OA : Ter om-om.

1.4K 174 54
                                    

Selamat Membaca
.
.

Alivan berusaha fokus pada seseorang yang sedaritadi tengah menjelaskan tentang kerja sama mereka. Jasnya yang basah, membuat Ali sedikit risih. Belum lagi, bayangan gadis cantik yang menatapnya dengan terkejut. Ah, bagaimana bisa aroma rambut gadis itu kembali terngiang?

"Jadi gimana, Li?" wanita itu bertanya dengan senyuman khasnya.

Ali mengangguk sebentar, sebelum kemudian membubuhkan sebuah tanda tangan di map yang rekannya ajukan. "Setelahnya Jerome yang atur." baru akan beranjak sebuah suara kembali terdengar.

"Aliii, kita gak makan dulu? Aku laper loh."

Ali membuang nafasnya, berjalan tanpa mengubris ucapan wanita dibelakangnya.

"Ali!" wanita itu menggapai tangan Ali, menarik agar pria itu berbalik dan menatapnya. Wajah kesalnya berubah menjadi lembut, senyum manis kembali tercipta disana. "Kenapa sih? Kenapa selalu menghindar? Aku bahkan udah bisa nerima anak kamu itu."

Ali menyentak genggaman tangan itu, menatap tajam lawan bicaranya dengan sinis. "Tidak akan ada pria yang mau dengan wanita murahan seperti anda."

"Maksud kamu apa?!"

"Saya menyetujui meeting direstoran seperti ini bukan karena mau berbincang-bincang bodoh dengan anda! Permisi!"

Ali kembali melanjutkan langkahnya, mengabaikan wanita yang terdiam itu karena merasa terhina. Terhina eh?

Jerome juga mengabaikan itu, memilih fokus pada berkas yang Ali berikan kepadanya. Ali cukup mendengar dan menanda tangani, urusan bagaimana kedepannya itu tugas Jerome. Jerome pintar, untuk itu Ali tidak pernah ragu memberikan tugasnya kepada asisten, sekretaris plus temannya itu.

"Sudah jangan ganggu Ali, dia tahu kebusukan kamu." Jerome menyahut saat wanita itu memaki-maki Ali yang sudah berlalu keluar.

"Diam kamu!" mendengar sentakan tidak santai membuat Jerome terkekeh dan mengedikan bahunya.

***

Samar-samar Ali mendengar suara keributan diluar restoran. Salah satu suaranya jelas sangat Ali kenali.

Membuka pintu kaca restoran dan melihat supir pribadinya dengan gadis berseragam. Mereka tampak seperti sedang berdebat, tapi memperdebatkan apa?

"Pak! Saya ga sengaja. Lagian ngapain bapak parkir disini? Kaya sengaja banget mau ngalangin jalan saya." gadis itu mendumel, dengan tangan yang sibuk membersihkan rok seragam abu-abunya.

Sementara gadis berkuncir disebelahnya menghela nafas sembari menarik motor maticnya untuk bangun. "Prill, ini salah lo." gumamnya membuat Ali mengerutkan dahinya karena tidak mendengar dengan jelas.

Ali menarik nafasnya perlahan, mendekati keributan dibelakang mobilnya. "Ada apa?" tanyanya dengan mimik datar.

Gadis itu menoleh, melihat terkejut pria didalam restoran tadi. "Ngapain om tanya-tanya?" dengusnya masih merajuk kepada pria dengan seragam hitamnya.

Tidak mau menggubris itu, Ali memilih menatap supir pribadinya dengan tatapan bertanya.

"Maaf Tuan, gadis itu membuat bokong mobil Tuan rusak."

Ali menarik nafasnya dalam-dalam, menghembuskan lalu memilih masuk kedalam mobil tanpa menoleh menatap gadis yang terlihat memasang raut bingungnya.

"Pak, lain kali ga usah sampe ribut. Mobil saya banyak, ga ngaruh rusak satu." ujarnya dengan datar, melihat supirnya yang mengangguk mengerti. "Maaf, Tuan."

Mobil yang bokongnya sedikit penyok itu melaju, meninggalkan Prilly yang sepertinya belum mengerti. Sementara Afa, sahabatnya itu tengah sibuk memeriksa motor meticnya.

"Oh jadi mobil itu punya si om-om! Tapi kok gak marah ya? Duh bae bener bikin salting!" gumamnya sembari tersenyum kecil.

Tanpa memperdulikan Afa yang sepertinya masih sibuk, Prilly berjalan menyetop taxi dengan senyuman yang masih terukir diwajahnya.

"Dih, otak gue ga waras gara-gara tuh om-om! Sialan ganteng banget." didalam taxi, Prilly menyandarkan tubuhnya sembari mengulum senyum membayangkan wajah Alivan yang datar nan tidak bersahabat.

***

Prilly menghempaskan tubuh lelahnya, menatap atap kamar dengan pikiran menerawang. Kiranya, apa pembalasan yang pantas untuk laki-laki brengsek itu? Meninggalkannya ditempat makan sendirian? Sungguh gila!

Penghinaan!

Suara deringan ponsel membuat Prilly menghela nafasnya, melirik dan tertera nama Afa disana. Ah pasti gadis itu mencarinya, eh tunggu. Masa iya baru mencari? Apa selama itu Afa memeriksa motornya?

Ting!

Bayar buruan utang lo! Atau gue laporin polisi nih udah bikin si moce gue rusak!

Ah, Prilly terlalu percaya diri. Afa bukan tipikal gadis yang romantis, mana mungkin gadis itu mengkhawatirkannya? Ternyata!

Santai kali, baru mendarat nih bokong gue.

Setelah itu Prilly memilih memode silent-kan ponselnya, tidak mau diganggu Afa. Biar saja gadis itu tidak makan malam. Prilly sedang lelah.

.
.
Bersambung.

Suka g klo gini? Klo g mo repisi ulang nihhh...

Maap sekalih Om Alivan sama neng Piyi baru muncul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maap sekalih Om Alivan sama neng Piyi baru muncul... Masih adakah penghuninya?

Om Alivan [Slow Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang