Sampai di rumah, kami istirahat sejenak disandingkan dengan candaan-candaan yang mengundang tawa kami diruang tamu. Ibu sudah tahu kebiasaan kami.
"Alhamdulillah kalian sudah sampai, minum dulu gih, setelah itu makan. Ibu sudah menyiapkan makan di meja makan." Sambut ibu dari dalam sambil menggendong Fatih dan ikut duduk bersama kami.
"Iya bu, nanti setelah istirahat kami makan. Ibu juga sebaiknya istirahat dulu." Sahutku sambil salim diikuti Asma dan Haura.
"Iya Ibu juga mau istirahat dulu, punggung Ibu sedikit terasa pegal-pegal Ra."
"Nah, mending kita istirahat bersama bu." Kata Haura mendekat ke arah Ibu diiringi cengiran khasnya.
"Iya nak." Akhirnya kita istirahat bersama, dilanjut makan. Lalu aku langsung membawa barang belanjaan ke dapur dan memilah-milihnya lalu meletakannya dimasing-masing tempat.
Waktu dzuhur tiba, kegiatan kami selesai. Tapi tidak denganku, aku harus menghafal karena setiap pagi aku setoran ayat Alquran walau hanya beberapa ayat, dan itu ku lakukan sebelum pulang ke rumah.
Meskipun sudah tidak sekolah lagi di sana, aku disuruh untuk melanjutkan hafalanku. Sesuai tujuan utamaku adalah memberikan mahkota dan jubah kemuliaan untuk kedua orang tuaku. Karena aku berpikir aku belum bisa membahagiakan mereka di dunia, jadi semoga dengan ini aku bisa menyelamatkan mereka juga sepuluh saudara yang ku pilih nantinya. Mengharap keridhaan sang Maha Kuasa yang terpenting. Karena tak jarang orang dalam menghafal memiliki tujuan dan niat yang berbeda-beda. Ada yang memang benar-benar niat karena Allah Swt. untuk meraih keridhaan-Nya. Ada ingin dikenal sebagai seorang hafidz atau hafidzah. Ada seorang penghafal Alquran karena ingin disanjung oleh banyak orang. Beragam sudah niat-niat mereka, hingga beragam pula balasan Allah terhadap mereka. Karena itu adalah hablum minallah. Yang terpenting berusaha dan terus bertindak membawa diri ke perubahan-perubahan positif.
Next, tak terasa waktu begitu cepat waktu Asar tiba sadarnya aku dibangunkan oleh Asma karena tertidur di atas meja di mana mushaf masih ditangan dalam keadaan masih memakai mukena.
"Astagfirullah, jam berapa dek?". Kaget terbangun spontan bertanya.
"Sudah waktu Asar kak, ayo ke masjid." Kata Asma terkikik melihat tingkah lakuku aneh. Tidak ada lagi respon, sang penanya langsung menuju kamar mandi.
Setelah Asar aku membuka les privat bagi kelas tiga sampai kelas enam SD (Sekolah Dasar) sampai jam lima sore. Alhamdulillah rezeki memang sudah di atur oleh Sang Maha Kuasa.
Dari sini aku bisa sedikit-sedikit menabung dan tidak perlu meminta lagi kepada ibu untuk kebutuhan sehari-hariku. Selain les di rumah, aku juga harus pergi mengajar privat pada pagi harinya. Dan biasanya setelah dari pondok aku langsung pergi ke rumah murid yang kuajari.
Berbeda dengan muridnya yang lain, Rina adalah anak yang sopan, santun serta murah senyum. Tetapi ia memiliki kekurangan yaitu tidak bisa berjalan sejak lahir. Tapi semangat yang dimilikinya seakan ada penyangga yang kuat tak akan pernah runtuh. Keluarganya sangat menyayanginya selalu suport Rina terutama dalam hal pendidikan.Keluarga yang harmonis menumbuhkan rasa kasih sayang dan cinta di dalamnya. Terlihat jelas oleh penglihatan mata juga hati yang merasakan kehadirannya. Buktinya saja ketika aku mengajar Rina, mereka sangat menghargai kehadiranku sebagai gurunya Rina, tidak melihat dari penampilan atau kondisi ekonomiku. Mereka juga menganggapku seperti saudara sendiri, hingga membuatku sedikit canggung tidak enak. Mereka memperlakukanku sangat baik. Sampai-sampai sering sekali mereka memberiku buah bibir sebelum aku pulang. Alhamdulillah, Allah memberiku rezeki bertemu dengan orang-orang baik seperti mereka.
"Nadira, kamu mau bantu aku ke dapur membuat cake kesukaan adikku? Nanti sore setelah magrib adikku akan datang dari Mesir. Aku harap kamu datang ke acara kami. Tidak besar acaranya, hanya syukuran saja." Kata uminya Rima mengajakku, aku memanggilnya umi karena sudah ku anggap umiku sendiri."Insya Allah umi, tapi aku izin dulu ke ibu. Jika diperbolehkan nanti sore aku bantu umi persiapkan semuanya." Izinku meyakinkan.
"Eh iya aku tidak memaksamu kok, sebaiknya juga kamu izin dulu kepada ibumu, nanti malah dia mencari anak gadis cantiknya." Rayu umi Rani kepadaku sehingga membuat kami tertawa lepas.
Setelah pembicaraan itu, aku langsung pamit dan aku langsung pergi ke pasar belanja seperti biasa. Hingga sore tiba, aku telah diizinkan ibu untuk pergi dan sebelumnya aku telah meliburkan jam ngajarku pada sore hari.
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Tunggu Besok!
SpiritualKisah perjuangan Ira, sebagai seorang kakak perempuan yang menjadi tulang punggung kedua setelah ibunya. Ia juga seorang penghafal Alquran, guru privat, dan sebagai santriwati yang disukai banyak orang salah satunya adalah Pak Kyai. Sehingga ia dijo...