Disertai teriakan membahana, Kuntarawang menerjang orang tua pemabukan yang berkepandaian tinggi itu. Maka pertarungan sengit terjadi kembali. Kini dalam keadaan sama-sama segar dan mempunyai tenaga penuh. Dan mereka kelihatan tetap seimbang dan sulit ditentukan siapa yang bakal keluar sebagai pemenang.
"Chiaaat!"
Sementara itu, Sakurang kembali dihadang gadis gagu bernama Puspita Dewi yang memiliki ilmu pedang luar biasa. Kini gadis itu mengamuk bagaikan orang kemasukan setan. Pedangnya bergulung-gulung laksana gelombang lautan yang selalu datang tak ada henti.
Dan yang paling seru adalah pertarungan antara Bima Sena melawan Cakra Dana. Kedua orang ini saling serang, menggunakan ilmu silat tingkat tinggi. Namun di pihak Bima Sena, keadaannya malah mencemaskan. Jurus-jurus andalan telah terkuras habis. Dan lambat laun tetapi pasti, Bima Sena mulai jatuh di bawah angin.
Zeb! Zeb!
"Haiiit!"
Bima Sena melompat ke atas ketika secara bertubi-tubi Cakra Dana menyentakkan tangannya. Dia memang tidak berani mengambil bahaya atas serangan itu.
Blam...!
Dan benar saja. Pohon besar yang berada di belakang pemuda berbaju ungu itu kontan hangus terkena serangan tangan api Cakra Dana. Bagaikan disambar petir, pohon itu tumbang dan terbakar habis.
"Hm...! Tidak salah lagi! Kepandaian yang kau miliki adalah warisan Arya Pamuji yang menjadi sesepuh Perguruan Pondok Ungu...! Tetapi menghadapi aku, tua bangka itu tidak ada artinya...! Suruh dia keluar kalau berani...!" ejek Cakra Dana.
"Yeaaa!"
Mendengar gurunya diejek, Bima Sena jadi kalap. Tindakannya jadi sembrono. Tanpa memperhitungkan pertahanannya, pemuda itu meluruk maju sambil melepaskan pukulan bertubi-tubi.
Sebentar Cakra Dana memperhatikan gerak pemuda ini. Lalu tiba-tiba tubuhnya bergerak ke samping seraya melepaskan hantaman telak ke dada, dengan badan merunduk sedikit. Dan....
Desss...!
"Aaakh...!"
Tidak ampun lagi, Bima Sena tersentak ke belakang terkena hantaman telak. Dia menjerit tertahan, lalu memuntahkan darah. Tubuhnya terhuyung-huyung, lalu ambruk ketanah. Pingsan.
Cakra Dana tak bermaksud membunuh langsung pemuda itu. Tokoh sesat ini bermaksud menyandera pemuda itu, untuk memancing kemunculan Arya Pamuji, yang sejak dulu adalah musuh besarnya.
Sementara itu guci Ki Demong tengah menangkis tongkat ular Kuntarawang yang mengarah ke kepalanya.
Trang!
Kedua orang itu sama-sama tergetar mundur. Dari sini Cakra Dana melihat kesempatan baik. Maka cepat dikirimkannya serangan jarak jauh dengan menghentakkan tangannya.
Serangkum sinar merah memburu melesat, langsung mengantam Ki Demong hingga terlempar dan jatuh berdebuk keras di tanah. Agaknya dia mendapat luka dalam yang lumayan. Karena tidak dapat bangkit lagi, Kuntarawang tertawa terbahak-bahak sambil memuji kelicikan Cakra Dana.
Kini yang tertinggal hanyalah Puspita Dewi. Tetapi gadis itu tidak memperlihatkan rasa gentar sedikit pun. Dengan teriakan yang tidak dimengerti, tubuhnya terus menerjang Setan Hitam. Melihat kawannya terdesak, Setan Bungkuk cepat meluruk membantu. Akibatnya kini ganti Puspita Dewi yang terdesak.
Gadis itu kini hanya dapat menangkis dan main mundur saja. Melihat keadaan ini, jelas beberapa saat lagi dia akan mendapat celaka. Pada saat yang gawat ini, mendadak saja....
"Kraaagkh...!"
"Heh?!"
Sebuah suara keras menggelegar di angkasa, memaksa Setan Hitam dan Setan Bungkuk menghentikan serangan dengan wajah terkejut. Tak urung, Cakra Dana pun terjingkat kaget. Seperti mendapat kata sepakat, mereka semua menatap ke atas.
Dan mereka makin terkejut ketika di angkasa terlihat seekor rajawali raksasa melayang-layang. Agaknya kebakaran yang melanda Perguruan Pondok Ungu sempat menarik perhatian burung rajawali itu.
Sebelum keterkejutan para tokoh sesat ini hilang, burung raksasa itu telah meluruk ke bawah. Sekitar sepuluh tombak di atas permukaan tanah, dari punggung burung itu melompat ringan seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung di punggung.
"Paman guru! Dia Pendekar Rajawali Sakti yang telah kuceritakan itu! Hati-hati, Paman. Kepandaiannya sangat tinggi!" teriak Setan Hitam, sambil menunjuk kearah pemuda yang memang Pendekar Rajawali Sakti, setelah berdiri lima tombak di hadapan mereka.
"Bangsat...! Jadi ini bocah yang mempunyai sedikit nama, tapi berani jual lagak di depanku?! Kalau sudah bosan hidup, biar kuturuti kehendakmu...!" bentak Cakra Dana seraya, mempersiapkan pukulan 'Tangan Api' ilmu andalannya.
"Sabar, Kisanak! Bukankah persoalan ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin...?" cegah Rangga, kalem.
"Jangan banyak bacot! Bersiaplah! Terima pukulanku.... Hih...!"
Begitu selesai dengan bentakannya, Cakra Dana langsung menghentakkan kedua tangannya. Maka seketika meluncur dua sinar merah membara ke arah Rangga yang agaknya telah membaca gelagat tak baik. Tadi pun, bicaranya pada Cakra Dana hanya sekadar basa basi saja.
Begitu kedua sinar merah itu sedikit lagi menghantam, Pendekar Rajawali Sakti mengempos tenaganya. Saat itu juga kedua tangannya juga menghentak.
"Aji Guntur Geni! Yeaaah...!"
Wusss...!
Blarrr...!
Terdengar ledakan dahsyat. Tampak Cakra Dana dan Rangga tergetar mundur. Sementara tokoh sesat itu terkejut ketika mengetahui tenaga pemuda itu begitu dahsyat. Namun sgcepat itu pula tubuhnya meluruk, menyerang Rangga dengan Tangan Apinya.
Cepat Rangga memainkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Tubuhnya meliuk-liuk bagaikan dahan pohon ditiup angin. Kadang kala terhuyung-huyung bagaikan orang mabuk, lalu roboh rebah hampir mencium tanah. Tetapi anehnya, semua serangan Cakra Dana tidak ada yang mengenai sasaran.
"Ayo, serang aku, Kunyuk! Jangan bisanya hanya menghindar!" teriak Cakra Dana. Dia merasa marah, melihat Pendekar Rajawali Sakti hanya menghindar saja. Dan itu baginya adalah penghinaan!
"Hm.... Agaknya kau tidak bisa diajak berpikir dingin, Kisanak. Baiklah.... Akan kuturuti permintaanmu. Bersiaplah," ujar Rangga.
Saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti melenting ke belakang membuat jarak. Dan begitu kakinya mendarat, dibuatnya gerakan sedemikian rupa. Sebentar tubuhnya miring ke kiri, lalu ke kanan. Begitu tubuhnya tegak kembali, kedua tangannya sudah menangkap di depan dada. Lalu....
"Aji Cakra Buana Sukma..., Heaaa...!"
Disertai teriakan keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan. Saat itu juga, meluncur sinar biru ke arah Cakra Dana.
Tokoh sesat itu berusaha memapak dengan kedua tangannya. Namun sinar merah yang meluruk dari kedua tangannya tertahan oleh sinar biru dari tangan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan perlahan-lahan, sinar biru itu terus merangsek, dan akhirnya menyelubungi tangan Cakra Dana.
Perlahan tapi pasti, sinar biru itu mulai merayap ke jubah Cakra Dana. Bahkan kini, seluruh tubuhnya terselubung sinar biru. Di saat yang demikian, Cakra Dana merasa kekuatannya bagai tersedot keluar.
Tokoh sesat ini berusaha melepaskan diri dari selubung sinar biru itu dengan mengerahkan tenaga dalamnya. Tapi justru, semakin tenaga dalamnya dipaksa keluar, tubuhnya makin lemas saja.
Sementara itu, melihat Cakra Dana dalam keadaan mengkhawatirkan, Setan Hitam dan Setan Bungkuk berniat membokong.
"Hiaaat...!"
Disertai teriakan keras, mereka meluruk sambil melepaskan serangan jarak jauh. Namun....
Darrr...! Darrr...!
"Aaakh...!"
Kedua tokoh sesat itu kontan terpental dengan dada terasa sesak. Begitu jatuh di tanah, pandangan mereka terasa berkunang-kunang dengan perut mual. Lalu....
"Hoekhhh...!"
Hampir bersamaan, Setan Hitam dan Setan Bungkuk memuntahkan darah segar. Mereka tak tahu, kalau Pendekar Rajawali Sakti tengah mengerahkan tenaga dalamnya yang paling tinggi. Sehingga tanpa melepas serangan pun, tubuhnya telah terlindungi. Maka akibatnya seperti yang terjadi barusan. Saat itu tingkat tenaga dalam Rangga terus bertambah, terarah pada Cakra Dana. Hingga pada akhirnya....
"Hiaaa...!"
Blarrr...!
Tanpa dapat berteriak lagi, tubuh Cakra Dana hancur berantakan. Serpihan-serpihan dagingnya beterbangan ke segala arah. Tamat sudah riwayat tokoh hitam ini.
Rangga menarik napas lega, sambil memperhatikan tubuh lawannya yang berceceran dalam keadaan hangus. Perlahan-lahan tubuhnya berbalik. Segera dihampirinya kedua anak muda itu.
Tampak Bima Sena yang telah tersadar dari pingsannya, ditemani Puspita Dewi. Sedangkan si Pemabuk dari Gunung Kidul juga telah tersadar. Kini dia tengah bersemadi.
Pada saat yang sama, Setan Hitam dan Setan Bungkuk telah merambat bangun. Mereka berusaha menyalurkan hawa murni untuk memulihkan luka dalam dan jalan pernapasannya yang terasa sesak.
"Maaf, Pendekar Rajawali Sakti.... Kali ini biarkanlah kami yang membereskan mereka...!" ucap Bima Sena dengan mata merah.
"Uuuh.... Aaah.... Uaaah...!" Puspita Dewi ikut menyelak dengan mengacungkan pedangnya.
Sementara Rangga hanya mengangkat bahu saja. Dia yakin kedua anak muda ini mampu menghadapi kedua tokoh sesat itu. Sewaktu berada di angkasa tadi, Rangga sempat memperhatikan jalannya pertarungan. Dan dia mengambil kesimpulan kalau yang paling berbahaya adalah Cakra Dana. Maka, segera dihadapinya tokoh sesat itu lebih dulu.
Melihat Puspita Dewi sudah bergerak, Bima Sena segera ikut mengeroyok Sakurang. Pukulan-pukulan tangan yang berisi tenaga dalam kuat telah berhasil mengimbangi pukulan beracun Sakurang.
Sedangkan Kuntarawang telah dihadapi si Pemabuk dari Gunung Kidul yang sudah menyelesaikan semadinya. Keduanya mati-matian untuk menjatuhkan satu sama lain secepat mungkin. Seperti biasa, sambil bertarung Ki Demong selalu menenggak tuaknya yang sesekali disemburkan.
Ketika pertarungan memasuki jurus ke lima puluh dua, senjata di tangan Puspita Dewi dan Bima Sena telah berhasil melukai tangan dan perut Setan Hitam. Ini semua akibat perhatian Setan Hitam terganggu akibat binasanya Cakra Dana yang dianggap dapat dijadikan pelindungnya.
"Bedebah kalian...! Waspadalah! Aku akan mengadu nyawa dengan kalian...!" dengus Sakurang.
"Hih...!" Begitu Setan Hitam menghentakkan kedua tangannya, seketika meluncur angin berkesiutan yang berbau amis. Bisa dibayangkan, betapa beracunnya pukulan itu.
Namun Bima Sena juga tak ingin ayal-ayalan lagi. Disertai pengerahan tenaga dalam tinggi, kedua tangannya menghentak.
"Heaaah...!"
Blarrr...!
Terdengar ledakan dahsyat ketika dua pukulan bertenaga dalam tinggi beradu. Tubuh masing-masing terlempar beberapa tombak dengan dada terasa sesak. Namun sayang, tubuh Setan Hitam justru terlontar ke arah Puspita Dewi. Melihat kesempatan baik ini, gadis itu segera mengelebatkan pedangnya. Dan....
Crasss...!
Tak ada suara ketika kepala Setan Hitam menggelinding putus terbabat pedang Puspita Dewi. Tubuhnya kontan ambruk di tanah, menggelepar meregang nyawa. Darah merah pun menggenangi sekitar tubuhnya.
Tepat ketika Puspita Dewi membersihkan pedangnya dari noda darah di baju tokoh sesat itu, tubuh Setan Hitam telah kaku. Mati membawa dendam.
Sedangkan Puspita Dewi segera melangkah menghampiri Bima Sena yang masih terduduk lemah, setelah mengadu tenaga dalam dengan Setan Hitam barusan. Dibantunya pemuda itu bangkit berdiri.
Sementara itu melihat kedua rekannya binasa, gerakan silat Kuntarawang tampak mulai kacau. Apalagi Pemabuk dari Gunung Kidul terus mendesak dengan guci dan semburan tuaknya.
Pada satu kesempatan, tepat ketika Kuntarawang melenting untuk menghindari luncuran tuaknya, Ki Demong melesat ke atas memburu. Saat itu juga, gucinya langsung dihantamkan ke dada Setan Bungkuk.
Diegkh...!
"Aaakh...!" Setan Bungkuk terpental disertai teriakan keras. Sementara tongkatnya terpental, dan jatuh ke arah tempat Pendekar Rajawali Sakti berdiri.
"Hih...!" Dengan sekali tendang, Pendekar Rajawali Sakti berhasil membuat tongkat itu meluncur ke arah tubuh Setan Bungkuk yang meluncur turun. Dan...
Crep!
Tubuh Setan Bungkuk kontan tertancap tongkatnya sendiri hingga tembus ke punggung. Seketika itu juga tubuhnya terbawa luncuran tongkat yang ditendang Rangga dengan tenaga dalam tinggi.
Clap!
Ujung tongkat itu menancap pada sebuah pohon yang cukup besar dengan membawa tubuh Setan Bungkuk. Setelah berkelojotan sejenak, tokoh tua itu tewas dengan mata melotot.
Bima Sena dan Puspita Dewi, menarik napas lega melihat kematian pembunuh guru mereka. Sedangkan Pemabuk dari Gunung Kidul yang baru saja mendarat di tanah hanya terlongong bengong, karena tahu-tahu Setan Bungkuk sudah tertancap tongkatnya sendiri. Sementara kobaran api yang melalap Perguruan Pondok Ungu mulai mengecil dan hampir padam. Pembakaran perguruan memang berhasil. Tetapi para muridnya tidak dapat dilenyapkan begitu saja.
Para murid itu pasti akan melanjutkan perjuangan dengan mendirikan kembali Perguruan Pondok Ungu yang sudah terkenal dan termashyur.
Puspita Dewi dan Bima Sena saling berpelukan. Mereka sama-sama mengucapkan terima kasih pada Ki Demong yang berjuluk si Pemabuk dari Gunung Kidul. Namun orang tua pemabuk itu hanya tersenyum haru.
Ketika mereka hendak mengucapkan terima kasih pada Pendekar Rajawali Sakti ternyata pendekar itu telah tidak ada di tempatnya. Memang setelah mengirim Setan Bungkuk ke neraka, Rangga langsung berkelebat sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang luar biasa. Memang masih banyak tugas lain yang harus diembannya dalam menumpas keangkaramurkaan.***
TAMAT
![](https://img.wattpad.com/cover/270568305-288-k552206.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
178. Pendekar Rajawali Sakti : Satria Pondok Ungu
ActionSerial ke 178. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.