Bakso Legend

0 0 0
                                    

TANAH WARISAN

Teng.. Teng.. Teng..
Bakso..

Teng.. Teng.. Teng..
Bakso..
Gerobak bakso berhenti tepat di depan rumah kakak tertuaku, aku memang terbiasa bersantai di depan rumahnya apabila semua pekerjaan selesai.

"Ga bakso dua, satu mie aci bihun toge satu lagi bakso aja" kataku.
"Oh iya bi, ada tualangan biasa. Mau bi sekalian tulangannya" seru anak muda tukang bakso ini. Ya, aku sering di tawari karena aku langganan bakso padanya dan tau kalo aku sangat suka tulangan.
"Boleh atuh Ga, pisahin di mangkok lain ya" pintaku.
"Mangga Bi siap laksanakan".
Dia Gaga anak tukang bakso legend di daerahku, rasanya jangan di tanyakan lagi. Menurutku juara sekali rasanya, kuah kaldu dengan tiga butir bakso besar ditambah butiran bakso kecil yang melimpah cukup memanjakan lidahku saat ini.

Sembari menunggu hidangan, aku menghampiri putri bungsu ku yang tengah duduk di teras.
"Neng baksonya aja ya, nanti kalo pake mie gak di makan. Kan sayang mubazir" kataku demikian.
"Iya mamah, Neng mau tetelannya yang banyak sama bakso yang banyak" seru anakku yang baru menginjak sekolah dasar kelas 3.

Aku seorang ibu yang mempunyai lima anak, empat lainnya sudah dewasa dan semuanya sedang bekerja. Ada yang bekerja di luar kota, luar negeri, dan satu lainnya telah berkeluarga. Kini aku hanya bersama si bungsu, karena dulu ku kira tidak akan memiliki anak lagi. Namun Allah memberiku kepercayaan lagi padaku. Suamiku kini sedang dalam proses pemberangkatan kerja ke luar negeri. Kala itu keadaan ekonomi kami sangat lemah. Yang akhirnya memutuskan untuk ia bekerja jauh, dengan modal menggadaikan rumah di kota.

Aku kini tinggal di desa, menepati gubuk almarhum ibu. Meski beberapa waktu lalu aku bertengkar hebat pasal tanah warisan yang menjadi sengketa. Bagamana tak memicu amarah, bila hak kita di ambil orang lain begitu saja. Apalagi seperti keberatan saat aku menempati rumah gubuk alm ibu. Semua perdebatan itu telah di selesaikan secara kekeluargaan dengan dampingan RT RW setempat.

"Bi ini baksonya" serah Gaga menyodorkan mangkok berisi bakso.
"Nuhun Ga" kataku demikian.
"Enak pasti ini mah, aku yang banyak ah tulangannya" jawab putriku.
"Sok pelan-pelan makannya, jangan sampe tumpah ya nak. Nanti Uwa marah lantainya kotor" kataku.
"Iya mamah" jawab putriku.
Suapan pertama sukses mendarat di lidahku, rasanya menambah senang ketika menyantap makanan yang sesuai selera kita.

"Lu ya nyari ribut hah, mati aja lu. Semenjak lu datang semua jadi berantakan. Mati aja lu gobl*k" lantangnya ia berteriak sembari menentengkan sebilah pedang samurai.
Sontak aku berdiri membelakangi putriku.

Next?

TANAH WARISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang