namun wanita iblis ini merasa jengkel juga. Lalu....
"Hih!" Saat itu juga. Tabib Siluman menekan perut Ular Setan disertai pengerahan tenaga dalam penuh.
Bras!
"Aaa...!" Disertai jeritan menyayat, Ular Setan kelojotan ketika kaki Tabib Siluman amblas ke dalam perutnya. Darah langsung berhamburan dari perutnya yang pecah. Sebentar laki-laki itu meregang nyawa, lalu diam tak berkutik lagi. Mati.
"Hiaaa...!" Tepat ketika Tapak Bayangan meluruk menyerang dari belakang. Tabib Siluman berbalik dan menanti.
Wuttt!
Tapak Bayangan melepaskan hantaman keras ke arah kepala, namun lagi-lagi hanya menghantam angin kosong. Pada saat yang sama. Tabib Siluman menghantam dadanya.
Desss...!
"Aaakh...!" Tapak Bayangan kontan menjerit keras. Tubuhnya terpental balik ke belakang. Baru saja dia berusaha bangkit, Tabib Siluman telah berkelebat sedemikian cepat mengirim serangan susulan.
Desss!
"Akh...!" Kembali Tapak Bayangan menjerit menyayat ketika hantaman Tabib Siluman mendarat di perutnya. Tubuhnya terpental dengan darah meleleh dari mulutnya. Wajahnya berkerut menahan rasa sakit yang hebat, ketika ambruk di tanah.
Sementara Tabib Siluman hanya memandangi sebentar. Kemudian tubuhnya berkelebat hendak melanjutkan serangan. Tapi....
"Tahan, Tabib Siluman. Kukira sepak terjangmu cukup sampai di sini saja."
Seketika Tabib Siluman menghentikan serangan. Kepalanya langsung menoleh ke arah datangnya suara. Dan betapa terkejutnya dia ketika dua tombak di depannya telah berdiri tegak seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung di punggung.
"Pendekar Rajawali Sakti! Bukankah...."
Walaupun sempat diberitahu Ki Baligu, tak urung Tabib Siluman terperanjat kaget melihat pemuda tampan yang memang Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti. Semula dia memang tak yakin kalau Rangga masih hidup. Itu sebabnya, dia langsung ingin membuktikannya.
"Jangan terlalu heran, Dewi Saraswati! Yang jelas Sang Hyang Widhi belum menghendaki kematianku...," ujar Rongga kalem.
"Huh! Setan mana yang menyelamatkanmu?!" bentak Tabib Siluman.
"Seseorang yang telah kau sakiti hatinya dan kau buat cacat tubuhnya...," sahut Rangga, kalem.
"Bangsat! Jadi, Rinjani pun masih hidup?! Hm.... Jadi kau berniat membalaskan dendamnya?!" geram Tabib Siluman, seperti untuk dirinya sendiri.
"Bukan dendam. Aku hanya ingin melenyapkan keangkaramurkaanmu saja," kata Rangga, dingin.
"Bedebah...! Hiaaa...!"
Agaknya Tabib Siluman gegabah sekali. Dia terlalu percaya dengan keampuhan ilmu yang dimilikinya, sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan pertahanan dirinya. Tubuhnya langsung meluruk, melepaskan serangan bertubi-tubi ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Sebaliknya dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' Pendekar Rajawali Sakti berusaha mengelak. Dan tiba-tiba disabetkannya sepotong ranting.
Ctar!
"Aaakh...!"
Tabib Siluman kontan memekik setinggi langit dan jatuh terjungkal ke belakang. Ternyata, aji 'Halimunan' yang digunakan langsung pudar pengaruhnya. Sehingga tubuhnya yang semula berupa bayangan semu, perlahan-lahan nampak jelas membentuk jasad kasar.
"Kelor putih? Kurang ajar! Pasti Rinjani yang memberitahu!" dengus Tabib Siluman. Sepasang matanya terbelalak kaget melihat ranting kelor putih yang telah melumpuhkan ajiannya.
"Dari siapa pun benda ini yang jelas mulai sekarang kau tidak bisa lagi membanggakan aji 'Halimunan'!"
"Huh! Kau kira bisa berbuat seenaknya?! Jangan harap, sebab sebentar lagi kau akan mampus di tanganku!"
Setelah berkata begitu, Tabib Siluman melompat ke belakang sejauh tiga langkah. Lalu kedua telapaknya dirapatkan di dada. Kedua tangannya perlahan-lahan bergetar. Demikian pula tubuhnya. Kemudian tiba-tiba saja....
"Heaaa...!"
Disertai bentakan nyaring, Tabib Siluman menghentakkan kedua tangannya ke depan.
Wut! Wus...!
Bukan main terkejutnya Rangga ketika melihat selarik cahaya putih keperakan amat menyilaukan mata. Sinar itu bergerak secepat kilat ke arahnya, menimbulkan angin kencang laksana badai topan serta hawa panas yang amat menyengat.
Secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti menjatahkan diri ke samping lalu bergulingan. Sehingga pukulan Tabib Siluman yang dikenali bernama pukulan 'Sinar Api Neraka' luput dari sasaran. Namun demikian, hawa panas dari angin sambarannya seperti membakar tubuh. Dan akibat yang ditimbulkannya pun sungguh hebat. Beberapa batang pohon besar kontan mengering jadi arang, lalu perlahan-lahan ambruk.
"Hm.... Inikah yang dinamakan pukulan 'Sinar Api Neraka'?" gumam Rangga dalam hati dengan sinar mata penuh takjub.
"Hik hik hik...! Masih untung kau bisa menyelamatkan diri, Keparat! Tapi sebentar lagi tubuhmu akan lumat jadi arang!" desis Tabib Siluman.
"Silakan, Dewi. Kau yang memulainya. Dan aku hanya meladeni saja...," ucap Rangga, dingin menggetarkan.
"Hm.... Kenapa kau begitu yakin kalau aku Dewi Saraswati?" tanya Tabib Siluman, penasaran.
"Rinjani telah menceritakan semuanya...."
"Bedebah!" dengus Tabib Siluman.
"Ya! Jadi buka saja topengmu. Karena sia-sia saja kau bersembunyi di balik kain hitam itu...."
"Keparat! Akan kulihat, apakah kau masih mampu bertahan dengan aji pamungkasku," bentak Tabib Siluman. "Heaaa...!"
Tiba-tiba saja Tabib Siluman melompat menyerang. Tapi agaknya hal itu tidak semudah perkiraannya. Sebab Pendekar Rajawali Sakti mampu bergerak cepat mengimbangi serangannya. Bahkan dengan suatu gerakan yang tak terduga, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat sekali. Tangannya langsung menyambar kain hitam yang menutupi wajah Tabib Siluman.
Bret!
"Ohhh...!" Seketika, terlihatlah wajah cantik dengan sepasang mata bening. Rambutnya yang panjang terurai lepas.
"Kurang ajar...!" desis Tabib Siluman, seraya mundur beberapa langkah.
"Kau terlalu keras hati. Dewi. Mengapa mesti aku yang harus merobek kain topengmu?" ejek Pendekar Rajawali Sakti, berusaha terus membangkitkan amarah Tabib Siluman.
Dewi Saraswati alias si Tabib Siluman menggeram semakin murka. Amarahnya berkobar-kobar dan tak terkendali lagi. Kini kembali kedua tangannya merapat didepan dada. Tubuhnya bergetar keras. Lalu....
"Kau boleh mampus lebih dulu, yeaaa...!"
Wesss...!
Seberkas sinar putih keperakan dari aji pukulan 'Sinar Aji Neraka' kembali meluncur, begitu Tabib Siluman menghentakkan kedua tangannya ke depan.
"Hup!" Dan Rangga cepat melenting ke atas, menghindari pukulan yang bukan main dahsyatnya. Dari mulutnya keluar keluhan ketika kakinya bagai terpanggang terkena hawa panas yang kencang luar biasa dari sambaran pukulan itu. Padahal Pendekar Rajawali Sakti telah berusaha menghindar setinggi mungkin.
"Hik hik hik...! Kau lihat? Sebentar lagi kau akan mampus di tanganku!"
"Dewi Saraswati! Kau terlalu memaksaku. Tapi aku masih memberi kesempatan padamu. Bertobatlah...," ujar Pendekar Rajawali Sakti, masih memberi kesempatan.
Sring!
Pada saat tubuh Dewi Saraswati meluruk, Rangga cepat mencabut pedang. Seketika cahaya biru terang memancar dari mata Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Seketika Tabib Siluman terperanjat kaget.
Wut!
Nyaris saja leher Tabib Siluman putus disambar pedang Rangga kalau saja tidak buru-buru merunduk. Tapi Rangga yang sudah memperhitungkannya cepat melepaskan tendangan dahsyat.
Wut!
"Uhhh...!" Tabib Siluman kalang kabut menghindarinya. Cepat dia menjatuhkan diri dan bergulingan. Setelah mengambil jarak, dia berusaha bangkit. Tapi baru saja berdiri, Pendekar Rajawali Sakti kembali mengayunkan pedangnya ke arah leher sambil melompat.
Wut!
"Uts!" Kembali Tabib Siluman merunduk. Namun pada saat yang sama kaki Rangga begitu cepat meluruk ke arah pinggang. Dan....
Begkh!
"Aaakh...!" Tabib Siluman memekik keras ketika ujung kaki Pendekar Rajawali Sakti menghantam pinggangnya.
"Keparat!" Tabib Siluman menggeram sambil berusaha bangkit. Cepat kedua tangannya disilangkan di dada.
"Kuperingatkan padamu, Dewi! Jangan coba-coba menggunakan ilmu anehmu untuk memanggil mayat-mayat yang terbunuh, sebab ranting kelor putih masih ada ditanganku!" ujar Pendekar Rajawali Sakti, dingin.
Dewi Saraswati terkesiap. Bola matanya membelalak.
"Tidak usah terkejut. Kini tanggunglah dosa-dosamu di neraka! Hiaaa...!" Setelah berkata demikian, Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat mengayunkan pedangnya.
"Uhhh...." Tabib Siluman yang telah bersiaga sejak tadi segera menghindar dengan melompat ke belakang. Namun Rangga tidak memberi kesempatan sedikit pun padanya. Pedangnya terus bergerak amat cepat.
Sementara Tabib Siluman terus berjungkir balik menghindari serangan-serangan Pendekar Rajawali Sakti. Kalau saja tidak memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi, niscaya sudah sejak tadi tubuhnya terpotong-potong oleh sabetan Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Namun begitu, kemampuannya pun mempunyai batas. Kini perlahan-lahan gerakannya mulai lambat. Dalam kekalutan dan rasa penasaran, dia jadi tidak percaya diri lagi.
Sementara itu pedang Pendekar Rajawali Sara telah mengurung semua ruang geraknya. Tak ada jalan baginya untuk meloloskan diri. Tabib Siluman coba mencelat ke belakang. Namun ujung kaki kiri Rangga tiba-tiba menyapu cepat menghantam tulang kakinya.
Plak!
Tabib Siluman mengeluh kesakitan. Keseimbangan tidak terjaga. Padahal saat itu juga pedang Rangga berkelebat cepat tak tertahankan lagi. Dan....
Tesss!
"Aaa...!" Tidak ada ampun lagi, Tabib Siluman memekik keras. Tubuhnya kontan ambruk ketika lehernya putus dibabat pedang. Kepalanya langsung menggelinding. Darah Tampak menyembur dari lehernya yang buntung. Sebentar tubuhnya kelojotan, lalu diam tak berkutik lagi.
Sebentar Pendekar Rajawali Sakti memandangi mayat Tabib Siluman, lalu berbalik. Dihembuskannya napas panjang, seperti hendak mengeluarkan seluruh ganjalan hatinya.
"Hm.... Aku harus kembali ke rumah Ki Somareksa untuk mengambil Dewa Bayu yang kutinggalkan di sana...."
Setelah berkata demikian. Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat bagai kilat. Tanpa disadari, masih dua orang di tempat terpisah yang bersembunyi. Kedua orang itu tersenyum puas, melihat kematian Tabib Siluman yang menjadi momok menakutkan bagi tiga desa di kawasan tempat ini.
Kedua orang itu adalah Rinjani, yang merasa puas dendamnya terbalas. Sedangkan satunya lagi adalah Tapak Bayangan. Yang merasa kagum terhadap Pendekar Rajawali Sakti yang telah menyelamatkannya dari kematian.

***

TAMAT

172. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Tabib SilumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang