Bagian 18, Hukuman

517 115 33
                                    

Kita adalah kata yang tak seharusnya ada.
***

Terlalu meratapi kesedihan adalah hal yang tidak baik. Itulah yang selalu Shenza terapkan saat dirinya mulai merasa hidup terlalu tak adil. Seperti yang sudah-sudah, mendung di wajahnya karena pertemuan tak sengaja dengan ibu dari papanya telah hilang.

Shenza Aurora kembali menjadi dirinya yang biasa. Seolah kejadian kemarin bukan apa-apa.

Mendengar bunyi bel, cewek itu melangkah terburu-buru melewati gerbang sekolah. Angkutan umum yang ia naiki melaju sangat lambat sehingga dirinya mendumel dalam hati sepanjang perjalanan.

Ingat sesuatu, ia memukul dahinya. Shenza lupa belum mengerjakan tugas Matematikanya. Segera saja ia berlari melewati koridor yang cukup sesak. Shenza bahkan hampir terpeleset di undakan tangga hingga membuat beberapa siswa berteriak.

Meringis, cewek itu melemparkan permintaan maaf dan melanjutkan langkah dengan sedikit terseok. Bahu Shenza menurut mendapati Bu Tatina sudah berada di dalam kelas. Guru muda dengan panggilan killer itu memang selalu datang tepat waktu.

Tiba-tiba saja langkahnya terasa begitu berat. Entah hukuman apa yang akan ia dapat karena melakukan dua kesalahan sekaligus, padahal biasanya Shenza rajin. Ia tidak pernah membuang banyak waktu dan langsung menyelesaikan setiap tugas yang diberikan. Mungkin karena kemarin ia terlalu bersedih hingga melupakan banyak hal.

Dengan takut-takut Shenza mendorong pintu kelas sembari mengucapkan salam. Bu Tatina yang tengah membuka pelajaran menggelengkan kepala melihatnya.

"Ma-maaf, Bu. Saya terlambat," sesalnya menunduk dalam.

Sebenarnya sang guru tidak sekejam yang dibayangkan. Hanya tegas untuk membuat muridnya disiplin dan taat pada peraturan. Bu Tatina menyuruhnya menyelesaikan tugas di luar kelas. Sedikit keringanan setelah melihat raut lesunya. Shenza memang sedang tidak enak badan, ia yang berniat sarapan di kantin tidak kesampaian.

Shenza duduk bersila sembari menyandarkan punggungnya ke dinding. Beberapa siswa yang hendak pergi ke toilet atau koperasi sempat meliriknya lalu tersenyum. Sudah pasti mereka tahu bahwa dirinya sedang menjalani hukuman.

Perutnya kembali berbunyi. Shenza menggerutu kemudian mencari nama Septian di kontaknya.

Shenza: Lapar
Shenza: Belum sempet sarapan

Perlu menunggu beberapa menit sebelum ia mendengar jendela yang digeser. Belum juga mendongak, sebuah snack jatuh menimpa kepalanya. Shenza yang hampir marah pun tak jadi. Cewek itu kembali menatap ponselnya di mana Septian kembali mengiriminya chat.

Tian: Cuma ada itu aja

Shenza: Gpp
Shenza: Makasih, makin sayang sama Septian

Menyimpan ponsel dan alat tulisnya, Shenza segera membuka snack berukuran sedang. Rasa kentang bercampur keju memenuhi indra pengecapnya. Mendengar langkah kaki, ia menoleh diikuti dengan matanya yang membeliak.

Refleks Shenza menyembunyikan snacknya dan membuang muka. Perasaan malu datang tanpa diundang. Ia merutuk dalam hati, tidak seharusnya Varo melihatnya dalam keadaan seperti ini. Cowok itu pasti diam-diam mentertawakannya yang tampak bodoh.
***

Navaro menatap pantulan wajahnya lewat cermin. Rasa kantuknya hilang begitu saja. Bukan karena dirinya habis mencuci muka melainkan setelah melihat pemandangan yang cukup membuat atensinya teralih.

Bayangan Shenza yang tampak menahan malu karena ia pergoki dalam keadaan seperti tadi membuatnya merasa luc- ah, enggak! Lo mikir apa sih, Varo?

TRIP-EX ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang