BAGIAN 5

107 9 1
                                    

Rangga memutuskan untuk menerima tawaran menginap di rumah Ki Somareksa. Selain di tempat kepala desa itu ada sebuah kamar kosong, Rangga pun seperti punya kewajiban untuk melindungi Ki Somareksa dari amukan penduduk yang sewaktu-waktu akan meletus lagi. Sementara bagi Ki Somareksa hal itu seperti anugerah saja. Karena seorang raja sudi menginap di tempatnya. Dia tetap merasa yakin kalau pemuda itu adalah Raja Karang Setra!
Kamar yang ditempati Rangga tidak terlalu luas, tapi cukup tertata rapi. Tampak sebuah tempat tidur dari kayu jati yang diukir indah, dan sebuah lemari. Di sebelahnya terdapat meja yang di atasnya terletak guci beserta dua cangkir dan sebuah wadah dari kuningan berisi buah-buahan segar.
Tok! Tok! Tok!
Belum sempat Rangga merebahkan diri, terdengar pintu kamar diketuk.
"Masuk. Tidak dikunci..." ujar Pendekar Rajawali Sakti.
Begitu pintu terbuka, seorang wanita muda masuk. Dan dia langsung bersimpuh di muka pintu dengan kepala tertunduk.
"Siapa kau...?" tanya Pendekar Rajawali Sakti ramah.
"Hamba Warsih, diutus Ki Somareksa untuk meladeni semua keperluan Kanjeng Gusti Prabu...," kata gadis bernama Warsih ini.
"Terima kasih, Warsih. Tapi sekarang aku belum memerlukan apa-apa. Aku ingin istirahat. Kau boleh keluar...," ucap Rangga, ramah.
"Hamba menunggu di luar. Kanjeng Gusti Prabu...."
"Ya, silakan...."
Warsih beringsut setelah menghaturkan sembah. Lalu dia berbalik melangkah keluar seraya menutup pintu.
Rangga tidak buru-buru merebahkan diri. Cepat dia duduk bersila untuk bersemadi. Kedua telapak tangannya telah merapat di depan dada. Matanya perlahan-lahan memejam, memusatkan perhatian pada satu titik.
Di luar, malam merambat semakin kelam. Hanya gemersik dedaunan tertiup angin yang terdengar. Cukup lama Pendekar Rajawali Sakti merasakan keheningan.
Dan tiba-tiba kelopak mata Rangga terbuka. Telinganya mendengar bisikan halus sekali. Dan rasanya, bagai disapu angin.
"Aku tahu kau mendengar suaraku. Keluarlah.... Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu...."
Setelah merasa yakin kalau bisikan itu bukan sekadar khayalan, Rangga menghentikan semadinya. Cepat dia beranjak dari tempat tidur. Matanya melirik sekilas ke arah pintu, kemudian melangkah ke dekat jendela. Bila keluar dari jendela, rasanya tidak akan menarik perhatian penghuni rumah. Begitu pikirnya.
Angin dingin segera menyambut begitu tubuh Pendekar Rajawali Sakti berada di luar. Rangga menutup jendela, kemudian memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Tampak gelap. Di langit terlihat awan hitam berkumpul, membentuk hamparan permadani luas yang semakin menambah gelapnya malam.
"Ikuti aku...." Kembali terdengar bisikan.
Srak!
"Hm...." Rangga menggumam pelan ketika melihat sesuatu bergerak tidak jauh di depannya. Sesosok bayangan yang mirip manusia, melesat cepat ke arah tenggara. Dan berarti, menuju Telaga Air Mata Dewa. Saat itu juga Pendekar Rajawali Sakti mengempos tenaga, dan berkelebat mengejar.
Kejar-mengejar di antara mereka tidak terlalu lama. Orang yang dikejar seperti membiarkan dirinya terus diikuti. Bahkan memberi kesempatan pada pengejarnya agar tidak kehilangan jejak.
Begitu tiba di tepi Telaga Air Mata Dewa, sosok bayangan itu berhenti berlari. Dia berdiri tegak menghadap ke telaga. Dan Rangga cepat pula berhenti, namun tidak mau berada terlalu dekat dengannya. Pendekar Rajawali Sakti mengambil jarak di sebelah kiri, sejauh tujuh langkah. Matanya melirik sekilas pada sosok yang tubuhnya terbungkus kain hitam. Demikian pula bagian muka. Sehingga pemuda itu tidak bisa mengenalinya. Namun dari bentuk tubuhnya yang ramping, Pendekar Rajawali Sakti yakin kalau sosok itu adalah seorang wanita. Keyakinannya makin mantap.
"Apa maksudmu mengajakku ke sini?" tanya Rangga datar.
Tak ada sahutan, selain semilir angin yang mengibar-ngibarkan rambut. Sementara hawa dingin terasa menusuk tulang sumsum.
"Siapa kau sebenarnya. Dan apa maksudmu mengajakku ke sini?" tanya Rangga.
"Telaga...," sahut sosok itu sambil menuding ke bawah. Suaranya terputus.
Rangga memandang heran padanya. Sejak tadi sosok ini sedikit pun tak melirik ke arahnya.
"Nisanak! Aku tidak cukup sabar untuk melayani kemauanmu. Katakan, apa yang kau inginkan. Dan siapa kau sebenarnya?!" desak Pendekar Rajawali Sakti sedikit keras.
Seketika wanita berkerudung hitam itu menoleh. Dan sesaat Rangga terperanjat kaget melihat sepasang mata berkilau tajam laksana mata seekor kucing di kegelapan.
"Kau tidak sabar, Bocah? Padahal kematianmu sudah dekat...!" desis wanita itu tajam.
"Hiaaat..!"
Selesai berkata demikian, mendadak wanita itu melejit bagai kilat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Heh...?!" Bukan main terkejutnya Rangga mendapat serangan mendadak dengan gerakan sedemikian cepat. Cepat tubuhnya menunduk, dan bergulingan ke belakang. Sementara sebelah tangannya masih menangkis hantaman tangan sosok itu.
Plak!
"Uhhh...." Pendekar Rajawali Sakti mengeluh tertahan. Tangannya yang habis memapak terasa linu dan dingin. Disadari kalau tenaga dalam sosok itu sangat tinggi. Namun begitu secepat kilat dia bangkit dan bersiap menghadapi serangan berikutnya.
Sementara wanita itu telah berdiri tegak di depan Rangga dalam jarak tujuh langkah. Sorot matanya masih tajam ketika memandang pada pemuda berbaju rompi putih itu.
"Kau akan mati di dasar telaga ini, karena berani mencampuri urusan orang!" desis wanita itu.
Suara sosok ini terdengar serak dan parau. Dan sepertinya, dikeluarkan dari tenggorokan.
"Siapa pun adanya kau, jangan harap bisa menyurutkan langkahku untuk menyelidiki pembunuh keji di desa ini!" balas Rangga, tak mau kalah gertak.
"Kalau begitu kau memang harus mampus!"
Setelah berkata begitu, kembali sosok itu melesat menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Namun kali ini Rangga telah siap menangkis.
Plak!
"Heh?!" Pendekar Rajawali Sakti sempat terkejut. Ternyata gerakan sosok ini cepat bukan main, begitu habis menangkis, sosok itu kembali menyerang. Dan ini membuat Rangga jadi kewalahan, tanpa sempat balas menyerang.
"Sial...!" desis Rangga geram, sambil terus menghindar dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'.
"Kaukah yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti? Maaf, riwayatmu hanya sampai di sini!" leceh sosok ini.
"Terserah, bagaimana kau memanggilku. Yang jelas, aku tidak akan menyerah begitu saja!"
"Hik hik hik...!" Orang berselubung hitam itu malah tertawa mengikik mendengar kata-kata Pendekar Rajawali Sakti. Suaranya serak, tapi nyaring seperti membelah udara malam yang dingin.
"Hik hik hik...! Pemuda dungu! Kau kira bisa menyelesaikan segala persoalan dengan kepandaianmu yang masih seujung kuku!" ejek sosok itu.
"Heaaat..!"
Disertai teriakan keras sosok ini menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya meluruk sambil melepaskan pukulan bertubi-tubi ke bagian-bagian tubuh yang mematikan.
Dengan wajah dingin. Pendekar Rajawali Sakti berusaha melayaninya dengan mengandalkan jurus-jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'. Kadang tubuhnya melenting ringan, namun tak jarang meluruk deras sambil melepaskan pukulan berbahaya.
"Hik hik hik...! Jurus yang hebat.... Tapi apakah kau kira mampu membunuhku?! Ayo, carilah bagian terempuk dari tubuhku!" ejek sosok ini.
"Heaaat...!"
Tanpa menunggu lebih lama, Pendekar Rajawali Sakti meningkatkan serangannya. Langsung tangannya mengibas disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Dan rasanya, kali ini serangannya akan telak mendarat di sasaran. Tapi....
Bet!
Klap!
"Heh?!" Kembali Rangga dibuat terkejut ketika kibasan tangannya membabat tempat kosong. Padahal jelas, tangannya menebas ke arah leher. Namun ternyata tahu-tahu saja sosok itu lenyap entah ke mana.
"Hik hik hik...!" Tiba-tiba terdengar tawa cekikikan. Dan ini semakin membuat Rangga kalap. Namun sebelum dia kembali menyerang, mendadak....
Begkh!
"Akh...!" Rangga mengeluh kesakitan begitu dadanya terhantam pukulan keras bertenaga dalam tinggi. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang dengan tangan kiri mendekap dada.
"Heaaa...!"
Terdengar jeritan serak tapi melengking, dari mulut sosok yang tak terlihat lagi. Dan Rangga hanya merasakan kelebatan angin yang cepat bagai kilat. Dan....
Duk!
"Aaakh...!" Untuk kedua kalinya Rangga menjerit kesakitan. Satu hantaman keras kembali menghajar perutnya. Pendekar Rajawali Sakti terjungkal ke belakang dengan darah menetes dari sudut bibirnya.
Hantaman itu cepat dan keras bukan main. Kalau saja tidak diiringi pengerahan tenaga dalam tinggi niscaya tidak akan membuat pemuda itu menderita luka dalam. Tapi yang dirasakannya terasa berat bukan main, seperti dihantam bandul besi yang beratnya puluhan kati!
"Hik hik hik...! Pendekar Rajawali Sakti, pendekar masyhur kata orang. Memiliki kepandaian laksana dewa. Tapi siapa yang nyana hari ini akan menemui ajalnya di tangan orang yang tak terkenal. Hik hik hik...!" ledek orang berkerudung hitam yang kini tak terlihat bentuk wujudnya.
"Uhhh...!" Rangga mengeluh tertahan. Dengan sekuat tenaga, dia berusaha menahan rasa sakit yang diderita, dan bersiaga terhadap serangan berikut. Padahal pemuda itu mulai bingung, bagaimana caranya menghadapi ilmu aneh yang diduga sebagai ilmu 'Halilintar'.
"Hup...!" Tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti memejamkan kedua kelopak mata, siap menghadapi serangan dengan mengandalkan pendengaran.
Pendekar Rajawali Sakti mengira, dengan cara mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara', dapat mengimbangi serangan.
"Heaaa...!"
Terdengar teriakan nyaring. Dan Rangga merasakan adanya serangkum angin serangan dari depan. Buru-buru tubuhnya melejit ke belakang sambil berusaha memapak.
Tapi tetap saja Rangga sia-sia saja mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Karena justru, perhatiannya jadi pecah tertuju ke segala arah. Dia yang merasa serangan datang dari depan, sungguh tak menduga kalau tiba-tiba serangan itu berhenti. Dan belum sempat dia berbuat apa-apa, tiba-tiba satu hajaran menghantam punggungnya.
Desss...!
"Aaakh...!" Pendekar Rajawali Sakti tersungkur ke depan. Cepat tubuhnya bergulingan ke kiri seraya membuka kelopak mata. Pada saat yang sama serangan selanjutnya datang.
"Yeaaat...!"
Dengan untung-untungan Rangga kembali bergulingan.
Dug! Dug!
Begitu Pendekar Rajawali Sakti melihat ke arah tadi, tampak permukaan tanah melesak ke dalam sampai batas lutut. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya bila jejakan itu mengenainya.
"Apakah kau telah berdoa untuk kematianmu, Bocah? Pendekar Rajawali Sakti yang malang! Siapa kini yang bisa menolongmu dari kematian? Hik hik hik...!" ejek sosok yang tak terlihat wujudnya.
"Jahanam terkutuk! Sebelum kau mati di tanganku, barangkali kau mau mengakui dosa-dosamu terlebih dulu!" bentak Rangga, seraya bangkit berdiri.
"Dosa? Dosa apa gerangan?!"
"Bukankah kau yang telah membunuh pemuda-pemuda desa ke dalam telaga ini?"
"Hik hik hik...! Dari mana kau punya dugaan seperti itu?"
"Kau tidak butuh dugaanku. Sebaliknya, jawab saja pertanyaanku tadi!"
"Sebagai orang yang mau mampus, rasanya tidak keberatan kujawab pertanyaanmu kalau saja bisa memuaskan hatimu. Nah! Aku tidak tahu-menahu soal pemuda-pemuda yang mati di telaga ini. Puaskah kau dengan jawabanku?"
"Dusta! Kaulah penyebab kematian mereka...!"
"Hik hik hik...! Apa pun penilaianmu, apa peduliku? Pertanyaanmu sudah kujawab."
"Kau memang iblis wanita yang tidak malu! Kau perempuan jalang yang haus pemuda-pemuda untuk memuaskan nafsu iblis yang bersemayam di jiwamu!" maki Pendekar Rajawali Sakti geram.
"Hik hik hik...!"
Mendengar makian itu, terdengar tawa mengikik dari sosok yang tak jelas ini. Suaranya masih tetap serak dan parau. Tapi terdengar amat menakutkan di tengah malam buta seperti sekarang.
"Akan kubuktikan sekarang juga! Heaaat...!"
Disertai teriakan menggelegar, menderu angin serangan dari sosok yang tak jelas. Sementara, Pendekar Rajawali Sakti dengan mengandalkan pendengaran yang tajam hanya berusaha menghindar dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Kendati demikian tetap saja dia semakin keteter menghadapi serangan-serangan dahsyat ini.
"Hiaaat!"
Secara meraba-raba, Pendekar Rajawali Sakti menghindar ke samping ketika merasakan angin sambaran ke dadanya. Pada saat yang sama, kembali datang serangan mengarah ke leher. Cepat bagai kilat, Rangga berusaha menyampoknya.
Plak!
"Uhhh...!" Kembali Rangga mengeluh tertahan, begitu terjadi benturan tangan. Mukanya berkerut menahan sakit. Pergelangan tangan sosok yang tak jelas itu terasa dingin amat menusuk. Dan belum lagi Rangga sempat mengatur jarak untuk menghindari serangan selanjutnya, satu sambaran berkelebat ke arah tengkuknya. Dan....
Desss...!
"Akh...!" Pendekar Rajawali Sakti mengeluh tertahan. Tubuhnya sempoyongan dan bergeser ke samping seperti kehilangan keseimbangan. Dan belum sempat memperbaiki keseimbangannya....
Begkh!
"Aaa...!"
Byurrr...!
Dalam keadaan begitu, tiba-tiba satu hajaran keras mendarat di perut Rangga. Pemuda itu terjungkal dan tercemplung ke dalam telaga disertai pekik kesakitan. Tubuhnya tidak bergerak langsung tenggelam ke dasar Telaga Air Mata Dewa.
"Hik hik hik...! Mampuslah kau sekarang, Bocah! Mulai hari ini tidak akan pernah terdengar lagi nama Pendekar Rajawali Sakti. Kau telah terkubur di dasar telaga ini. Dan jasadmu akan menjadi makanan bagi penghuninya. Hik hik hik...!"
Terdengar suara meledek yang disertai tawa mengikik dari sosok yang tak jelas ini. Perlahan-lahan, sosok yang tak jelas memperlihatkan jasadnya kembali. Kemudian matanya melirik ke telaga. Disertai dengusan sinis, dia berkelebat menghilang dari tempat itu. Belum lama sosok itu pergi, sekonyong-konyong sebuah bayangan hitam lain bergerak cepat ke arah telaga. Dan....
Byur...!
Sosok itu langsung menceburkan diri ke dasar telaga. Lalu tak lama dia muncul kembali membawa jasad Pendekar Rajawali Sakti. Dan tanpa berpijak lagi, tubuhnya berkelebat meninggalkan tempat itu. Suasana kembali sunyi, dan tenang seperti tak pernah terjadi apa-apa....

***

172. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Tabib SilumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang