Chapter 3 - I'am Stupid

1.7K 153 14
                                    

Hinata hanya tidak bisa tertinggal sendirian. Maka, ia memohon pada Sasuke, agar tetap bisa berada di sisinya, meski tahu, Sasuke benar-benar sudah bertunangan.

"Aku mencintaimu, Sas..."

Gadis itu begitu saja menjadi egois. Irisnya yang pucat memandang lurus Sasuke yang berada tepat di atas tubuhnya, menatap lekat wajahnya. Sedetik, Hinata merasa lelaki itu mulai menghujami wajahnya dengan sapuan ciuman lembut. Apa itu definisi egois? Mementingkan diri sendiri dibandingkan kepentingan orang lain, yang mungkin, lebih membutuhkan. Tetapi, ini adalah Hinata, ia bersikap egois karena ia membutuhkannya, terlalu membutuhkannya, membutuhkan sesosok Sasuke di sisinya. Makanya... Hinata tidak sepenuhnya bersalah, bukan?

Hinata hidup tanpa merasakan sebuah kasih sayang dari seorang ayah dan ibu. Ia tinggal di panti asuhan, tersisa seorang diri tanpa ada yang mau mengadopsi. Tidak seperti teman-teman lain, tak ada orang tua yang mau mengubah hak asuh Hinata. Gadis tanpa nama panjang itu, bekerja seadanya, mengonsumsi makanan seperlunya, pula jarang melakukan interaksi pada hal yang tidak diperlukan, mengingat gadis itu tumbuh menjadi perempuan tertutup yang pendiam.

Hinata tidak pernah memiliki teman. Matanya bersinar redup, kulitnya hampir tak pernah terpapar sinar matahari, bibirnya kering tak terlalu merah merona, bentuk wajahnya kurus tak terurus. Ia gadis yang hidup, karena, waktu belum menginginkannya mati.

"Sasuke..." Hinata tidak bisa berhenti memanggil satu nama itu, seakan, seluruh tubuhnya menjeritkan nama sasuke layaknya sebuah keharusan. Jantung sang gadis yang berdetak terlalu kencang, kala pemuda pemilik iris sehitam malam bersama dengannya. Sentuhan Sasuke melekat membekas pada tubuh Hinata. Lalu, begitu saja, Hinata menjadi rakus menginginkan lelaki itu berada bersamanya selamanya.

Tidak peduli pada Sakura.

Tidak peduli bagaimana dekatnya hubungan Sasuke bersama tunangannya

Hinata akan tetap memberikan segalanya demi Sasuke Uchiha.

"Sas..." Kelopak feminim itu terpejam, darah Hinata berdesir memabukkan. Nafas keduanya beradu intim. Hinata bisa merasakan bagaimana Sasuke memperlakukan Hinata begitu istimewanya. Tubuh Hinata seketika menegang, kecupan basah diterimanya panjang, dilanjutkan kecupan-kecupan lain di setiap inchi wajah Hinata yang bisa bibir itu gapai

"Aku mencintaimu..." desah Hinata tersengal, setiap tarikan nafasnya berhembus panas.

Tidak peduli pada dosa. Tidak peduli pada harga diri. Hinata memang mencintai Sasuke hingga titik yang tak bisa diselamatkan. Terjebak, tanpa mau melarikan diri. Terikat tanpa mau mengakhiri. Ia memang tidak pernah menggunakan akal sehatnya, jika itu berkaitan dengan Sasuke. Memangnya siapa yang peduli dengan kata mereka? Hinata sudah membangun dinding besi di setiap sisi hati, jiwa, pula raga, agar tak tertembus dan tak mudah dihancurkan, meski seluruh dunia menghakiminya, memberitahu bahwa apa yang ia lakukan merupakan sebuah kesalahan tidak termaafkan, tidak masalah, sekali lagi, tidak masalah.

"Sas..." Hinata menarik napasnya tersengal, dadanya naik turun menyesak. Dengan begitu saja air mata mengalir dari dua mutiara pucat itu. Sasuke mengecupinya penuh perasaan. Hinata mengulurkan jemari, pelan dan amatir, membelai rahang tegas sang pemuda. "Sas..." rintih Hinata entah untuk ke berapa kali

...karena Sasuke satu-satunya seseorang yang menginginkan Hinata...

...sadar akan keberadaan Hinata.

SNIACTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang