5.

201 12 0
                                    

Beberapa bulan telah berlalu sejak pertengkaran Wonwoo dengan orang tuanya, dan Wonwoo berjuang sangat keras untuk mendapatkan uang untuk mencukupi kuliah dan kebutuhan hidupnya. Baik Mingyu maupun Wonwoo telah menyelesaikan pendidikan mereka, dan saat ini mereka tinggal di rumah yang dibeli Wonwoo saat ia masih pertama masuk kuliah. Rumah itu berada di dalam hutan, jauh dari polusi dan kebisingan yang ada di kota. Rumahnya pun tidak terlalu besar karena Wonwoo memang tidak berencana menetap di rumah itu saat membelinya. Dia hanya ingin mencoba apa yang Henry David Thoreau rasakan. Hanya untuk saat Wonwoo ingin berlibur.

Saat ini, Wonwoo tengah mengandung dan usia kandungannya baru memasuki bulan kelima. Pemuda itu kini sedang berada di atas tempat tidurnya, dan dengan tonjolan di perutnya, ia mencoba memeluk Mingyu dari belakang.

“Mingyu…, bangun,” Wonwoo berkata seraya melesakkan mukanya pada leher Mingyu.

Mingyu mulai bergerak dan berbalik menghadap Wonwoo. Dengan suara serak khas orang bangun tidur, dia berkata, “Won? Ngapain?”

Wonwoo memeluk Mingyu seperti seekor koala yang melekat di pohon. “Ada yang mau dielus sama kamu,” Wonwoo berkata dengan menggesekkan perutnya pada perut Mingyu.

Mingyu terkekeh. “Kayanya bukan dedek bayinya deh yang mau, tapi ada kucing jumbo,” Mingyu mengacak rambut Wonwoo, “yang mau dibelai soalnya aku bisa denger suara purring dari sini!” Mingyu mencium sekilas bibir Wonwoo saat yang lebih tua mencebikkan bibirnya.

Mingyu menangkup wajah Wonwoo. “Aww, I just found a baby. Whose baby are you?

Your baby.

Fakta bahwa Wonwoo menjawabnya lah yang membuat Mingyu tertawa. Yang lebih muda kembali memberi kecupan, namun kali ini, ia mendaratkannya pada mata kiri Wonwoo. Dia mengambil tangan kiri Wonwoo, lalu menggenggamnya dengan kedua tangannya, memposisikannya di antara tubuh mereka.

“Jadi, apa yang sedang kau inginkan, Yang Mulia?”

Well,” Wonwoo tersenyum malu, “sebenernya tadi aku kebangun gara-gara pengen banana smoothie. Tapi pas aku cek kulkas, kita ga ada pisang.”

“Hmm,” Mingyu menaruh jarinya pada bibir, memasang pose berpikir. “Jadi, berhubung pisangnya ga ketemu, kamu berubah pikiran, hm? Mau pisangku ya?” Mingyu menyeringai, namun tak berlangsung lama.

Wajah Wonwoo berubah serius, dan pemuda itu seolah bersikap lebih hati-hati.

“Oke, maaf. Aku bercanda, Won.” Mingyu membawa tangan Wonwoo mendekat ke wajahnya, mencium tangan yang lebih tua, dan mulai mencermati wajah Wonwoo.

“Tau kok.” Wonwoo tersenyum, namun itu bukan senyum yang disukai Mingyu.

Wonwoo sadar jika ia telah membuat suasana sedikit canggung, maka dia beranjak dari kasur mereka. “Aku mandi dulu.”

***

Mingyu pulang ketika hari sudah gelap. Ia mendapati Wonwoo yang menggulung dirinya dengan selimut, dan mata rubahnya terlihat bengkak.

Mingyu bergegas ke arah Wonwoo setelah melihat kekasih hatinya sangat muram.

Dear, kenapa?”

Wonwoo menggelengkan kepalanya, lalu mencengkram baju Mingyu, memeluk yang lebih muda. “Aku baru selesai baca buku.”

“Hmm, terus?”

“Aku ga suka ceritanya mulai pertengahan sampe akhir. It’s so fucking sad.

“Hei, jangan ngomong kasar, yang.”

NarasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang