Setiap akan melakukan sesuatu, permulaan merupakan tahap paling sulit dilaksanakan bukan?
Biasanya kita membutuhkan paksaan lebih dalam dari diri agar tahap tersebut dapat terlaksana. Dan hal itu akan menguras banyak sekali sisa euforia selama kita berada dalam zona nyaman.
Sama seperti memulai hari kembali dari awal, memulai lagi aktivitas yang telah disenggangkan selama akhir pekan.
Jika kebanyakan yang datang memasuki sekolah di hari senin beraura seperti mayat hidup. Maka berbanding terbalik dengan keributan di parkiran sekolah yang disebabkan oleh sepasang murid yang memperebutkan lapak parkiran.
"Minggir gak lo, ini lapak parkir gue!" Seru seorang murid lelaki bername tag Hengki Chandragupta, yang mengendarai moge.
Murid perempuan yang menjadi rivalnya menggeram kesal di dalam mobil putihnya. "Enak aja, gue duluan yang sampe. Lagian lo buta ya? Ini parkiran untuk mobil pinter!"
"Ya bodo amat, gue mau disini. Minggir gak lo?"
"Haechan, sekali aja lo gausah gangguin gue bisa nggak sih? Suka ya lo sama gue?"
Tanpa sadar Haechan mencengkram lebih erat stang motornya, omongan asal Jinar hasil kekesalannya yang pagi-pagi sudah dibuat naik tensi karena Haechan malah membawa boomerang balik kepada Haechan.
Jinar yang sadar dengan omongannya juga terdiam. Merutuk dalam hati atas kata-kata sembarang yang keluar begitu saja dari mulutnya.
Kesempatan itu Haechan ambil untuk menarik gasnya tanpa memperdulikan lagi mobil Jinar yang berjarak sangat tipis. Menempati lapak yang tadi mereka perebutkan.
Melepas helmnya, ia lalu berjalan ke arah mobil Jinar bersama hati dan kepercayaan diri yang lebih tertata.
Satu tangannya bertengger di jendela mobil Jinar yang kacanya diturunkan, sementara tangannya yang lain memegangi pucuk kepala Jinar.
Jinar tertegun, apalagi melihat Haechan tersenyum manis kearahnya. Tidak seperti biasa.
"Jinar.. gue tahu gue ganteng, dan boyfriend able. Tapi bangun yuk, gue gak akan mungkin suka sama lo."
Wajah Jinar memerah, antara menahan rasa kesal dan sedikit malu. Ekspresinya berubah galak.
Kepalanya ditepuk-tepuk pelan Haechan yang sudah menampilkan tampang tengil yang menjengkelkan. Mencoba memancing amarah Jinar.
"Awas," Jinar menepis tangan Haechan dikepalanya.
"Eits.. Galak bener mbaknya."
Jinar hanya memutar matanya malas.
Dia tidak sesemangat tadi membalas umpan Haechan saat memperebutkan lapak parkiran, melihat mulai banyaknya murid baru yang datang ke sekolah.
Bukannya mau jaim. Tapi, Jinar nggak mau murid baru pada syok aja di hari pertama mereka masuk sekolah udah disambut keributan dia dan Haechan yang sebelas duabelas sama perang dunia.
"Pigi lo, kalau lo terus disini gue bakal nganggap lo benaran naksir gue."
Menumpukan dagunya di tangan, Haechan sok berpikir keras. "Hmm.. seru kali ya kalau kita benar jadian?"
Belum sempat Jinar menyuarakan keogahannya, Haechan menyela.
"Tapi boong. Panik gak? Panik gak? Panikla masa nggak. Ahahahaha"
Jayus banget, pikir Jinar. Padahal tidak ada lucu-lucunya sama sekali, tapi Haechan ngakak dengan pedenya.
Emang susah buat ngertiin manusia aneh sejenis Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Say Hi To The Weird Kid
Fiksi PenggemarIni peringatan keras! Jangan pernah menyapa anak aneh di sekolahmu. Karena satu sapaan akan membawa petaka seumur hidup. Hidupmu akan berubah selamanya, apakah kamu siap? "Kok lo masih ngikutin gue?! Hush! Pergi!" "A-anu Jisung suka Kakak.." "Ha? K...