Kosong Enam

44 8 28
                                    

Chapter 6

*

Mungkin anak laki-laki dari keluarga Nataprawira ini sering sekali mendapati pertanyaan "mengapa dia memilih ekstrakulikuler Pecinta Alam disaat dia bisa memilih kegiatan ekstrakulikuler lainnya yang tak menguras fisik dan mental seperti Pecinta Alam?"

Abin satu tahun yang lalu saat mengisi lembaran ekstrakulikuler yang dibagikan oleh anggota OSIS maka akan menjawab dengan "jadi anak pecinta alam tuh keren, keliatan kece waktu pake seragamnya," begitu katanya.

Namun setelah Abin berdiri tegak dengan seragam lapangannya yang berwarna hitam khas anak pecinta alam Exardara dan syal berwarna biru muda yang menandakan identitasnya sebagai orang yang akan selalu menjaga kelestarian alam itu terlampir pada kerah bajunya, Abin akan menjawab semua pertanyaan itu dengan "emang keren pake seragam gini, perjuangannya juga mati-matian. Tapi disini gue belajar banyak hal yang gak bisa gue dapet diluar. Dan ini cukup buat bekal hidup gue dimasa depan."

Abin jadi lebih belajar menghargai waktu, menghargai alam, menghargai semua makhluk hidup, dan menghargai sesama manusia yang bahkan sering sekali semua orang dalam dunia ini lupakan (walau dirinya masih sering sekali menghina kepala sekolah dan jajaran guru lainnya.) Rakhabin mendapat banyak sekali pelajaran hidup dan sebuah hobi baru tak terkecuali konsernya setiap pagi.

Maka dari itu saat dirinya ditanyai perihal pergantian ketua dewan pengurus dari ekstraklikuler tercintanya ini, dirinya dengan bangga berkata bahwa dia siap mengambil tanggung jawab itu ditambah dukungan-dukungan dari rekan rekan seperjuangannya.

Abin, Juan, Felix, Wafa, Anja dan Simra. Ke-enam orang-orang yang awalnya hanya berniat bermain-main dalam kegiatan ekstrakulikuler, berkumpul dan merubah niat dan bertahan sebisa mereka walau tepat 1 orang diantara mereka gugur dan tak melanjutkan kegiatan.

Mungkin inilah alasan mengapa anggota Pecinta alam selalu sepi dan hanya segelintir orang yang tertarik. 'Seleksi Alam' yang benar-benar ada di dalam sini. Kami lah yang diseleksi oleh 'Alam.'

"Heh lo kok masih disini?" 

Laki-laki berjaket kulit hitam yang cocok pada tubuhnya itu menoleh saat seseorang menepuk bahunya dan bertanya perihal keberadaaan laki-laki berdarah sunda itu disini. Abin langsung mengangkat kedua alisnya saat menemukan perempuan yang lebih kecil darinya dengan setelan seragam yang berbeda dari murid perempuan Exardara lainnya.

Kemeja putihnya yang tak ia masukkan ke dalam rok nya yang membuat ujung kemeja keluar dari rompi. Lengan kemejanya ia lipat acak dan tak beraturan serta celana olahraga yang tertimpa rok pendeknya. Lalu satu buah totebag putih yang Abin yakini isinya hanya sedikit buku dan pulpen.

Sudah biasa Abin maupun semua orang yang mengenal Simra melihat perempuan itu berpakaian semau dia bahkan acak-acakkan seperti ini. 

Sedangkan Simra masih menatap Abin dengan pertanyaan dikepalanya karena ini adalah sebuah hal aneh saat Abin masih berada disini padahal biasanya perempuan itu sudah melihat Abin berada diatas atap gedung utama sambil menikmati matahari pagi dengan gitar yang sudah menyandar pada pahanya. 

Maklum saja bagi Simra untuk merasa kebingungan setelah hampir 1 tahun Simra selalu melihat pemandangan buruk setiap paginya, kini dia sudah melihat pemandangan itu dalam sudut angel penglihatan yang berbeda.

"Eh Simra, gimana kemarin habis main ke Jayadarma?" ucap Abin yang malah melontarkan pertanyaan.

Simra malah jadi terdiam dan mengingat kejadian yang baru saja terjadi kemarin pada sekolah yang sudah sejak lama menjadi lawan SMA Exardara bahkan sampai saat ini. Wajahnya kembali memerah dan tangannya semakin mengeratkan genggamannya pada totebag putih yang berisi hanya 2 buku catatan dan 2 buah pulpen.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

This is AbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang