Malam itu sesuai janji Ginan datang membawa sebuah kotak pizza Meat Lovers kesukaan Rani. Mereka duduk di depan televisi yang menayangkan sinetron kesukaan Ibu. Seperti biasa Rani mengangkat kakinya sambil menikmati sepotong pizza. Ibu datang dari belakang sambil membawa air minum.
"Kakinya di turunin!" sahut Ibu sambil meletakkan air minum di atas meja.
Rani langsung menurunkan kakinya dan melihat ke arah Ginan. Laki-laki itu tertawa melihat tingkah Rani yang selalu tidak bisa ia duga.
"Nan, si Rani ini ga ada yang deketin, ya? Dari dulu sampe sekarang cuma kamu aja yang main ke rumah. Ibu khawatir liat anak begini dapet jodoh apa enggak. Aih aih aih." ibu berdecak melihat Rani yang sedang membuka mulutnya lebar-lebar memakan potongan pizza kedua.
Mata Rani langsung melotot mendengar ucapan ibunya. Rani menggeleng-geleng tanda tidak suka mendengar ucapan yang baru saja telontar. Ginan tersenyum senang saat ia tahu bahwa ia satu-satunya laki-laki teman Rani yang dikenal ibu.
"Pasti ada jodohnya lah buk. Bisa aja jodohnya sekarang udah ada, tapi Rani nya yang ga mau kasih jalan." ucapan Ginan membuat Rani tersedak. Dengan sigap Ginan langsung mengambil gelas yang ada di atas meja dan memberikannya pada Rani.
Rani menatap Ginan dengan penuh tanda tanya. Sedang Ginan hanya menatap Rani sebenntar sambil tersenyum dan kembali meletakkan gelas yang diminum Rani.
"Ngomong apaan sih lo?" jawab Rani kesal.
"Atau kamu aja kalau gitu, dari pada ga ada yang mau sama Rani." ucap Ibu sambil menatap Rani dan Ginan.
"Ibu apaan sih? Ginan udah punya pacar." jawab Rani cepat.
Ginan yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Rani dengan mata yang heran. Tapi Rani tidak menatap Ginan, ia mengalihkan pandangannya pada televisi.
"Oalah kalo udah punya pacar jangan main ke sini nanti pacarnya marah."
"Ginan belum punya pacar kok, buk. Rani semabarangan nih." balas Ginan. Ibu Rani menatap Ginan dengan penuh tanda tanya.
"Beneran, buk, Ginan belum punya pacar. Serius, deh." jawab Ginan sekali lagi.
Ibu tertawa keras melihat wajah panik Ginan "Ga usah panik begitu. Ibu lebih percaya kamu dari pada Rani. Anaknya emang suka bohong."
Rani langsung mendelik mendengar ucapan Ibunya. Lalu pandangan di depannya membuat Rani benar-benar berpikir bahwa Ibu dan Ginan memang sangat cocok. Mereka berdua saling menepukkan telapak tangan ke udara. Rani langsung mengambil satu potongan pizza lagi dan kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah keluar.
Rani menggigit pizzanya dengan keras sambil menatap jalanan komplek yang sepi, sesekali motor dan mobil lewat tanda komplek ini dihuni banyak orang.
Ginan datang sambil membawa segelas air putih dan meletakkannya di atas meja.
"Ngapain duduk di luar sih. Lo ga dingin?"
"Males duduk di dalem. Lo ama ibu udah jadi bestie banget, ya?" tanya Rani dengan raut wajah kesal.
"Emang cuma Ibu yang ngertiin gue saat ini." jawab Ginan mendramatisir keadaannya.
"Lo jangan ngomong yang aneh-aneh deh, Nan. Nanti dikira ibu beneran dan malah ngarep sama lo." balas Rani setelah ia menghabiskan potongan pizzanya.
"Ya gapapa. Siapa tau dengan begitu ibu jadi sering doain gue buat lo." balas Ginan santai.
Rani menatap Ginan bingung. "Lo beneran soal yang kemaren?" tanya Rani kaget.
"Yang mana?"
"Yang tukang sate."
"Oh. Iya beneran. Kenapa? Lo udah mau jawab?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rani dan Jatuh Cinta
ChickLitSudah 7 tahun berlalu, tapi Ginandra tetap memilih untuk mencintai Maharani. Maka ketika Maharani menolak, ia tidak jatuh begitu saja. Ada seribu cara Rani untuk mundur dari Ginan, tapi Ginan punya seribu satu cara untuk membuat Rani mendekat. Gina...