Setelah menempuh sekitar 45 menit-an, aku sampai juga di Mall yang disebutkan Riani. Setelah memarkir mobil di basement, ka Ori pun langsung menggandengku ke arah pintu masuk. Mataku berkeliling untuk menemukan restoran tempat Riani! Uh, seharusnya Riani sadar aku jarang sekali ke sini karena cukup jauh dari rumah.
"Nah itu!" Tunjuk ka Ori ke sebuah restoran di lantai 2 ini. Aku mengangguk dan melangkahkan kakiku di sana. Saat aku masuk Riani sudah melambai ke arahku.
"Di sini ra!" Teriak Riani.
Aku lihat Riani bersama Mozi, aku tersenyum. Sementara ka Ori melihat Mozi dengan tatap ga suka?
"Lo cemburu?"
"Gak! Kata siapa?" Tukas ka Ori.
"Cie cemburu cie."
"Apaan sih lo?!"
Aku terkekeh dan berlari kecil ke arah Riani. Aku duduk persis di samping Riani sementara Mozi yang ada di depan Riani.
"Lo mau pesen apa?" Tanya Mozi.
"Gue biasa aja Moz,"ujar Riani.
"Emang gue nanya lo?"
"MOZI!" Aku menggeleng dengan Riani yang mengeram. Sementara ka Ori tetap diam.
"Lo mau pesen apa kak?" Tanyaku.
"Seterah."
Aku mengangguk dan mengucapkan pesananku ke waitress yang menghampiri kami. Sementara Riani masih mengumam tidak jelas karena tingkat Mozi.
"Oh ya kak, samping lo namanya Mozi." Sahutku.
Ori hanya mengangkat bahu, "Udah tahu. Lagian lo ngapain mau aja diajak Riani, jadi obat nyamuk lo!"
"Eh tutul! Emang lo kata gue sama Mozi apa?"
Aduh, mulai lagi.
"Loh? Emang apaan? Ngerasa?" Sindir ka Ori.
Mozi hanya menggeleng, begitupun aku. Ya, memang tidak ada yang tahu hubungan Mozi sebenarnya terkecuali aku dan Kay. Kay? Aku baru ingat. Sejak terakhir dia bilang mau ke dapur dia sudah tidak balik lagi.
"Bodo amat lah. Lagian ngapain sih lo ra? Minta anterin tuh tutul satu! Mendingan tadi lo gue jemput deh," ujar Riani.
Mozi menyela, "Terus tadi siapa yang ngambek-ngambek minta dijemput?"
"Hahahah, kasian gue sama kakak gue. Jones banget." Kataku. Ka Ori mendelik.
"Araaaa!" Aku membentuk tanda V, begitu ka Ori menekan namaku.
"Silahkan." Waitress itu pun menginterupsi kami. Makanan yang kami pesan tiba. Aku menggeleng ketika melihat minuman Riani yang ada 3 gelas mochacinno.
"Rakus."
"Bodo amat."
Aku pun diam, begitu pula dengan Mozi yang hanya menggeleng dengan tingkat Riani dan ka Ori. Padahal, ka Ori itu salah satu cowok zuperrr jutek. Jangankan pacar, teman perempuan dia aja bisa dihitung jari. Tapi entah kenapa, setiap bersama Riani dia selalu mengeluarkan sifat isengnya itu.
Aku menggeleng-geleng, tapi...
"OHOK! OHOK! HOK!"
"Eh ra, minum minum." Riani mengusap punggungku. Sementara mataku, masih berfokus pada sepasang manusia yang baru saja memasuki restoran ini.
"Minum dulu ra," ka Ori yang menatapku khawatir pun ikut memperhatikan tatapan mataku.
Aku terpaksa minum air mineral Riani. "Lo gapapa ra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Friendzone
Novela Juvenil[EDITED] - DONE Ini tentangku. Tentang perasaanku kepadanya. Tentang keinginanku. Tentang sebuah rasa atas nama "Cinta". Tapi, aku tersadar tentang sebuah skenario hidup atas nama "Takdir". Dan, fakta membuatku harus memilih antara melepaskan...