BAGIAN 7

120 9 0
                                    

"Apa kabar, Ki Baligu? Masih mengenalku...?" tegur seorang pemuda berbaju rompi putih, menghalangi jalan seorang laki-laki tua berikat kepala merah yang tengah memikul kayu bakar di jalan setapak ini.
"Eh.... Bukankah kau...."
"Ya, aku Rangga. Dan aku tidak mati seperti dugaan majikanmu Tabib Siluman...," potong pemuda yang tak lain Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Kisanak! Aku hendak lewat. Sudilah kiranya kau menepi barang sedikit," kata laki-laki tua bernama Ki Baligu, mengalihkan pembicaraan seperti tak ingin mempedulikan Rangga.
"Kau boleh lewat, tapi harus dengan membawa pesanku padanya...," sahut Rangga, dingin.
"Kisanak kuharap jangan menggangguku...!" kilah Ki Baligu, tidak peduli pada kata-kata Rangga.
"Jangan sampai aku berubah pikiran, Ki. Aku bisa saja bertangan kejam!" desis Rangga.
"Aku tidak mengerti maksudmu?!" elak Ki Baligu, seraya meletakkan pikulan kayu bakarnya.
"Katakan pada Tabib Siluman. Suruh datang tengah malam nanti di tepi Telaga Air Mata Dewa. Ada hutang lama yang harus dibayarnya!"
"Aku tidak tahu siapa itu Tabib Siluman?! Kalau memang ada urusan dengan majikanku sampaikan saja sendiri," tandas Ki Baligu.
"Kau membuat kesabaranku habis, Ki! Heaaa...!"
"Heh?!"
Tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat menyerang.
"Hup!" Namun Ki Baligu mampu bergerak tak kalah gesit. Dia melompat ke samping, sehingga terjangan Rangga hanya menyambar tempat kosong.
"Bagus! Akan kulihat, sampai di mana majikanmu menurunkan ilmunya!" kata Rangga, mencoba memancing kemarahan Ki Baligu.
Begitu kata-katanya habis Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat bagai kilat, sambil melepaskan pukulan bertubi-tubi dengan pengerahan tenaga dalam penuh.
Tak disangka, ternyata Ki Baligu melayaninya. Tangannya berputaran, melepaskan sampokan untuk memapak.
Plak! Plak!
"Uhhh...." Laki-laki tua pembantu Tabib Siluman itu mengeluh tertahan begitu terjadi benturan tangan. Dari sini Rangga bisa langsung mengukur kekuatan lawan. Maka belum lagi Ki Baligu berusaha memperbaiki keseimbangan tubuhnya yang sempoyongan, Pendekar Rajawali Sakti langsung menyusuli dengan tendangan menggeledek ke arah dada.
"Hup!"
Tapi Ki Baligu cepat menjatuhkan diri ke tanah dan secepat itu pula bergulingan ke tanah. Namun serangan Pendekar Rajawali Sakti tidak berhenti sampai disitu saja. Begitu laki-laki tua itu melenting bangkit berdiri, tubuhnya kembali meluruk deras dengan sebuah kibasan tangan. Tak ada waktu lagi bagi Ki Baligu untuk menghindar. Dengan terpaksa, kembali dipapaknya kibasan tangan itu dengan tangan kanan menyilang.
Plak!
"Uhhh...!" Tanpa dapat dicegah lagi, tubuh Ki Baligu terhuyung-huyung ke belakang, tak mampu menahan kekuatan tenaga dalam Pendekar Rajawali Sakti. Tangannya yang memapak tadi terasa nyeri bukan main. Mulutnya meringis sambil memijat tangan kanannya dengan tangan kiri.
Dan belum juga rasa sakitnya hilang, Pendekar Rajawali Sakti telah melenting ke atas menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Seketika tubuhnya meluruk, dengan kedua telapak tangan menguncup, membentuk paruh rajawali ke arah Ki Baligu. Lalu....
Tuk! Tuk!
"Aaakh...!"
Tanpa dapat mengelak lagi, tubuh Ki Baligu melorot ambruk terkena totokan Pendekar Rajawali Sakti di kedua pundaknya. Saat itu juga tulang-tulangnya terasa dilolosi. Begitu kuat tenaga dalam yang terkandung dalam totokan, membuat Ki Baligu langsung pingsan.
"Heaaa...!"
"Majikanmu akan segera menerima hadiah ini...," kata Pendekar Rajawali Sakti, begitu mendarat di tanah.
Dengan sekali bergerak Pendekar Rajawali Sakti telah berkelebat dari tempat ini seraya memanggul tubuh orang tua itu.

***

"Apa yang terjadi, Ki Baligu? Kenapa tiba-tiba kau berada di belakang dalam keadaan tertotok dan tidak sadarkan diri...?" tanya seorang gadis belia, pembantu setia Tabib Siluman yang telah menemukan laki-laki tua itu terbaring di depan pintu belakang rumah.
Segera gadis ini membawa membopong tubuh Ki Baligu. Tak ada kesulitan baginya saat membopong, menandakan kalau gadis ini memiliki kepandaian yang tak bisa dipandang enteng. Begitu berada di dalam, diletakkannya tubuh orang tua ini ke sebuah balai bambu. Sebentar gadis ini memeriksa, membolak-balikkan tubuh Ki Baligu.
"Hm...!" gadis belia ini menggumam pelan, ketika melihat sesuatu yang terjadi pada pundak Ki Baligu. Lalu....
Tuk! Tuk!
"Ohhh...!" Perlahan-lahan Ki Baligu siuman, ketika totokan pada tubuhnya sirna oleh totokan gadis belia itu. Begitu tubuhnya membalik, matanya mengerjap-ngerjap seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Oh.... Di mana aku...?" tanya Ki Baligu, lirih.
"Kau sudah di rumah, Ki...," kata gadis belia itu, yang duduk di sampingnya. "Siapa yang menyerangmu?"
"Pemuda berbaju rompi putih yang pernah datang ke sini...."
"Dia?! Apa yang diinginkannya?" sentak gadis belia ini.
"Dia menitip pesan untuk Nyai...," desah Ki Baligu.
"Pesan?" ulang gadis belia itu, seraya menyodorkan secangkir teh.
Ki Baligu mengangguk, lalu mengambil cangkir teh yang disodorkan.
"Tapi Nyai saat ini tengah mengobati beberapa orang tamu...."
"Ya. Akan kukatakan nanti padanya...."
"Kayu bakar itu kau tinggalkan, Ki?"
"Apakah persediaan masih banyak?" Ki Baligu balik bertanya.
Gadis belia ini mengangguk.
"Biarlah besok akan kuambil. Atau kalau Nyai memerintahkan akan kuambil sekarang juga."
"Sudahlah, tidak usah terburu-buru. Sebaiknya kau istirahat dulu. Tenangkan pikiran...."
Ki Baligu mengangguk. Dihabiskannya isi cangkir di tangannya. Lalu ditariknya napas dalam-dalam. Tidak berapa lama, seorang perempuan cantik muncul. Dan Ki Baligu langsung menjura hormat.
"Nyai...," sambut laki-laki tua ini.
"Ada apa, Ki?" tanya perempuan yang tak lain Dewi Saraswati.
"Seseorang menitip pesan kepada Nyai...," sahut Ki Baligu.
"Siapa dia?"
"Pemuda itu, Nyai...."
"Pemuda? Pemuda yang mana?" Dahi Dewi Saraswati alias Tabib Siluman berkerut. Dipandanginya laki-laki tua itu lekat-lekat Sementara yang dipandang menundukkan kepala.
"Pemuda berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung di punggung."
"Rangga...?! Tidak mungkin! Dia sudah mati! Aku tahu persis kalau pemuda berjuluk Pendekar Rajawali Sakti itu terluka dalam amat parah dan tercebur dalam Telaga Air Mata Dewa!" sentak Tabib Siluman ini.
"Tapi begitulah kenyataannya, Nyai...," tandas Ki Baligu, pelan.
"Ya! Kalau toh dia masih hidup, paling tidak memerlukan waktu berbulan-bulan untuk memulihkan kekuatannya. Tapi ini...?" gumam Dewi Saraswati, dengan kening berkerut dan kepala menggeleng-geleng. "Siapa yang menolongnya...?"
"Tapi dia benar-benar pemuda itu, Nyai...."
"Ah, sudahlah. Apa yang dititipkannya padamu..?" sergah Dewi Saraswati sambil mengulapkan tangan.
Ki Baligu lalu menceritakan peristiwa yang tadi dialami. Sementara Tabib Siluman mengangguk dan tersenyum.
"Akan kulihat nanti malam, apakah kau berkata benar kalau pemuda itu masih hidup," tukas Tabib Siluman, setelah mendengar cerita Ki Baligu.
"Hati-hati, Nyai. Aku punya firasat tidak enak...."
"Kau meragukan kemampuanku?"
"Mana berani hamba berpikir begitu!"
Dewi Saraswati tersenyum.
"Kalau demikian, buang jauh-jauh firasatmu itu!"
"Baik..., baik..., Nyai."
"Bagus. Sudah selesaikah urusanmu?"
"Eh! Be..., belum. Nyai."
"Tidak mengapa. Biar saja kayu bakar itu. Besok kau bisa mengambilnya, bukan?"
"Iya, Nyai!"
"Bagus. Nah, bantulah Rara di sini!"
"Baik, Nyai."
Tabib Siluman berbalik dan kembali ke kamarnya.

172. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Tabib SilumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang