Menurutku jadi anak terakhir di keluarga Herdian merupakan berkah sekaligus bencana. Aku Savanna Merci Herdian, nama yang aneh bukan lah sesuatu yang janggal di keluarga kami. Namaku simpel, diambil dari nama gurun dan ucapan terima kasih berbahasa prancis. Benar-benar, bagus 'kan?
"Eh yam, ayam. Sabana," Kak Satria mulai tidak jelas.
Aku mendengus, "Nama gue Sa-Va-Nna."
Dia hanya mengangkat bahu, tertawa pelan kemudian menjulurkan tangannya. Aku mengernyit, "Apa?"
"Nori."
"Apaan?"
"Nori dari Sabil."
Aku mengerjap, kemudian merogoh nori di tas sekolahku. Dengan cepat dia langsung mengambilnya, "Merci, Merci."
"Gak. Danta."
Kehidupanku yang tidak normal, sudah semakin tidak normal. Ini karena Ariojuna. Kalau saja mama dan papa tidak mengangkatnya menjadi anak, pasti tidak akan seabsurd ini. Dadaku selalu berdegup kencang saat dia berada di dekatku, ini kacau kan? Maksudnya, aku tak seharusnya merasakan ini. Ya ampun.
"Va," baru saja aku memikirkannya, orang itu sudah melongokkan kepalanya ke dalam kamarku. Aku langsung terduduk, "Kenapa?"
Ariojuna memasuki kamarku sambil menunjukkan novel The One, "Bantuin tugas bahasa, suruh bikin resensi nih."
Kerjaan lagi deh.
"Gue traktir di Rosette deh," aku menatapnya kemudian menghela napas dan mengangguk.
"Nih, lo bikin dulu rangkuman tiap babnya, intinya aja sih. Dan lo bisa juga nambahin quotes dari novel itu. Terus kelebihan dan kekurangannya deh," kataku sambil memberikan stabilo, kertas hvs dan pulpen warna-warni.
"Tujuan resensi kan agar orang lain mau baca novel ini jadi buat semenarik dan sekeren mungkin," Ariojuna terlihat mendengarkan dengan baik tiap kata yang aku ucapkan.
Saat ia mendongak, aku terdiam, terpesona dengan mata indahnya itu. "Ehm, ya udah cepet bikin."
*
Aku terbangun saat sinar mentari menyusup melalui jendela. Seingatku, semalam aku tertidur di karpet dan pagi ini terbangun di ranjang. Terasa aneh. Kemudian mataku menangkap post-it warna biru muda di nakas samping tempat tidurku. Aku meraihnya.
"I'll love you until my very last breath. Every beat of my heart is yours. I don't want to die without you knowing that." - Maxon to America on The One by Kiera Cass.
Itu quotes favorit gue, dari semua quotes lainnya di novel ini. Haha, gue harap gue bisa kaya Maxon. Bilang kaya gitu ke cewek yang gue sayang.
P.S: Goodmorning sister :)
Oh, crap! Aku sudah melambung tinggi dan kalimat terakhir cukup menghempaskan aku dari ketinggian beribu meter. Harusnya aku jadi anak ke empat saja. Harusnya aku tak memiliki tambahan kakak. Kalau saja mama dan papa cukup waras, tentunya mereka akan lebih memilih mengadopsi anak-anak yang lucu. Bukan yang ganteng. Dan remaja.
"ARG!"
"MAMA, SAVA UDAH MULAI GILA TUH! MASA TERIAK-TERIAK!" suara cempreng milik Karin membuatku melempar kotak pensil ke pintu.
Bukannya pintu, malah Kak Virza yang terkena lemparan maut kotak pensilku. Parahnya lagi, mengenai telak di keningnya.
"SAVA!"
Im in a really big problem.
* * *
Yak, beberapa part lagi untuk perkenalan!
Dan ini terinspirasi dari The Seenas karya kak Orizuka, walau tentang keluarga yg aneh. Tapi pokok permasalahannya beda kok xD
-Ritonella

KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of Me
HumorIni cerita tentang aku; dimana aku hidup dengan orang-orang aneh berkelakuan ajaib. Astaga, kenapa juga aku harus menceritakan tentang mereka? Yah, sebenarnya karena seumur hidupku bersama mereka. Begitu lah, jika kau ingin tahu silakan baca. Pering...