Selamat membaca.
.
.Pria dengan pakaian rapinya itu mendesah kecil, sembari memasangkan sebuah dasi dilehernya. "Berapa tahun aku memakai dasiku sendiri? Akukan juga masih mau dilayani." gerutunya dengan sedikit dengusan diakhir.
"Kenapa Daddy lama sekaliii?!" pekikan dari depan kamar membuat pria itu tersenyum dan menggeleng. Hingga sebuah sahutan membuatnya terkekeh kecil.
"Berisik Dean!" sahut bocah lain dengan suara yang begitu datar.
Setelahnya hening, suara langkah kaki terdengar beriringan.
Pria itu akhirnya keluar dari kamar, menyusul turun dan melihat kedua putranya tengah duduk menunggu dimeja makan. Mereka kembar, tapi kepribadian mereka berbeda.
Alvean Josshan adalah kakaknya, bocah kecil itu cenderung pendiam dan dingin. Alvean tidak suka keributan apalagi sesuatu yang berisik.
Sementara sang adik bernama, Aldean Josshan. Anak yang begitu aktif dan tidak bisa diam. Petakilan dan tidak suka sesuatu yang sepi.
Alivan Josshan, pria itu hanya bisa tersenyum dan menggeleng. Sifat berbeda mereka, tak jarang membuat Alivan atau duda yang kerap dipanggil Ali itu pusing bukan kepalang. Selera mereka juga tidak sama. Jika Dean suka maka Vean tidak akan suka, jika Vean suka maka Dean tidak akan suka.
Jika Dean si putih maka Vean si hitam.
"Baikan cepet, jangan gitu ah." Ali duduk dikursi makan, melirik Dean dan Vean yang nampak enggan saling melihat. "Dean kurangi sedikit melawan sama kakak, dan Vean jangan mengusik adikmu."
"Aku tidak mengusik, hanya mengatakan jika dia berisik!" bela Vean dengan wajah datarnya.
Dean menoleh, menatap kakaknya itu dengan mata yang tidak santai. "Aku tidak berisik! Hanya memanggil Daddy. Apa masalah kakak?!" Dean menajamkan matanya, menatap tajam pada sang kakak yang duduk disebrangnya.
"Berisik!" Vean mendesis pelan.
Selalu seperti itu, mereka akan berhenti saat Vean bergumam atau mendesis karena Dean juga tipikal laki-laki yang tidak suka menuai masalah.
"Makanya, cari istri bos!" tiba-tiba Ali dikejutkan oleh seseorang yang berbicara tepat didepan telinganya.
Ali berdecak kesal. Tanpa perlu menoleh Ali mendorong kepala itu menjauh. "Ada apa?"
"Meeting itu bos, jadinya di restoran. Pergi dari sini aja, ga perlu ke kantor dulu." laki-laki itu memunculkan wujud aslinya. Berjalan santai untuk duduk disebelah Dean. "Hallo Al kuadrat."
"Hallo om Jer." sapa Dean menoleh dan sedikit memberikan senyuman manisnya.
"Hmmm." itu sahutan Vean, dan laki-laki bernama Jerome Hakado sudah terbiasa mendengar sahutan dingin itu. Vean bukannya tidak suka, tapi memang tidak suka...
"Vean jangan begitu!"
"Aku bukan tidak suka om Jerome, tapi dia berisik. Jadi aku benci dia."
"Ayo berangkat, sepertinya pak Hilman sudah menunggu." Ali menyahut, melihat kedua putranya yang tengah meneguk susu. Lihat? Meminum susupun mereka secara bersamaan, bahkan suara tegakannya seirama.
"Baik, aku pergi." Vean menerima tangan Jerome lalu Ali setelah itu bergantian dengan Dean. "Dean pergi, dah om dah Dad!" Dean melambaikan tangannya, membuat Vean yang berjalan disampingnya memutar bola mata malas.
"Yaaa!" Ali dan Jerome ikut melaimbakan tangannya, hingga pintu besar itu tertutup barulah tangan mereka turun.
"Li, ga kepengen punya istri lagi? Lo pasti ribet punya anak beda sifat gitu, belum kantor, terus segala kebutuhan lo apalagi---" Jerome menggantungkan kalimatnya, membuat Ali menatapnya dan menanti ucapan selanjutnya.
"---urusan ranjang."
Plak! Ali melemparkan sendok makannya kearah perut Jerome. Benar-benar kotor pikirannya. "Otak lo!"
"Apa yang salah?"
"Ya kenapa ga lo aja yang nikah dulu?!" Ali menampilkan senyum sinisnya kepada sekretaris plus sahabat lamanya itu. "Jomblo mulu."
"Lo tau gue. Gue ga mau serius dulu, selagi masih ada banyak jalang kenapa engga?"
Ali memutar bola matanya malas. "Biar ada yang ngurusin kebutuhan kerja lo, nyiapin makanan lo! Bukan kebutuhan ranjang sama si sotong doang!" ujar Ali dengan penuh penekanan.
"Sotong butuhnya belaian, kalau makan nih gue makan."
Ali menggeleng, merasa sudah biasa. Jerome memang tak jarang mampir pagi-pagi hanya untuk ikut makan. "Numpang mulu! Gue doain semoga salah satu cewe yang lo masukin hamil!"
"Anjir! Serem banget, kalau jalang gimana?"
"Ya makanya udahan lah."
"Nanti gue pikirin lagi." ujarnya begitu ringan.
Ali tersenyum kecil melihat itu, sudah tidak aneh jika Jerome menolak untuk memiliki hubungan serius dulu. Berbeda dengan dirinya yang menikah terlalu muda hingga berakhir ditinggalkan bersama dua malaikat yang menjadi putranya.
"Jangan jadiin kehidupan gue cermin, kita punya jalan takdir yang beda." gumam Ali yang jelas mampu terdengar oleh Jerome.
Jerome menghela nafas, meneguk segelas air yang tersedia lalu membersihkan sisa-sisa air dibibirnya dengan selembar tisu. "Ga kok, emang belum nemu yang pas aja."
Ali mengangguk mendengar itu, walau sebenarnya ia tahu Jerome berbohong. Karena pernah sekali, Ali mendengar Jerome berbicara pada orang tuanya lewat sambungan telpon.
"Belum siap mah, Jerome takut salah pilih."
"..."
"Ali sama Nazla pacaran udah 3 tahun, tapi pernikahannya ga semulus waktu pacaran. Mamah mau Jerome kaya Ali? Jerome masih butuh waktu."
Jujur dalam hati, Ali juga tidak paham. Hubungan yang bertahan saat pacaran harus kandas ketika sudah menikah. Apa selelucon itu pernikahan untuk seorang Nazla Immanuel?
Jika iya, mari tertawa bersama:)
.
.
Bersambung.Mana votenya?!!! Haha.
Siapa nih yang syuka duda?! Hahahahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Alivan [Slow Up]
Random17+ Gadis 18 tahun menikah dengan pria berusia 31 tahun?! *** Kebodohannya membuat Prilly terjebak dengan duda dua anak yang cukup mesum. Entah keberuntungan karena sang duda tampan, atau malah kesialan karena usia mereka terpaut jauh. Hingga mengh...