Asylum Near The Sky • YEONGYU

366 34 1
                                    


I

“Yang ditempatkan di ruang beratap kaca, siapa?”

“Choi Beomgyu, Dok. Laki-laki, dua puluh tahun. Baru datang kemarin malam.”

“File yang tertulis tentangnya?”

“Ia memiliki obsesi ingin terbang yang diduga hanya halusinasi. Sebulan sebelum dikirim ke Rumah Sakit ini, Ayahnya melihatnya melakukan percobaan bunuh diri enam kali dan keenam-enam cara yang digunakan adalah mencoba jatuh dari ketinggian.”

“Lalu?”

“Ketika ditanya mengapa ia ingin melakukannya, jawabannya karena ia mengaku memiliki kemampuan terbang, namun tak ada yang pernah melihatnya terbang secara langsung.”

Yeonjun mengangguk. Menghela nafasnya, mengetuk pintu ruang itu pelan.

Ketika membuka pintu, Yeonjun malah iba dengan tampilan pria kurus dan berkulit pucat yang duduk diam sendirian dalam keadaan terikat pada pandangannya.

“Salam kenal, Beomgyu-ssi.” Yeonjun mengambil tempat duduk didepan Beomgyu. “Saya Choi Yeonjun. Yang akan mengurusmu mulai sekarang.”

Beomgyu tidak bergeming. Bahkan tidak melihat wajah Yeonjun sama sekali.

“Ada yang salah dengan dirimu. Dan kami, Rumah Sakit ini, akan memperbaikinya.” Lanjutnya seraya tersenyum. “Kita mulai untuk hari ini.”

Asisten Yeonjun menarik senderan kursi Beomgyu sampai terbaring, mencolokkan sekitar empat sampai lima kabel pada mesin anehnya, kemudian mengeratkan ikatan tubuh Beomgyu pada kursinya.

Kali ini Beomgyu berontak, ia merasa terancam. “Apa yang mau kalian lakukan padaku?” Ucapnya setengah berteriak ketakutan dengan suara seraknya.

“Seperti yang dokter Choi bilang, memperbaikimu.”

Asisten Yeonjun kembali sibuk menekan-nekan tombol yang ada di mesin aneh itu tadi, mengeluarkan alat yang berbentuk sangat mirip seperti headphone namun terbuat dari logam dan spons di sisi kanan dan kiri yang kemudian memasangkannya di telinga Beomgyu.

“Ini akan terasa sakit, tetapi kamu hanya perlu menahannya sebentar saja.”

Yeonjun lalu memakaikan semacam lipatan kain agar digigit Beomgyu untuk mencegah luka di area bibir dan lidah. Ketika semua sudah siap terpasang, Yeonjun mengangguk kepada asistennya, dan ia menekan satu tombol yang membuat Beomgyu teriak kesakitan.

Mesin itu adalah penghantar arus listrik menuju otak yang bisa mengembalikan memori seseorang terhadap masa lalu, tetapi memiliki efek samping yang membuat orang ini melupakan identitas dan asal usul dirinya di masa sekarang.

“Hei…”

“Ya? Kamu sudah sadar?” Ucap Yeonjun sambil sibuk mencatat hal-hal tentang Beomgyu di catatannya.

“Berapa lama aku harus melewati siksaan ini?”

Yeonjun tersenyum lagi, “Sampai kamu sembuh.”

Beomgyu benar-benar muak melihat wajahnya.

.

.

Asylum Near The Sky

.

.

“Selamat pagi, Beomgyu-ssi. Kita mulai lagi terapi untuk hari ini.”

“Beomgyu-ssi, senang bertemu denganmu lagi. Bersiap memulai terapi hari ini?”

“Terapi lagi, Beomgyu-ssi.”

“Beomgyu-ssi, obat-obatanmu untuk hari ini—“

Beomgyu terbangun dari mimpi sekaligus ingatan-ingatan buruknya, ini sudah kedua kalinya ia terbangun.

Ia menoleh ke sisi kanannya, ada Yeonjun disana, tertidur lelap duduk tanpa terusik dengan seragam rapi yang masih dipakainya.

“Dokter Choi, hei.” Beomgyu menyentuh tangannya pelan, Yeonjun terbangun.

“Ah, maaf, ada yang kamu butuhkan?”

“Aku haus.”

Yeonjun terkekeh, mengusap wajahnya agar sepenuhnya bangun sebelum kemudian pergi mengambilkan minum untuk pasiennya.

Ketika Yeonjun pergi meninggalkannya, Beomgyu menghabiskan waktunya termangu tanpa kantuk di tempat tidurnya. Sesungguhnya otaknya sudah tidak berjalan selancar dulu, walau memang, hasratnya untuk memanjati atap dan jendela untuk terbang sudah mulai menipis.

Ia lalu turun dari tempat tidurnya, melihat-lihat lembaran dengan tulisan tangan Yeonjun didalamnya.

Seperti yang dikiranya, tulisan tangannya jelek dan sebagian besar tidak terbaca oleh Beomgyu. Lembaran kertas itu hanya sebuah laporan kegiatan, semacam kemajuan apa saja yang sudah terlampaui olehnya.

Kalau dipikir-pikir, sudah lama juga ia disini. Tetapi tidak ada satu harinya yang ia senangkan. Semenjak tempo hari ketika ia menggigiti pergelangan tangannya sendiri hingga berdarah atas dasar pemberontakan, Yeonjun yang bertanggung jawab atas dirinyalah yang menemaninya melewati malam agar tak ada lagi selfharm yang dilakukannya.

Ketika membaca ulang catatan milik Yeonjun, ia terfokus dengan beberapa kalimat yang tidak seharusnya disana.

12 April, Choi Beomgyu ditemukan di pagi hari dalam keadaan pergelangan tangannya yang penuh bekas gigitan. Mungkin percobaan bunuh diri? (Aku harus tanggung jawab dengan menemaninya setiap malam, kalau sedang tidur wajahnya seperti bayi yang tak ingin diusik.)

17 April, Choi Beomgyu berhasil meminum obatnya tanpa pemberontakan. (Hari ini pun dia terlihat manis.)

25 April, Nafsu makan Choi Beomgyu meningkat. (Pipinya semakin lucu, badannya sudah tidak sekurus yang dulu.)

29 April, Terapi kali ini kurang lancar, tanganku dicakar olehnya. (Tapi tidak apa-apa, gemas.)

1 Mei, Choi Beomgyu bangun tengah malam. Sepertinya mengigau, tapi aku kurang yakin. (Dia memeluk lenganku sambil tidur. Lucu sekali.)

8 Mei,

“Beomgyu-ssi?”

Sial! Maki Beomgyu, “Anu, aku,” Cepat-cepat ia rapikan catatan itu tadi.

Yeonjun lagi-lagi tersenyum. Ia tak panik maupun marah. “Ini minumnya.”

Beomgyu menerima gelas yang diberikan, kemudian meminumnya terburu-buru hingga batuk.

“Pelan-pelan saja, astaga.” Yeonjun menepuk-nepuk punggungnya pelan.

Ia mengusap bibirnya yang basah. “Aku mau tidur lagi.”

“Iya, silahkan.”

Ada jeda sebentar diantara mereka. Entah keduanya sedang memikirkan hal yang sama atau tidak.

“Soal catatanmu,”

“Permintaan maaf diterima.” Potong Yeonjun.

“Aku bukan mau minta maaf, bodoh.”

Pria itu menaikkan satu alisnya, "Lalu apa?”

“Tidak jadi.” Beomgyu menarik selimutnya hingga menutupi ujung kepalanya.

Gemas. Yeonjun benar-benar jatuh hati.

.

.

Asylum Near The Sky

.

.

tbc. (sampai dua part saja)

Moments Of Rhapsody | All TXT PairingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang