Si Tangan Api yang sudah bosan bermain-main telah menghabisi lawan-lawannya. Kini yang tertinggal hanyalah si Pemabuk dari Gunung Kidul yang sedang bertarung sengit dengan Setan Bungkuk. Sementara Sakurang yang tidak mempunyai lawan, segera turut mengeroyok Ki Demong. Walaupun memiliki kepandaian tinggi, Pemabuk dari Gunung Kidul jadi terdesak keras. Dia hanya mampu mengelak dan bermain mundur saja. Sehingga keadaannya jadi semakin berbahaya.
Pada saat yang semakin gawat tiba-tiba meluruk sebuah bayangan ungu yang langsung menerjang Sakurang.
"Hei.... Gadis gila dari mana ini?! Datang-datang sudah berani mengacau!" sentak Sakurang, seraya langsung meladeni serangan.
Gadis cantik berbaju ungu itu tidak menjawab. Mulutnya hanya memperdengarkan suara tidak jelas. Melihat hal ini, Setan Hitam segera mengingatingat peristiwa beberapa tahun yang lalu.
"Kebetulan...! Ada ular mencari penggebuk," ujar Sakurang setelah mengenali gadis itu.
"Uuu.... Uuuh...!" Sambil berteriak seperti itu gadis yang ternyata gagu ini menyerang dengan pedangnya. Gerakannya begitu mantap dan berbahaya. Bahkan kecepatan geraknya mengagumkan. Sakurang sendiri sampai terkejut. Cepat tangannya ditarik, kalau tak ingin terbabat putus.
"Gila...! Gadis gagu ini sekarang telah memiliki ilmu olah kanuragan yang tidak dapat dibuat main-main! Aku harus hati-hati menghadapinya...," pilar Setan Hitam dalam hati.
"Ciaaat...!"
Beberapa pukulan beracun segera dilancarkan Setan Hitam dengan cepat. Tetapi dengan ilmu meringankan tubuhnya, gadis yang tak lain Puspita Dewi itu mampu menghindari dengan melenting ringan ke sana kemari.
Sementara Setan Hitam semakin geram saja. Dan itu makin membuatnya penasaran saja. Seketika, tangannya merogoh saku. Begitu tangannya menghentak....
Set! Set!
Saat itu juga berbagai jenis binatang beracun dilemparkan Setan Hitam. Puspita Dewi bergerak sigap. Cepat pedangnya yang tajam luar biasa berputar membabat.
Tas! Tas!
Pedang Puspita Dewi bergerak ke arah Setan Hitam. Begitu membabat habis, binatang-binatang berbisa itu....
"Hup!" Cepat-cepat Setan Hitam menggulingkan diri ke tanah, sehingga berhasil menghindari serangan.
"Bangsat... Mampuslah kau, Gagu Jelek...!"
Diejek demikian membuat gadis ini jadi mata gelap. Dengan seluruh kepandaiannya, diterjangnya Setan Hitam dengan kalang kabut. Tubuhnya yang memiliki meringankan tubuh hebat, berkelebatan bagaikan kupu-kupu bermain-main di antara bunga. Tiba-tiba....
Bret!
"Aaakh...!" Setan Hitam memekik tertahan, ketika tergores pedang Puspita Dewi. Walaupun tidak mematikan, pedihnya sampai terasa ke hati. Darah pun mengucur deras dari lukanya. Terpaksa tubuhnya berjumpalitan beberapa kali di udara untuk menjauhi lawannya.
Namun Puspita Dewi terus memburu tanpa kenal ampun. Dengan gerakan begitu cepat, membuat gadis ini mampu menghindari serangan balasan.
Sementara Cakra Dana merasa heran melihat gadis muda itu berhasil mendesak keponakannya yang jarang menemui tandingan dalam dunia persilatan.
Pada saat yang sama, Kuntarawang sendiri sedang terdesak oleh serangan Pemabuk dari Gunung Kidul yang menerjang bertubi-tubi bagaikan angin topan. Semburan tuak yang seperti mata pisau telah merepotkan Setan Bungkuk.
"Pruh!"
"Hait!"
Dengan cepat Setan Bungkuk meloncat keatas. Begitu tubuhnya meluruk, tongkatnya diayunkan ke arah kepala Ki Demong. Namun sambil memiringkan kepala, Pemabuk dari Gunung Kidul mengangkat gucinya ke atas.
Trang!
Bentrokan keras tidak terhindari lagi. Dan sambil berteriak keras, keduanya terjajar ke belakang satu tombak. Tetapi sambil berputar, kaki Ki Demong menghantam kaki Setan Bungkuk.
"Hup!"
Dengan gerakan bagai udang, Kuntarawang melentik keudara, sehingga berhasil mengelakkan serangan. Namun tanpa diduga, Ki Demong mengejar sambil menghantamkan gucinya.
Begkh!
"Ugkh...!" Dengan teriakan tertahan, Setan Bungkuk terpental makin tinggi ke udara.
Melihat Setan Bungkuk terdesak, Cakra Dana menggerang murka. Dan tiba-tiba kedua tangannya menghentak, mengirimkan serangan jarak jauh yang menimbulkan angin panas membara.
Merasakan adanya angin sambaran sebelum serangan sesungguhnya tiba, Pemabuk Dari Gunung Kidul cepat tersadar. Cepat diminumnya tuak dalam guci, dan langsung disemburkannya ke arah datangnya serangan.
"Pruhhhh!"
"Heh?!"
Tetapi ketika semburan itu beradu dengan angin pukulan Cakra Dana, tuak itu tertolak balik ke arah pemiliknya. Ki Demong tersentak kaget, dan untung segera membuang diri ke belakang. Tubuhnya cepat bergulingan di tanah menjauhi.
Baru saja Ki Demong melompat bangun, Setan Bungkuk memburunya. Tongkat ularnya berkelebatan mengancam seluruh tubuh pemabuk itu. Namun dengan gerakan cepat luar biasa, Pemabuk dari Gunung Kidul segera memutar-mutar gucinya.
"Trang...!"
Dua tenaga dalam beradu keras. Akibatnya Pemabuk dari Gunung Kidul terlempar dengan telapak tangan terasa panas. Tubuhnya lantas bergulingan di tanah. Namun Setan Bungkuk terus mengejarnya. Bahkan baru saja hendak melenting bangun, Setan Bungkuk telah menghantamkan tongkatnya.
Wuttt...!
Diegkh...!
"Aaakh...!" Telak sekali punggung Ki Demong terhajar tongkat. Kembali tubuhnya terjengkang disertai pekik kesakitan.
"Hehehe...! Orang usil! Mampuslah kau...!" dengus Setan Bungkuk sambil menghantamkan kembali tongkatnya ke kepala Ki Demong.
"Celakalah aku kali ini...," desah Pemabuk dari Gunung Kidul dalam hati.
Pada saat yang berbahaya bagi keselamatan Ki Demong, mendadak berkelebat satu bayangan ungu yang langsung memapak tongkat Setan Bungkuk. Serangan itu begitu tiba-tiba, sehingga benturan keras tidak terhindari lagi.
Trak...!
Tangan Setan Bungkuk kontan bergetar keras. Bahkan senjatanya hampir terlepas dari tangan. Betapa terkejutnya Kuntarawang ketika melihat yang menangkisnya adalah seorang pemuda. Bahkan setelah menangkis, pemuda itu langsung menghadapi Cakra Dana tanpa rasa takut sedikit pun.
"Heh...? Mengapa kau yang sudah setua ini masih ikut campur dalam urusan ini...?!" tanya pemuda berbaju ungu yang baru datang.
"Hehehe...! Dasar anak kambing yang tidak takut pada harimau! Pergilah sebelum kesabaranku hilang...!" ujar Cakra Dana.
"Pendekar muda! Jangan layani dia...! Sebaiknya pergi dari tempat ini. Dan bawa serta juga gadis pemberani itu.... Biar mereka bertiga aku yang menghadapi! Larilah lekas! Mereka sangat berbahaya! Orang yang kau hadapi adalah seorang datuk sesat yang kejam dan sangat berbahaya!" seru Pemabuk dari Gunung Kidul.
Tetapi seruan itu tidak mungkin dilayani pemuda yang baru datang itu. Karena pemuda itu adalah Bima Sena saudara seperguruan Puspita Dewi. Tentu saja kedatangannya karena dendam lama. Maka tanpa banyak kata lagi, diterjangnya Cakra Dana.
"Chiaaat!"
Pedang di tangan kanan Bima Sena, meliuk-liuk mengancam tenggorokan Cakra Dana. Namun sambil tertawa besar, datuk sesat itu menyentil badan pedang dengan jarinya.
Tuk!
Bima Sena merasa tangannya bergetar hebat. Malah tubuhnya sampai terjajar dua tombak ke belakang. Tahulah dia kalau lawannya memiliki kepandaian tinggi. Terutama tenaga dalamnya.
"Hem.... Boleh juga tenaga dalam yang kau miliki, Anak Muda! Pasti gurumu sangat sakti. Karena jarang ada yang sanggup menahan serangan 'Jari Sakti Api' yang kumiliki...," puji Cakra Dana.
"Tapi coba dulu yang satu ini...!" Begitu kata-katanya habis, si Tangan Api cepat menarik tangannya. Dan tiba-tiba dihentakkannya....
"Hiyaaat!"
Bima Sena cepat menyadari, betapa berbahayanya serangan ini. Maka tak tanggung-tanggung lagi tenaga dalamnya cepat disalurkan ke tangan. Dan secepat itu pula dipapaknya serangan.
Blarrr...!
Tenaga dalam mereka bertemu. Tampak Bima Sena tergetar mundur beberapa langkah. Menyadari kalau tenaga dalam lawannya satu tingkat di atasnya, Bima Sena merubah jurusnya. Mulai ilmu meringankan tubuhnya digunakan untuk mengulur waktu dan menguras napas Cakra Dana.
Namun kali ini Bima Sena yang baru turun gunung bertemu lawan tangguh dan sakti. Terutama tangannya yang sepertinya berapi, sehingga dapat menghanguskan lawan. Sehingga segala usahanya menemui jalan buntu. Ternyata Cakra Dana memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa pula!
Semakin lama Bima Sena semakin terdesak. Kalau diteruskan bisa dipastikan dalam tempo beberapa jurus lagi akan mengalami celaka. Sementara Ki Demong terus sibuk menghadapi Setan Bungkuk yang memainkan tongkatnya secara habis-habisan. Bahkan semua ilmu yang dipelajari belakangan ini, telah dipakai Kuntarawang untuk menghadapi pemabuk tua itu. Keadaan mereka sampai saat ini masih tetap seimbang. Walaupun semakin mabuk, Ki Demong tetap tangguh. Bahkan semakin sulit diterka gerakannya.
Sementara itu, lain halnya Setan Hitam. Sambil bertarung, dia terus melempar binatang beracun yang sangat berbahaya. Untung saja Puspita Dewi memiliki gerakan yang jarang terlihat dalam dunia persilatan. Sehingga agak sulit bagi Sakurang untuk mengalahkannya secara cepat.
"Setan.... Keparat...! Gadis gagu kurang ajar! mampuslah kau!" dengus Setan Hitam, sambil mempercepat serangan dan melipatgandakan tenaganya.
Keadaan Puspita Dewi memang kelihatan terjepit. Dan itu tak lepas dari perhatian Ki Demong yang masih sempat melirik sambil bertarung.
"Nisanak, sebaiknya cepat pergi dari tempat ini. Rasanya kita tak akan mampu menandingi orang-orang telengas ini...!"
Sambil berusaha menghindari serangan, Puspita Dewi melirik ke arah si Pemabuk dari Gunung Kidul. Dia yakin laki-laki tua itu yang mengirimi suara jarak jauh. Buktinya ketika melirik tadi, Ki Demong sempat menganggukkan kepala.
Kemudian dengan cepat gadis bisu itu melirik Bima Sena yang juga terdesak. Nyatanya kepala pemuda ini mengangguk. Berarti, Bima Sena juga mendapat kiriman suara jarak jauh. Juga, pemuda itu tampaknya menyetujui usul si Pemabuk dari Gunung Kidul.
Maka mendadak saja, seperti mendapat aba-aba mereka melenting ke arah yang sama. Lalu secepat itu pula mereka berkelebat cepat, mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat tinggi. Sebentar saja, mereka telah lenyap dari pandangan.
"Bangsat... Mereka akhirnya dapat lolos juga...!" maki Kuntarawang sambil memukul-mukulkan tongkatnya.
"Bocah-bocah itu kelak akan menjadi batu sandungan bagi kita!" potong Sakurang sambil mengepalkan tinjunya.
"Biarkan sajalah.... Bukankah kalian juga mendapat luka dalam? Lebih baik sembuhkan luka kalian dulu!" ujar Cakra Dana sambil mengambil obat pulung dari balik bajunya.***
Rupanya kedatangan Cakra Dana, Sakurang, dan Kuritarawang telah ditunggu beberapa orang murid Perguruan Pondok Ungu yang kembali dibangun oleh Bima Sena.
"Berhenti...! Mau apa kalian datang kemari?!" bentak seorang murid.
"Hahaha....! Segala kutu busuk mau banyak tingkah didepanku. Mampuslah kau...!" hardik Sakurang sambil melemparkan binatang-binatang beracun yang mematikan.
Ser! Ser!
Tap! Tap!
Binatang berbisa mematikan itu berhasil menempel pada leher dan tubuh murid-murid Perguruan Pondok Ungu yang masih tersisa, dan kebetulan pulang kampung sewaktu pembantaian dulu. Jumlah mereka sekarang hanya sekitar dua puluhan.
Mendapat serangan tidak terduga, para murid tidak berdaya. Bagai daun kering, mereka berjatuhan terkena racun binatang berbisa. Yang lainnya segera mencabut senjata, sambil membunyikan kentongan tanda bahaya. Maka dalam waktu singkat, halaman perguruan telah ramai oleh para murid.
Sementara itu, tiba-tiba Cakra Dana menghentakkan tangannya. Langsung digunakannya ilmu 'Tangan Api'. Maka saat itu juga meluncur beberapa bola api ke arah atap perguruan yang kebetulan terbuat dari rumbia. Tak ayal lagi, atap itu kontan terbakar.
Tidak lama kemudian api pun berkobar dengan jilatannya yang melalap seluruh bangunan perguruan. Malam yang semula gelap jadi terang benderang oleh nyala api.
"Api.... Api.... Lekas padamkan api celaka itu...! Para pengacau keparat itu telah membakar perguruan kita. Lekas ambil air!" teriak murid-murid Perguruan Pondok Ungu.
Ketika mereka sibuk, para tokoh sesat itu sibuk pula menyebar maut ke sana kemari. Murid-murid berkepandaian rendah, berjatuhan dengan jiwa melayang. Teriakan kematian menggema berkali-kali. Sedangkan api semakin membesar saja dan melalap bangunan di sekitarnya.
"Hahaha...! Ayo bikin habis mereka!" seru Kuntarawang.
Namun pada saat yang sama melesat satu bayangan ke arah Setan Bungkuk. Begitu cepat gerakannya, sehingga dia tak dapat menghindari lagi. Dan....
Des!
"Waakh...!"
"Heh?!"
Betapa murkanya Setan Bungkuk menyadari dirinya terlontar dan jatuh berdebuk di tanah, ketika sebuah tendangan menghantam punggungnya. Begitu bersalto bangkit, dia menatap tajam sosok penyerangnya yang tak lain si Pemabuk dari Gunung Kidul.***
![](https://img.wattpad.com/cover/270568305-288-k552206.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
178. Pendekar Rajawali Sakti : Satria Pondok Ungu
AçãoSerial ke 178. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.