07.

952 129 5
                                    

Sepulang sekolah Arlina tidak langsung pulang. Melainkan ikut dengan Doni yang mengajaknya makan di pinggir jalan. Dan sekarang, disinilah mereka. Di tempat pedagang kaki lima, yang ramai pengunjung. Mereka membeli sate, bakso, dan makanan lainnya di pinggir jalanan.

Arlina tampak kebingungan ingin makan seperti apa. Karena Arlina baru pertama kalinya menginjakkan kakinya ke daerah tersebut. Doni yang melihatnya pun ingin tertawa terbahak-bahak, tetapi ia tahan karena malu jika tertawa di tempat yang ramai seperti ini.

“Yakin kita makan dipinggir jalan kayak gini? Kotor, bau, nggak higenis lagi, lo beneran ngajak gue makan ke tempat beginian?” tanya Arlina ragu.

Doni menganggukkan kepalanya mantap. Menarik tangan Arlina ke arah penjual nasi uduk yang berada di pinggiran jalan. Tidak terlalu ramai, dan itu pas untuk mereka memakan makannya yang mereka beli tadi.

Arlina meniup-niup tempat duduknya. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi tersebut. “Lo mau pesen apa?” tanya Doni melirik ke arah Arlina yang berada di hadapannya.

”Hah? Pesen? Kita beneran mau makan disini? Nggak makan di rumah atau di restoran gitu?” tanya Arlina melotot.

Doni menganggukkan kepalanya. “Iya, kita makan disini. Dijamin makanan-makanan disini nggak kalah enaknya sama restoran bintang sepuluh.”

Arlina mendengus sebal. “Bintang sepuluh gigi lo, ya udah cepetan. Habis ini kita langsung pulang aja. Gue nggak nyaman di tempat beginian, sumpek. Bau lagi!”

Doni menganggukkan kepalanya. Lalu setelah itu mereka memakan makannya dengan lahap. Bukan mereka. Lebih tepatnya hanya Doni yang memakan makanan tersebut, karena sedari tadi Arlina hanya celingak-celingukkan menatap pengunjung yang tidak ia kenal.

“Makan Arlina, ini enak loh. Kalau nggak nyobain, lo bakal nyesel pas pulang nanti.” Arlina kebingungan karena Doni makan menggunakan tangan saja, tanpa sendok ataupun garpu.

“Gue makan pake apa? Masa ia harus pake tangan kayak lo? Kan kotor. Emang nggak ada sendok gitu?” tanya Arlina yang kebingungan memakan nasi uduk di hadapannya.

Doni menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak ada. Aaaaa dulu, gue suapin deh lo.”

Dengan ragu Arlina membuka mulutnya lebar-lebar. Doni menyuapi Arlina layaknya pacar sendiri. Perlahan Arlina mengunyah nasi uduk tersebut. Doni terkekeh melihat Arlina yang menatapnya lapar.

“Doni aaaa lagi!” Suruh Arlina setelah dirasakan nasi uduknya memang enak.

Doni seakan tuli. Ia memakan nasi uduknya dengan lahap tanpa menoleh ke arah Arlina yang terus saja merengek ingin disuapi. Dengan nekat Arlina menggambil suapan Doni, mengigit tangan Doni kesal sehingga cowok itu melotot minta di lepaskan.

“Awwssss lepasin Arlin sakit!” geram Doni meringis kesakitan.

Arlina tertawa terbahak-bahak melihat Doni yang hampir meneteskan air mata karena ulahnya. “Lagian lama. Kan gue mau lagi.”

Tuh kan, ketagihan- batin Doni.

Doni mendengus sebal. Lalu mereka makan kembali dengan Doni yang terus menyuapi Arlina sampai nasi uduk yang berada di hadapannya itu sampai habis.

“Ehh Don, gue nggak jadi pulang cepet deh. Mau main dulu sama lo, ajakin gue main ya,” ucap Arlina menyeruput minuman yang berada di hadapannya.

Doni menggelengkan kepalanya. “Gue sibuk, nggak bisa ngajakin lo main. Kalau mau main sendirian ajalah. Lagian lo nggak suka 'kan gue bawa-bawa ke pasar?”

Arlina menggaruk-garuk kepalanya. Sebenarnya ia ingin sekali bermain, tetapi Doni tidak ingin Arlina mengejeknya karena ia bekerja serabutan. Melihat wajah Arlina yang memalas membuat Doni menghembuskan nafasnya lelah.

SALAH KEJAR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang